Bukan ending

436 38 0
                                    

Aku jarang menyukai perubahan yang drastis. Apalagi soal penampilan. Dulu saat kuliah, aku pernah mengikuti pertunjukan drama. Kupikir, kostum karakterku hanya akan aku pakai saat di panggung saja, nyatanya tidak. Pelatih dramanya bilang, aku harus bersiap-siap dari rumah karena peserta dramanya terlalu banyak dan tidak ada tempat untuk berganti kostum yang layak. Masalahnya waktu itu penampilan karakterku girly sekali. Aku harus merias wajah sedikit tebal, memakai aksesoris seperti kalung, gelang dan satu sepatu yang tidak aku sukai, flatshoes. Mana waktu itu aku dijemput oleh gebetan yang tahu keseharian penampilanku tomboy dan terkesan biasa saja. Belum lagi aku jadi pusat perhatian oleh teman-teman dekatku yang menonton. Aku malu luar biasa dan itu perasaan yang tidak kusuka. Pulangnya aku menangis karena rasa tidak nyaman itu.

Aku ingin selalu berpenampilan seperti apa yang aku mau, apa yang aku nyaman. Setelah menikah pun, Kelana juga tidak pernah sekalipun melarangku berpenampilan seperti biasanya, kecuali kalau kondangan atau acara resmi lainnya, aku mau pakai kebaya modern dan wedges, tidak jarang aku padukan juga dengan sneakers.

Namun kali ini, aku dengan sadar melakukan perubahan itu. Aku mematut penampilan kembali. Dress linen selutut, jaket denim, rambut yang sudah aku potong sebahu dan diwarnai sedikit serta sneakers putih yang tak pernah ketinggalan. Meski bukan perubahan yang drastis, setidaknya aku lebih terlihat feminin kalau kata bunda.

"Udah. Udah cakep anak bunda." kata bunda yang juga ikut memperhatikan ulang diriku dari atas sampai bawah. Tak lupa bunda juga membenahi rambutku yang sedikit berantakan.

"Serius Bun? Yah?" tanyaku memastikan kembali karena aku super nervous kali ini.

"Ya ampun, gak percaya. Anak kita cantik banget kan Yah?"

"Iya. Anak ayah dari dulu juga cantik." kata ayah sambil memelukku sekilas. Ayah masih selalu menganggap aku anak kecilnya, alih-alih anak perempuan yang sudah menikah, tapi pelukan itu cukup menenangkan.

"Ayah sama Bunda masuk duluan aja deh. Aku mau napas dulu."

"Beneran gak apa-apa? Tapi kamu gak kabur kan?"

Aku menipiskan bibir. Memangnya aku gadis desa yang mau dijodohin sama om tua buncit sampai harus kabur? "Astaga, enggak Bun."

"Udah, ayo kita masuk duluan." ayah si penyelamat merangkul pundak bunda dan menghelanya masuk meninggalkan aku di parkiran.

Aku mulai menormalkan napasku, mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam sama, bertemu banyak orang dan juga Kelana. Seorang yang terus ada di pikiranku 24/7.

Saat merasa sudah siap, kulangkahkan kaki masuk ke cafe yang bertuliskan Arutala dengan lampu yang menyala di atas pintu kacanya. Cafe baru milik Kelana yang akan launching malam ini.

Banyak orang yang hadir. Mungkin karena ada diskon besar juga, makanya banyak pengunjung yang sengaja datang di saat launching seperti ini. Namun tamu yang terlihat rapi dan datang sebagai tamu undangan pun banyak. Aku tahu relasi Kelana bukan kaleng-kaleng.

Aku berdiri di dekat ambang pintu masuk, memperhatikan dari jauh dan belum berniat mendekat ke sana. Kelana tampak menawan dengan white tshirt dipadukan jas tanpa kancing warna biru tua. Rambutnya di sisir rapi kebelakang membuat wajahnya tampak lebih segar. Lelaki itu memeluk ayah dan bunda. Ada ibu Ami juga. Mereka berbincang dan Kelana celingukan, sepertinya mencariku. Lalu ia menyalami beberapa tamu satu demi satu.

Pandanganku teralih melihat Kara sedang di dengan seorang wanita muda yang aku belum pernah kenal sebelumnya. Anak itu sangat riang bercanda seolah sudah akrab sekali dengan wanita itu. Tapi siapa ia? Mataku menyipit memindai detail wajah yang mungkin terlewatkan oleh ingatanku. Tidak ada, nihil. Aku sungguhan baru kali ini melihatnya. Bagaimana Kelana bisa mempercayakan Kara bersama orang yang baru dikenalnya? Sementara Kelana itu sangat hati-hati sekali soal lingkungan di sekitar anaknya. Bahkan akupun pernah kena marah oleh Kelana beberapa kali karena perbuatanku yang ia kira bisa membahayakan anak itu. Sekarang kok bisa-bisanya Kelana membiarkan Kara bermain dengan wanita asing itu tanpa pengawasannya? Baru aku tinggal satu minggu loh. Pipiku menggelembung dan menghembuskan udaranya dengan kasar.

Rindu Kelana 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang