Remuk redam

383 45 4
                                    

Ponsel ini bagaikan artefak yang hanya aku amati tanpa ada tindakan apapun saat nama Kelanalove menari di layar pipih itu. Ini telepon yang kesekian kalinya sejak kemarin. Aku menimbang akan mengangkatnya dengan nada ketusku atau tidak sama sekali daripada semuanya menjadi buyar. Kelana harus tahu bahwa aku tidak main-main sekarang dan tidak akan dengan mudah luluh dengan semua perkataannya seperti biasa. Meskipun tidak dipungkiri, hati kecilku ada yang merindukan suara lelaki itu, tapi segera aku tepis.

Deringnya berhenti dan aku menghela napas lega. Tak selang beberapa detik, sebuah pesan muncul. Tanpa perlu aku membuka, aku masih bisa membaca pesan terakhir dari toolbar. 

Kelanalove

Rin, 

Gpp gak angkat telpon aku,

Tp please balas pesan ini, 

Aku khawatir

Ini hanya empat pesan terakhir yang sebenarnya masih puluhan belum ku baca sejak pergi dari rumah dua hari lalu. Awalnya aku berniat membiarkan pesan itu menumpuk. Selain memang aku sengaja, kesibukanku hari ini juga membuatku baru bisa membuka ponsel malam hari ini. Ayah bunda saja baru aku respon malam ini. Bahkan Rendy, Tiara dan teman yang lain pun masih belum kubuka pesan mereka.

Pentingkah aku membuka dan membalas pesan-pesan Kelana ini? Karena jika tidak, lelaki ini akan terus mengiriminya pesan sampai aku membalasnya dan membuatnya lega. Ia bilang mengkhawatirkan aku, entah perkara ini aku harus percaya atau tidak sekarang. Namun, daripada ia terus mengirim pesan, lebih baik aku balas singkat saja, toh ia hanya butuh aku membalas kan? bukan untuk pulang secepatnya atau menginterogasi, apalagi menghakimiku?

Aku pun akhirnya membuka pesan-pesan itu. Aku scroll dari atas sampai bawah, isinya ia terus menanyakan kabar dan kondisiku lalu mengingatkan hal-hal kecil seperti makan, istirahat dan jangan terlalu capek. Tanpa dosa sekali ia mengetikkan hal perhatian begini. Apa ia tidak berpikir perasaanku dan memberikan aku waktu? Apa ia tidak merasa bersalah?

Bukannya aku sok mau diratukan dengan Kelana harus bisa memvalidasi perasaanku, aku hanya kesal dan lelah. Bagaimana caranya supaya Kelana tahu bahwa ia salah? Apa kata-kataku kemarin kurang bisa menamparnya? Lelaki itu sudah menutupi banyak hal padaku, padahal kita suami-istri.

Sampai di akhir pesan, aku mulai mengetikkan kata 'ya' dan belum sempat memencet tombol kirim, satu pesan kembali masuk. Bukan pesan teks, melainkan sebuah video yang harus menunggu terdownload dulu baru bisa aku lihat. 

Kelanalove

🎞️ Video

Kara kangen dan bikin video buat kamu

Download pun selesai dan berhasil kubuka videonya. Wajah mungil Kara langsung memenuhi layar. Berlatar belakang lukisan abstrak di sofa ruang tengah, gadis kecil yang juga ku rindukan itu tersenyum tetapi ada bekas air mata di sana. Ia pasti menangis merengek minta telepon aku.

"Bubu" ia memanggilku dengan suara yang sedih. "Kara kangen, tapinya sedih, kok Bubu gak angkat telepon?"

"Bubu sibuk ya? kapan pulang? Kara kangen mau di dongengin, Kara mau peluk Bubu." ujarnya sambil mengusap kasar air matanya yang kembali turun.

"Tadi Kara gak masuk sekolah, Kara maunya dianterin Bubu ...."

Aku ikut terharu, setiap kalimat-kalimat yang Kara ucapkan mengandung bawang dan air mataku jatuh juga. Andai situasinya tidak begini, mungkin aku akan dengan senang hati langsung video call dengan anak ini, atau aku memutuskan untuk pulang malam ini juga. Namun, aku tidak dalam mode sekuat itu sekarang untuk melakukannya dan bertemu Kelana secepatnya. Aku tidak mau lelaki itu menggampangkan aku dan menganggap aku hanya ngambek biasa. Bukan! Ini hal yang serius dan prinsip. 

Rindu Kelana 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang