Chapter 26 - Waktu

18 4 0
                                    

Aku masih perlu waktu. Sabarkah kamu jika harus kembali menunggu?
~

Dengan Inner yang dibalut Outer (Brocade Mix Tile), serta pashmina warna silver, senada dengan dressnya, Anin mengedarkan pandangannya dengan senyum mengembang. Apalai saat melihat binar puas saat para tamu selesai menyantap makanan yang Anin buat dengan susah payah, tersenyum puas setelahnya.

Dan lagi-lagi Azkia tak bisa mewakili Anin. Membuatnya harus turun tangan menghadiri acara sahabat Bu Indri yang tak mungkin ia lewatkan begitu saja.

"Mau di sini sampai kapan?" Pertanyaan itu seketika membuat Anin tersadar, jika kini ia benar-benar tak bisa lepas dari seorang Daffin. Lihat saja sekarang, sekelilingnya penuh dengan 'keluarga' Daffin, membuat Anin harus menjaga tindakannya sekarang.

"Btw, masakan lo enak Nin. Kayaknya gua enggak sia-sia, kan ngajarin lo kemarin?"

Anin seketika mendengkus. "Ngajarin apaan. Lo Cuma lihatin ya Daf," sahut Anin cepat mengingatkan.

"Ya gimana, di depan gua ada calon masa depan, masa gua perhatiin panci sama perkakas lo yang lain."

Mendarat sudah cubitan Anin di lengan kiri Daffin yang kini terbalut jas yang sudah digulung hingga siku. Membuat Daffin memekik, langsung terkikik geli setelahnya. "Iyha iyha Nin, gua enggak godain lo lagi kok," ucapnya meyakinkan Anin yang kini tengah berdecak kesal.

Sebelum decakannya berganti tatapan kaget melihat perempuan yang baru saja menghampiri sang mempelai di depan sana. Anin terpaku. Apalagi setelah melihat keakraban yang si perempuan berikan pada 'keluarga' Daffin.

Menyadari tatapan Anin yang sudah beralih, Daffin ikut mengalihkan perhatiannya. Menyadari mengapa tatapan yang dulu sempat Anin layangkan kala bertemu Ruha setelah sekian lama. Penasaran, mengapa seseorang bisa datang dan pergi sesuka itu.

"Gua mau buat pengakuan. Mau denger enggak Nin?"

Anin hanya mengalihkan perhatian menatap Daffin, tanpa membuka mulutnya.

"Perempuan yang pakai kebaya di depan sana, itu mantan gua. Namanya Rhea," ungkap Daffin membuat Anin tak bisa mengalihkan perhatiannya. "Kita udah pisah dari ... satu tahun yang lalu. Hampir aja kita tunangan, tapi ternyata semesta enggak merestui kita," lanjutnya sembari terkekeh hambar, membuat Anin seketika bertanya-tanya, apa ada yang tersisa di dalam jiwa Daffin?

"Kita deket hampir dua tahun, jadi wajar banget kalau si mbak ngundang Rhea-yang ternyata sekarang udah menetap di sini, dan ngobrol akrab sama mereka semua. Lo enggak kepengin ke sana Nin?" tanya Daffin beralih menatap Anin yang kini sudah merubah tatapannya. Tatapan tak percaya diri ... juga ketidaknyamanan.

Anin meneguk salivanya. Menundukkan kepalanya sejenak lalu terkekeh geli setelahnya. "Kita kecepetan enggak si Daf?"

Daffin tak langsung menjawabnya. Beralih mencari jawaban dari tatapan yang juga pernah Anin layangkan untuk dirinya, saat masa-masa awal perjuangannya. "Udah dari zaman SMK loh Nin. Dan lo bilang kita kecepetan? Lo mau buat gua berjuang berapa lama lagi?" tanyanya retoris membuat Anin seketika tertegun.

Inilah yang Anin takutkan. Mereka berdua sudah jauh bertahan sendiri, sebelum kembali dipertemukan dengan kondisi yang sama-sama patah. Lalu semesta kembali menghadirkan si sumber luka yang Anin takuti, kembali menjadi bayang-bayang yang setia mengikutinya.

Anin tak tahu seperti apa hubungan Rhea dan Daffin. Dan setelah mengingat apa saja yang sudah terjadi, wajarkah Anin merasa takut saat menghadapi keadaan seperti ini?

"Gua pernah sama Mas Ruha. Dan lo ... hampir sama Rhea. Dan usaha dari zaman SMK itu maksudnya apa Daf? Gua masih belum ngerti."

Seketika saja Daffin menarik napasnya. Melirik kembali ke arah Rhea, yang kini tengah menatapnya, lalu menatap Anin yang sedang 'ketakutan' menghadapi masa lalu yang dulu sempat Daffin rasakan.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang