Chapter 25 - Zona Nyaman

17 3 0
                                    

Aku sudah terlalu lama mengasing, hingga lupa bagaimana rasanya berbaur dengan kenyataan.
~

Tahu hal apa yang menyebalkan di siang hari yang terik ini? Anin tiba-tiba melihat batang hidung Daffin di hadapannya.

"Ngapain?" tanya Anin begitu terkejut, saat mendapati Daffin sudah berdiri di belakangnya, siap mendorong troli yang menampung belanjaannya.

Daffin langsung menampilkan senyum manisnya. Membuat rasa sebal yang selama ini menghantui Anin kala mendengar nama ataupun melihat Daffin seketika bangkit. "Nemenin calon belanja. Kayaknya gua kebanyakan kerja sampai lupa kapan terakhir ketemu deh Nin."

"Apa si Daf," ucap Anin merasa geli sendiri. Langsung saja ia meletakkan sayuran yang tadi diambilnya ke dalam troli, membalik badannya, dan melangkah meninggalkan Daffin.

Entah mengapa Daffin justru terkekeh saat mendengarnya. "Gua suka panggilan lo Nin. Enggak ada yang manggil gua Daf soalnya."

Dan Anin seketika menghentikan langkah. Kembali membalik badannya, menatap Daffin yang entah sejak kapan memandangnya selembut itu. "Panggilan Fin udah terlalu pasaran," sahut Anin seketika, membuat Daffin langsung terkekeh kecil.

"Itulah mengapa lo istimewa di mata gua Nin. Lo Cuma satu di dunia ini."

Mau tak mau Anin langsung mengalihkan perhatian. Tak ingin menampilkan wajah meronanya di hadapan Daffin. Tak peduli orang di sekitar mereka gemas akan tingkah mereka berdua.

"Hari ini gua free loh Nin, bisa banget kalau mau lo jadiin asisten buat eksperimen."

Ucapan itu membuat Anin meletakkan buah-buahan yang diambilnya dengan senang hati. "Enggak usah. Capek banget dari kemarin eksperimen terus sama Azkia," respons Anis begitu lirih, seolah tenaganya tiba-tiba menguar sekarang.

Siapa yang menyangka, Daffin ternyata langsung mengusap puncak kepala Anin perlahan, lalu menepuknya beberapa kali. "Mau gua anterin pulang aja? Kenapa harus belanja dulu deh, kan bisa minta tolong yang lain."

Anin langsung menggeleng. "Enggak bisa. Cafe belakangan lagi ramai. Mana bisa gua repotin mereka."

"Tuh, kan lo aja sebaik ini. Gimana gua enggak makin cinta Nin?" tanya Daffin retoris yang langsung dibalas delikan oleh Anin.

Lalu Anin merasa canggung. Memilih lanjut berkeliling, dengan Daffin yang setia mengikuti di belakangnya. Hingga tiba-tiba Anin teringat dengan pembicaraan sahabatnya tempo hari.

"Daf, gua mau tanya."

Permintaan itu membuat langkah Daffin terhenti. Menatap Anin sejenak, lalu mengangguk kemudian.

"Kenapa tiba-tiba ada kontrak kerja sama ayah? Kalian ngobrolin apa aja waktu di Jogja?"

Dan lagi-lagi Daffin langsung terkekeh. "Lo enggak tahu Nin? Itu jurus jitu biar cepet dapet restu tahu."

***

Sore itu tiba-tiba Maga datang ke Cafe. Meminta Anin untuk menemaninya menyambangi kedai pempek yang sudah lama menjadi langganan mereka. Dan berhubungan Anin tak membawa motor, dan ia juga mendadak menginginkan makanan itu, jadilah Anin menurut saja.

Maga yang masih mengenaikan pakaian kerjanya, dengan lengan kemeja yang sudah terlipat hingga siku, serta Anin yang kali ini menggunakan kulot juga kemeja oversize, sama-sama menyapa sang pemilik yang sudah dikenalnya.

"Loh kalian apa kabar? Udah lama enggak ke sini loh," sahut si ibu dengan manik berbinar.

Anin dan Maga sama-sama terkekeh. Biasanya mereka datang beramai-ramai, tapi karena yang lain sedang sibuk, jadilah Maga terpaksa hanya mengajak Anin. "Kemarin sibuk bu," jawab Maga mewakili.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang