"Glek," adalah suara yang keluar dari mulutku setelah aku menelan potongan rotiku yang terakhir.
Rotinya benar-benar besar, astaga. Aku sudah merasa kenyang. Aku perlu sepuluh menit hanya untuk menghabiskannya sambil menikmatinya, kau tahu?
Ahh... sudah pasti aku akan ke sana lagi untuk makan. Mungkin inilah yang disebut dengan—
"Aku pulang."
Pintu depan terbuka, memperlihatkan Sieg yang baru saja pulang, membawa sebuah kantong kulit kecil. Aku bisa mengira-ngira apa isi dari kantong itu, tapi aku tetap bertanya.
"Apa isinya, Sieg?" tanyaku, menunjuk kantong kulir tersebut.
"Oh, ini uang hasil kerja paruh waktu barusan. Kurasa ini upah yang cukup sesuai," jawabnya dengan tenang.
"Bagus! Sini lihat!" Dengan paksa aku merebut kantong uang Sieg darinya, yang hanya pasrah. "Hei, ini lumayan!"
Setelah itu, aku melempar kantong uang itu padanya, dan Sieg berhasil menangkapnya dengan mudah. Kemudian, dia mengambil seutas tali kecil dari laci di dekatnya, dan mengaitkan tali itu dengan kantong uangnya sehingga ia bisa menggantungnya di pinggangnya.
"Omong-omong, Astolfo... sampai kapan kita akan berdiam di kota ini? Kau bilang kita akan pergi ke Capital," Sieg menyuarakan keingintahuannya.
"... aku harap sih, secepatnya. Kita masih belum mendapat izin untuk bertemu dengan tuan tanah, dan pemilik rumah ini tidak mungkin mau untuk membantu kita. Dia 'kan saingan bisnisnya, bukan?"
"Yah, kalau mengingat-ingat reaksi paman bangsawan itu, rumor yang beredar memang ada benarnya."
Aku meregangkan otot sekali lagi, "Hmm... kita harus mencari cara lain. Tanpa pertolongan dari tuan tanah, kita tidak akan bisa pergi ke Capital."
"Lalu, apa kau memiliki ide yang bagus?" tanya Sieg.
"Sejujurnya, tidak..." jawabku, dengan ekspresi bermasalah.
Kami tidak bisa mengikuti turnamen berpedang Zakkaria untuk mendapat izin pergi, karena jika iya, maka Kirito dan Eugeo akan kehilangan kesempatan mereka untuk mencapai tujuan mereka berdua begitu saja. Aku tidak mau hal itu sampai terjadi.
Jika tidak demikian, lalu bagaimana?
Mendapatkan bantuan dari penduduk kota mungkin bagus, tapi kecil kemungkinannya, mengingat sifat-sifat sebagian besar bangsawan di dunia ini. Aku cukup beruntung Tuan Rufficat adalah orang yang mudah diyakinkan, tapi aku tidak bisa berharap yang sama akan berlaku dengan si tuan tanah.
Omong-omong, Rufficat adalah nama dari bangsawan yang sudah membantuku. Kenapa namanya Rufficat? Nama yang aneh, bukan? Bagaimana sih, asal-usulnya?
"Ini cukup sulit... tidak mungkin juga kalau kita pergi ke sana tanpa memiliki alasan yang bagus. Lagipula, aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa pergi ke Capital selain dengan menjadi orang yang sangat hebat, atau..."
Aku menghentikan obrolanku.
"Atau apa?" Sieg bertanya.
"... atau dengan melanggar Taboo Index! Benar juga! Kenapa kita tidak melakukan itu sedari awal?!"
"... kau serius?" Sieg hanya membuat wajah tidak percaya.
"Tentu saja! Lagipula, setiap kriminal di Underworld akan diadili di tempat yang bernama Central Cathedral—yang berlokasi di ibukota!"
"..."
Tentu saja. Bodohnya aku, 'kan itu adalah cara yang termudah! Kenapa aku harus merasa takut untuk ditangkap Integrity Knight? Bahkan, Kirito dan Eugeo berhasil memasuki Central Cathedral karena melakukan tindak kejahatan. Dan tindak kejahatan itu menjadi salah satu kejadian di Alicization yang tidak boleh dirusak.
Masa bodoh dengan menjelajahi ibukota, tujuanku yang paling utama ialah menemui orang yang bertanggungjawab atas Gereja Axiom. Yah, aku tahu siapa orangnya, tetapi aku tidak akan menyebutkan namanya.
Itu hanya akan membuat Sieg menginterogasiku, dan semua maklumat mengenai diriku akan terungkap dengan cara yang tidak menyenangkan. Walaupun aku hanya mengucapkannya dalam hati...
Dulu, aku tak siap. Tidak memiliki senjata, dan tidak memiliki rekan. Tetapi sekarang berbeda. Aku memiliki keduanya.
Memang, senjataku tidak sekuat Divine Instrument, seperti yang dimiliki Eugeo dan Kirito kelak. Senjataku Class-nya hanya 40, dan pedang Sieg kelasnya 42.
Tetapi aku memiliki System Control Authority yang tinggi... dan, ini mungkin baru spekulasi belaka, namun aku juga bisa menciptakan prompt baru untuk Sacred Arts.
Seharusnya, bukankah itu tidak mungkin untuk memanggil seorang Servant ke dunia ini? Meskipun jumlah Sacred Arts yang bisa dilakukan itu sangat banyak, tidak pernah sekalipun disebutkan kalau kita bisa memanggil roh pahlawan dari zaman lain dengan begitu saja.
Lupakan memanggil roh pahlawan, teleportasi saja tidak bisa dilakukan di sini.
Aku tidak tahu apakah hanya aku saja yang bisa mengucapkan kalimat asal dengan System Call dan mengaktifkannya, aku belum tahu. Meskipun begitu, ini tetap akan menjadi senjata terkuatku. Aku harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
"Astolfo, ada apa? Dari tadi kau melamun..."
Panggilan Sieg membuatku tersadar, dan berkedip beberapa kali. Aku merasa sedikit pusing, dan menggeleng-gelengkan kepalaku dengan cepat.
"Ah! T-Tidak kenapa-kenapa..."
Kemudian, Sieg melipat tangannya, dan memasang ekspresi serius. Matanya melihatku dengan tajam.
"Astolfo... apa itu satu-satunya cara? Apakah tidak ada pilihan lain?" tanyanya.
"Cara tercepat... yang bisa kupikirkan. Kalau harus dengan cara adil... itu akan memakan waktu terlalu lama," jawabku tegang. "Maaf, Sieg. Seperti yang kau bilang, kita tidak punya pilihan lain."
"... untuk sekarang, aku tidak akan bertanya kenapa."
"Fiuh..." Aku menghela nafas lega.
Ekspresi Sieg melunak, dan dia menurunkan tangannya. Kemudian, dia menjadi terlihat khawatir.
"Lalu... bagaimana kau akan melakukannya?" tanyanya lagi.
"Melakukan apa?" Aku bertanya balik.
"Melanggar Taboo Index, tentunya."
"Er... mencuri barang orang lain? Ada banyak cara bagi kita untuk tertangkap, dan seingatku Gereja Axiom akan mengetahui tindak kriminal kita dengan instan."
"Gereja Axiom ini adalah organisasi yang mengerikan untuk dijadikan musuh, yah..." komentar Sieg.
"Dan kita mencoba menantangnya dengan hanya dua orang... oh, aku hampir bisa membayangkan diriku dihajar habis-habisan..." kataku, ngeri. "Tapi itu tidak masalah! Karena kita akan mendapatkan sekutu nantinya, kau tahu?"
"Eh?" Sieg terlihat terkejut. "Siapa yang akan menjadi sekutu kita?"
Aku hanya tersenyum jahil, dan menjawab dengan nada riang.
"Tentu saja, yang itu rahasia!"
* * *
"Baiklah, Eugeo. Apa kau siap?" tanya Kirito, menggendong pucuk Gigas Cedar di punggungnya.
"Yeah, aku siap!" jawab Eugeo, menyimpan «Blue Rose Sword» di pinggangnya.
Setelah mengucapkan selamat tinggal dengan kakek Garitta, sekarang mereka sudah berada di jalan setapak, yang menunjukkan arah ke kota Zakkaria, tempat tujuan mereka saat ini.
"Oke, ayo! Sebelum cuacanya menjadi lebih parah!"
Sepasang manusia, satu pedang dan apa yang akan menjadi sebuah pedang. Mungkinkah ini merupakan sebuah pertanda? Jawabannya tidak bisa dia temukan sekarang. Pertanyaan itu tidak semudah mencari hasil dari persamaan fisika.
Tetapi kelak, dia akan mengetahuinya.
Perjalanan mereka, yang diiringi dengan angin yang lembab dan langit yang berawan, kini telah dimulai. Dua anak laki-laki itu melanjutkan langkah mereka menuju jantung dari Underworld—Capital Centoria, tempat yang diyakini Kirito sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dia dan Eugeo miliki.
[ALICIZATION BEGINNING - END]
KAMU SEDANG MEMBACA
Trap Reincarnation : ASTOLFO (SAO FANFIC)
Hayran Kurgu"Tunggu dulu, kenapa tubuhku menjadi seperti ini?!" Alkisah, hiduplah seorang pemuda yang sudah menjadi mahasiswa. Akan tetapi, dia memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri. Mempercayai bahwa dunia lain itu ada, pemuda itu menolak kenyataan dan men...