23 ; black tie

18 2 0
                                    

Di dalam sebuah ruangan kini memperlihatkan seorang pemuda yang terikat di atas kursi, dengan mata yang tertutup oleh kain berwarna hitam. Pemuda itu kini tersadar dan dengan perlahan dia mengedarkan pandangannnya pada seluruh penjuru ruangan.

Kembali terlihat ruangan yang sangat bersih dan rapi, membuat pemuda itu heran mengapa dia bisa terikat disana. Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan tersebut. Namun, usahanya sia-sia. Itu hanya membuat pergelangannya semakin sakit karna gesekan tali yang begitu kuat.

Tak lama terdengarlah suara derap langkah seseorang yang memasuki ruangan tersebut. Pandangan yang gelap itu benar-benar menyulitkannya untuk mengenali siapakah sosok yang masuk itu.

"Wah! Ternyata kau lebih cepat sadar dari pada dugaanku." Ucap seseorang yang mendekati pemuda itu.

Rasa takut mulai merangsak masuk ke dalam hatinya, dia takut jika itu akan mencelakainya dan membuatnya mati.

Orang itu pun lalu memegang tangan gemetar dari sang sandra, membuat semburat senyum liciknya terukir di bibir. Dia pun pergi mendekati rak buku, dan mengambil sebuah alkitab yang langsung dia letakkan dalam genggaman sang Sandra.

"Aku memberimu waktu untuk mengakui semua kesalahanmu, setelah itu berdoalah agar tuhan mengampunimu." Bisiknya pada pemuda itu lalu pergi meninggalkannya sendirian.

Merasa dirinya semakin tidak aman, pemuda itu pun menjatuhkan alkitab tersebut, dan kembali berusaha untuk melepaskan ikatannya. Luka gesekan pun mulai terlihat dengan darah yang mengalir disekitarnya.

"Aish! Ssibal!! Ya!! Lepasin gue!!!!" teriak pemuda itu dengan frustasi.

Dengan cara lain dia mulai menggerakan kursinya, berusaha untuk melonggarkan ikatan tersebut. Entah bagaimana cara orang itu mengikat, tapi ikatannya sangat kuat.

Orang dengan pakaian serba hitam pun melihatnya dari balik kaca besar yang hanya bisa dilihat dari luar saja. Dia menggeleng seraya menyayangkan aksi dari pemuda itu, bukannya berdoa untuk keselamatannya, dia malah terus mengumpat sambil menyiksa dirinya secara tidak langsung.

"Dasar manusia bodoh."

Dia pun masuk lalu membantu pemuda itu untuk kembali duduk dengan benar, secara tidak sengaja melepaskan ikatan kain hitam yang menutupi matanya. Seketika tatapannya menjadi memincing saat pupil matanya menerima cahaya yang cerah, ditengah ruangan yang putih bersih.

Betapa terkejutnya dia saat melihat seseorang yang sedikit tidak asing baginya, sedang berdiri di hadapannya dengan membawa sebuah buku yang bersampulkan kulit aesthethic.

Pandangannnya tak luput dari wajah yang tertutup masker dan topi, berusaha untuk mengenali siapakah yang berada dibalik pakaian serba hitam tersebut.

Laki-laki itu pun membuka buku yang dia bawa dan menunjukan beberapa gambaran sketsa di dalamnya. Dia pun mulai menyuruh pemuda itu memilih gambar tersebut, dengan menggunakan bahasa tubuh.

Namun, bukannya langsung memilih pemuda itu malah terfokus dengan pikirannya yang terus penasaran akan siapakah orang yang berada di hadapannya sekarang.

Merasa buang-buang waktu, laki-laki itu pun mematahkan satu jari pemuda itu membuat sang empu menjerit tak karuan, merasakan sakit yang teramat pada jari telunjuknya.

Dia pun berjongkok di hadapan pemuda itu, kembali memerintahkan pemuda itu untuk memilih sebuah gambar. Lagi-lagi pemuda itu tidak menjawab, dan merelakan jarinya yang lain dipatahkan olehnya.

"Pilihlah! Sebelum aku memilihkan gambar yang sesuai dengan perilakumu."

Mendengar suaranya pemuda itu pun seketika terkejut, dia mengenalinya dan sangat tidak menyangka jika orang yang selama ini dia kenal bisa berbuat sekeji ini.

SIDES! : something no one knows • On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang