Chapter 27 - Maaf

24 2 0
                                    

Aku memang belum bisa menjadi opsi paling sempurna untuk membahagiakanmu. Tapi izinkan aku untuk terus berada di sampingmu, melewati segala pedih yang menyiksa.
~

Anin masih tak mengerti. Bisa-bisanya ia rela-rela saja disuruh Bagas untuk mengantarkan sarapan ke kantornya, padahal Anin jelas bukan petugas catering. Tapi karena sang sahabat—Dalva, sudah kelewat patuh pada sang atasan, jadilah ia memaksa Anin, mau tak mau harus menuruti permintaan bos yang merangkap menjadi ‘teman istimewa’ Dalva.

“Makasih loh Nin. Gua berasa istimewa dibuatin sarapan sama ownernya Cafe Solvit,” ucap Bagas berbasa-basi, membuat Anin dan Dalva kompak mendengkus.

“Enggak usah ge-er, gua kebetulan hari ini lagi buat banyak sarapan jadinya lo gua sisain. Kali-kali deh lo minta Dalva buatin. Ngapain punya ‘asisten’ kalau sarapan aja lo minta sama gua dih,” ujar Anin yang sontak dibalas kekehan Bagas. Lain dengan Dalva yang sudah memandangnya sinis.

Mau tak mau Anin langsung terkekeh. “Bercanda Dal, jangan diambil hati gitu dong,” bujuk Anin mencolek lengan Dalva, yang tentu dibalas putaran bola mata jengah. “Ya udah, mau pulang deh gua. Rasanya enggak enak banget jadi orang ketiga.”

“Songongnya.” Barulah Dalva berkomentar, sembari menyentil kening Anin yang membuat Bagas menggelengkan kepala.

Anin tak menyahut, takut akan jadi lebih panjang setelahnya. Jadilah ia memilih untuk segera bergegas, melangkahkan kakinya meninggalkan kantor Dalva. Tapi di Coffe Shop yang terletak di lantai pertama kantor yang tengah dipijakinya, Anin bertemu seseorang tak terduga. Yang seketika menyapanya dengan raut berbinar.

“Anin, kan?”

Mau tak mau Anin menyahut diiringi senyum tipis. Seketika bertanya-tanya, mengapa Rhea ada di sini. Padahal setahunya, kantor Rhea bukanlah di sini.

“Kok di sini? Lo ... enggak kerja di sini, kan?” Pertanyaan itu tentu saja membuat Anin seketika terkekeh. Anin, kerja kantoran? Dia memang pernah mengidamkannya, tapi sebelum mengenal kopi dan para kawannya yang membuat Anin ketagihan.

Gelengan kepalanya Anin berikan. “Enggak. Habis ketemu temen kok,” jawabnya singkat, membuat Rhea tanpa aba-aba langsung menariknya masuk ke dalam.

“Kita ngopi dulu yah. Ada banyak hal yang pengin gua bicarain sama lo Nin.”

Memangnya Anin bisa menolak? Tentu saja tidak. Rhea keburu mendudukkannya di bangku yang tak jauh dari pintu masuk, lalu memanggil pelayan untuk segera menghampiri mereka.

Padahal Anin ingin minum kopi di cafenya sendiri. Tapi ya sudahlah. Hitung-hitung menuntaskan rasa penasarannya yang sudah dibendung sedari lama, kan?

“Kita belum kenalan secara resmi, kan Nin?” tanya Rhea retoris, sembari mengulurkan tangannya ke hadapan Anin. “Gua Rhea, temennya Ruha, sekaligus mantan ... Daffin.”

Anin menarik kedua sudut bibirnya. Menjabat tangan Rhea di detik berikutnya. “Anin, mantannya Mas Ruha, ‘temennya’ Daffin,” balas Anin, yang langsung diikuti tawa kedua perempuan itu.

Rhea sempat menyesap lattenya sedikit, lalu menatap Anin yang begitu cantik dengan scraf yang membalut mahkotanya. “Mas Ruha langsung cerita ke gua, waktu ketemu gua, sepulang makan bareng enggak sengaja sama lo. Katanya, sekarang Daffin udah sama cewek yang dari dulu Daffin jagain Cuma buat Ruha sakitin. Awalnya gua enggak paham, tapi setelah sebut nama lo, gua seketika sadar, feeling gua emang enggak pernah salah loh Nin.”

“Maksudnya?” tanya Anin tidak mengerti.

Senyum tipis di wajah Rhea langsung terlihat. Kedua lesung pipi itu jelas ada untuk mempercantik paras perempuan yang membiarkan rambutnya kini tergerai. “Gua sama Daffin lebih dari satu tahun Nin. Mutusin buat maju ke langkah selanjutnya, tanpa peduli semua fakta yang kita berdua sembunyiin. Gua yang enggak percaya pernikahan, dan Daffin yang masih terjebak di masa lalu,” ucapnya sembari tersenyum geli di akhir kalimatnya. “Kalau sekarang gua enggak ketemu lo, mungkin selamanya gua bakal percaya kalau Daffin termasuk pengecut yang enggak bisa ungkapin apa maunya. Tapi sekarang gua tahu, kenapa dia milih ngejauh dari lo yang tetep kekeuh buat sama Ruha, Nin.”

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang