Chapter 2 - Rumah

78 8 0
                                    

Ternyata, rumah yang kucari ada pada dirimu. Pantas saja setiap rumah yang kusinggahi selalu meninggalkan bekas perih, sebab kamu takkan pernah tega menggoreskan luka itu padaku, kan?
~

Daffin mengenal betul cafe yang disinggahinya saat ini. Suasananya, keramaiannya, bahkan auranya pun masih terasa sama seperti saat ia bertandang tempo hari. Pandangannya seketika beredar, mencari seseorang yang mungkin bisa ia temui di jam seperti ini. Tapi sayang, ia hanya menjumpai kebingungan kala tak mendapati Ade-orang yang hendak ditemuinya untuk membahas pekerjaan, di kursi yang ada di sekitarnya.

Pandangannya sekali lagi beralih, mencari waitres yang bisa saja mengetahui di mana keberadaan Ade, mengingat Ade sempat memberitahunya untuk bertanya ke staff cafe jika ia tak menemukannya.

"Permisi mbak," ucap Daffin yang seketika membuat Arshi-waitress yang ditemui Daffin menoleh dengan cepatnya.

Senyum di wajah Arshi langsung terlihat. "Iyha gimana mas?" tanya Arshi dengan ramahnya.

"Saya mau bertemu seseorang mbak, namanya Adelard Calvin. Saya disuruh tanya kalau enggak ketemu dia langsung," ungkap Daffin memberitahukan maksudnya, yang membuat senyum Arshi sekali lagi tersungging.

"Mas Ade kakaknya Mbak Anin ya mas?" tanya Arshi mencoba memastikan. Tenggat waktu yang ia habiskan untuk bekerja di sini tentunya membuat Arshi paham betul siapa orang terdekat juga terpenting bagi seorang Anindira Triazhara.

Manik Daffin seketika membelalak. Keningnya mengerut bingung mendengar pertanyaan sang waitres yang sangat membuatnya kaget tak terkira. "A-Anin? Mas Ade ini kakaknya Anin? Yang punya cafe ini?" tanya Daffin balik mencoba memastikan.

Arshi langsung mengangguk mantap. Menuntun Daffin untuk mengikuti langkahnya menuju lantai dua, tempat di mana Ade tengah menunggunya.

Daffin meneguk ludahnya. Mencoba bersikap biasa saja mendengar berita baru yang maha penting ini. Wajahnya coba ia normalkan, takut menghancurkan meetingnya yang begitu penting.

"Mas Ade sama masnya mau minum apa?" tanya Arshi yang seketika membuat Daffin tersadar akan lamunannya. Ternyata ia sudah berada di meja yang sama dengan sang klien.

"Biasa aja Shi," jawab Ade tanpa membuka buku menu yang sudah Arshi letakkan di atas meja. "Kamu pesen apa Fin?" tanya Ade yang membuat Daffin benar-benar kembali dari alam lamunannya.

Manik Daffin seketika beralih, meneliti buku menu setelahnya. "Espresso aja mbak," jawabnya yang langsung dicatat Arshi sebelum beranjak pergi meninggalkan pelanggannya.

Tak berapa lama, pesanan mereka datang. Daffin dan Ade pun serentak mengucapkan terima kasih pada Arshi yang ditanggapi anggukan. Ade pun mempersilahkan Daffin untuk meminum kopinya terlebih dahulu, sebelum memulai meeting yang teramat penting. Dan manik Daffin seketika terbelalak, begitu merasakan kopi yang yang diseruputnya mengalir ke tenggorokannya. Rasanya benar-benar membuatnya tertegun, persis seperti buatan sang ibu yang ia minum setiap harinya.

Ade mengernyitkan dahinya. Merasa khawatir melihat respons Daffin setelah meminum kopinya. "Kenapa Fin? Kopinya enggak enak?" tanya Ade penasaran.

Kedua sudut bibir Daffin seketika terangkat. Kekehan gelinya langsung terdengar membuat Ade makin penasaran setelah melihat respons Daffin "Enggak kok. Ini justru enak banget. Persis seperti buatan ibu saya," jawab Daffin yang membuat Ade merasa lega seketika.

"Kirain enggak sesuai selera. Enggak tahu di mana si Anin nemuin Melvin, kopinya enggak pernah mengecewakan soalnya," sahut Ade yang membuat senyum Daffin seketika melebar.

Anin adiknya Bang Ade? Tentu saja Daffin tak berani menanyakan itu secara langsung. Pekerjaannya saat ini jauh lebih penting dibandingkan menuntaskan rasa penasarannya. Iyah, mungkin lain waktu bisa ia pertanyakan langsung kepada yang bersangkutan.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang