14 ; Control

22 4 0
                                    

Disisi Nathan setelah pulang sekolah, dia tak langsung pulang ke rumahnya. Dia pergi ke suatu tempat, dimana di dalamnya terlihat sangat bersih dan rapi. Ada sebuah meja yang terlihat seperti meja operasi, dengan beberapa troli rumah sakit yang dikhususkan untuk menaruh alat-alat medis, seperti pisau bedah dan lain-lain.

Pria itu kini masuk ke sebuah ruangan lain dan keluar dengan berpakaian serba hitam, menyeret sebuah plastik hitam besar. Nathan pun keluar dari tempat itu, dia terus menyeret plastik besar tersebut sampai dimana dia meletakannya bersama tumpukan sampah lainnya.

Setelah itu, Nathan pun bergegas pergi dari sana, dengan sepatu yang biasa dia gunakan sehari-hari.

Kembali pada Kiran, Zion dan Arzan yang kini mematung, karena mereka melihat sebuah potongan tangan manusia yang keluar dari plastik hitam besar. Seketika Zion yang mual melihatnya langsung pergi dari sana, untuk setidaknya memuntahkan isi cairan yang ada di perutnya.

Arzan yang dengan rasa penasarannya berusaha mendekat tapi Kiran menahannya, dia memegangi tangan Arzan, memperingati pemuda itu supaya tidak merusak barang bukti, karena itu bisa saja berdampak buruk bagi mereka.

"Gila anjir! Bisa-bisanya zaman sekarang ada lagi kasus mutilasi?!" ucap Zion yang masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Kiran yang sedari tadi diam saja kini berusaha untuk diajak bicara oleh Arzan, "Lo gapapa kan, Ran?" tanya Arzan.

Kiran pun menoleh dan tersenyum, "Gue gapapa kok, cuman agak kepikiran aja. Kok bisa, ada orang yang setega itu motong-motong jasad manusia?"

"Namanya juga sikopet, Ran. Ya, pasti tega lah." jawab Zion.

"Tunggu, ini kok motifnya beda ama sikopet yang kemaren?" ucap Arzan membuat mereka bertiga kini saling pandang. Mengingat jika kasus psikopat sebelumnya bukanlah kasus mutilasi.

"Ih! Kok gua jadi takut sih, jangan-jangan sikopetnya banyak lagi. Gua belum kawin anjir," ujar Zion membuat Kiran bingung, sedangkan Arzan langsung memukuli kepalanya.

"Apa hubungannya ama lo yang belum kawin?!"

"Gua gamau mati muda anjir, gua mau ngerasain dulu surga dunia!" jawab Zion yang secara langsung kembali mendapat pukulan dari Kiran.

"Dih! Iya bener, gua juga pengen ngerasain dulu surga dunia, baru mati." ucap Arzan.

Kiran yang mendengar perkataan mereka pun menjewer telinga mereka dengan amat keras, membuat para Pemuda itu meringis kesakitan.

"Lo berdua kenapa mikirin yang begituan sih?!" omel Kiran yang terus menjewer telinga mereka.

"Akh! Sakit, Ran!" keluh mereka berdua secara bersamaan, sambil terus memegangi tangan Kiran yang tetap setia menarik telinga mereka.

"Lagian, yang awalnya bahas sikopat, kenapa kalian sempet-sempetnya nyambung ke begituan?! Dasar omes!" ucap Kiran lalu melepaskan jewerannya.

"Ya maaf, namanya reflek. Iya 'kan, Zan?" ujar Zion masih mengelus telinganya, dan mendapat anggukan dari Arzan.

"Udah ah! Ayo pulang, gue jadi takut nih." ajak Kiran pada dua pemuda itu.

Mereka pun kini pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, Kiran langsung disambut oleh kakaknya yang terlihat sangat khawatir padanya.

"Kamu gapapa 'kan, de?" tanya sang kakak padanya.

"Gapapa, tumben banget nanyain." Jawab Kiran.

"Lah! Kakaknya khawatir, malah dibilang tumben." ucap Kinan pada adik semata wayangnya.

"Emang bener 'kan? Lagian kakak ga biasanya nanyain Kiran gitu. Ya tumben lah," sahut gadis itu sambil melepas sepatunya, dan masuk lebih dalam.

"Kamu pulang sama temen-temen kamu? Kakak khawatir karna liat berita, ada jasad yang dimutilasi ditemuin di pinggir jalan." jelas Kinan.

SIDES! : something no one knows • On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang