Chapter 16 - Candaan Semesta

26 6 0
                                    

Raga ini terluka, jiwa ini terkoyak hebat. Apa lagi yang mau kauhancurkan wahai tuan penebar harap?
~

Di lingkungan persahabatan Anin, Magalah yang paling beruang. Yang paling loyal, tapi sayang ... juga yang paling resek di antara mereka semua.

Seperti sekarang. Malam minggu yang biasanya para cewek habiskan dengan orang tersayang, justru harus mereka habiskan di apartmen Maga untuk mengusir lelah setelah seminggu penuh bekerja di balik kubikel masing-masing. Maklum, sahabatnya itu rata-rata bekerja di instansi keuangan. Hanya Esha yang berani banting stir ke dunia fotografi.

"Hidup gua tuh paling nikmat kalau malem minggu. Lo tahu kenapa enggak Nin?" tanya Maga mulai merecoki Anin yang tengah mengaduk sup di samping Maga.

Anin hanya mendengkus. Ia tahu betul, Maga ini hanya sedang berbasa-basi. "Kalau hari Senin sampai Sabtu kan nikmatnya luar biasa. Ya karena lo bisa ketemu banyak cewek di kantor," sahut Anin asal tanpa menolehkan kepalanya sedikitpun.

Lingga langsung menjentikkan jarinya. Terkekeh geli mendengar jawaban Anin. "Bener banget tuh Nin," ucapnya setuju yang membuat para cewek langsung tergelak melihat raut nelangsa Maga.

"Bukannya dukung gua malah jatuhin gua lo pada. Pulang deh sana kalian. Bikin berantakan apart gua aja deh," sengit Maga yang membuat tawa mereka justru semakin membahana.

"Yang ngundang kita siapa, yang ngusir siapa. Laki bukan lo, Ga?" tanya Dalva cekikikan yang membuat Anin diam-diam tersenyum.

Maga seketika mendelik. "Pertanyaan lo Va, ngeraguin gua yah lo? Gila bener."

"Yang gila lo kali Ga. Enggak capek apa sepikin Anin mulu? Taubat deh lo," celetuk Esha yang kini beralih membantu Anin meletakkan mangkuk sup ke atas meja. Memang, jika malam minggu seperti ini mereka berkumpul, Anin akan menjadi juru masak yang tak bisa dihindari tugasnya.

Membantu Anin melepaskan celemek yang ikatannya amat menyusahkan, Maga tak memedulikan deheman para sahabatnya yang bersahut-sahutan. "Mana mungkin gua capek merjuangin yang gua mau. Sayang, udah enggak bisa dinego lagi rasanya Sha," jawab Maga kalem yang membuat Anin seketika menyentil kening Maga, yang tentu disahut ringisan. "Mungkin gua bakal mundur kalau Anin udah nemuin seseorang yang enggak cuma bagus dijanjinya aja."

Anin seketika mendorong bahu Maga untuk segera duduk di kursi yang berada di sampingnya. Ikut mendudukkan diri, langsung menyangga dagunya sembari menatap Maga begitu intens. "Kalau gua enggak nemu, lo mau jadi sukarelawan buat gua?" tanya Anin santai yang membuat Maga seketika tersenyum.

Memasukkan anak rambut Anin yang keluar karena baru selesai masak, Maga tak jua mengalihkan perhatiannya. "Bukannya gua orang pertama yang izin sama Om Gustin? Tapi karena yang bersangkutan masih dalam mode pencarian, gua akan tetap menunggu. Gua kan cowok yang setia Nin," jawab Maga dengan kedipan manja di akhir kalimatnya.

"CUT CUT! Akting lo enggak cocok, ulangi lagi!" seru Lingga tiba-tiba, yang membuat mereka semua langsung tergelak bersama-sama.

"Berapa kali pun gua lihat Maga lagi sepikin Anin, kok tetep cringe banget ya lihatnya? Lo masih kurang pro Ga makanya Anin belum mau bertekuk lutut sama lo," saran Zanna yang tak mau menunda tangannya untuk tak menyendok sup yang sudah dituangnya. Laper banget dong dari siang belum makan, giliran sudah ada makanan tepat di depan mata malah harus lihat drama yang entah sudah masuk episode berapa.

Dalva ikut menganggukkan kepalanya. Menyetujui ucapan Zanna tanpa menghentikan acara mengunyahnya. "Heem tuh. Maganya kurang jago. Sampai bisa diduluin Mas Ruha, mungkin sekarang tinggal Daffin kali yah, Ma--uhuk ... LO YANG BENER AJA DONG SHA?" seru Dalva yang langsung memelototi Esha setelah menyikutnya tanpa tahu ia tengah menelan nasi yang baru masuk tenggorokan.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang