Chapter 12 - Siapa Kamu?

34 4 0
                                    

"Bisakan kamu jawab dengan jujur, siapa kamu, berani-beraninya memporandakan seluruh hariku dengan bayang-bayang wajahmu tuan asing yang kembali datang?"
~

Anin mengaduk-aduk nasi gorengnya dengan tidak bersemangat. Terus menatap sang kakak yang masih bisa menikmati sarapan di pagi hari yang terasa menjengkelkan bagi Anin.

Embusan napasnya terdengar begitu kasar di pendengaran Ade. Tapi ia biarkan. Sebab ia menganggap Anin tengah mendapat tamu bulanannya hingga tidak mood seperti sekarang.

"Kak!" panggil Anin sedikit berteriak yang membuat Ade seketika kaget. Nasi yang hampir meluncur ke perutnya hampir saja tersembur jika ia tak menutup bibirnya rapat-rapat.

"Apaan sih? Ngagetin aja kamu," keluh Ade sembari menyambar minum di depannya.

Anin tak sedikit pun merasa bersalah. Meletakkan sendok di atas piringnya secara terbalik, dan mendorongnya menjauh takut ia lemparkan ke wajah kakaknya yang sudah siap menghadapi kejamnya dunia. "Ngapain kakak suruh Daffin ke sini semalam?"

Ade langsung mengernyitkan keningnya. Masih mencoba mengingat-ingat apa saja yang ia lakukan kemarin. "Lah orang dia mau balikin dokumen kakak yang kebawa, masa dibalikinnya ke cafe kamu. Bilang aja biar kamu bisa makan bareng Daffin, kan?" ejek kakaknya sembari tersenyum sinis. Membuat wajah Anin benar-benar tak enak dipandang pagi ini.

"Apaan si? Enggak ada yah. Lagian kan bisa dibalikin pas rapat lagi. Ngapain sampai nyamperin ke sini coba?" tanya Anin tak menyerah.

Ade mengedikkan bahunya. Tak acuh dengan omelan si adik yang tidak jelas sebabnya. Kembali menyantap sarapannya yang tinggal satu sendok dengan cepat, sebelum jarum jam di pergelangan tangannya semakin berputar. "Urusan kerja kakak sama Daffin udah selesai. Kenapa si Nin? Kakak enggak ngerasa ada salah loh sama kamu," ucapnya lirih saat mendongakkan kepalanya, dan mendapati Anin tengah menatapnya begitu intens.

Anin langsung menyandarkan punggungnya. Tak membuka mulutnya sampai Ade tiba-tiba memicingkan maniknya sembari menatap Anin.

"Kamu lagi jauhin Daffin atau gimana? Sampai ketemu Daffin aja reaksimu sebegininya. Atau .... Daffin udah ngapain kamu hm?" tanya Ade tak mengalihkan perhatiannya sedikit pun.

Mengalihkan perhatian sang kakak dengan mengangkat piring bekas sarapannya dan Ade, Anin langsung bergegas menuju wastafel. Yang tentu tak Ade biarkan begitu saja.

"Ah ternyata bener. Kamu ada sesuatu sama Daffin."

"Apaan? Enggak yah," sanggahnya cepat yang membuat senyum di bibir Ade sempat terlihat. Dan Anin langsung merutuk dirinya saat itu juga. Kenapa hal yang berkaitan dengan Daffin tak bisa ia sembunyikan dari semua orang si?

"Boleh lah kapan-kapan kakak undang Daffin buat makan di sini aja. Biar kamu enggak kabur-kaburan lagi kayak gini."

"Kakak," tegur Anin refleks yang ditanggapi tawa membahana sang kakak.

***

Anin sangat hobi makan. Maka dari itu ia memutuskan membuka cafe untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya, juga untuk membuat perutnya kenyang dengan poin tambahan. Seperti sekerang, ia tengah berkutat dengan perkakas dapur untuk membuat menu yang terngiang-ngiang di kepalanya.

Kedua tangannya masih sibuk memotong ubi yang ada di hadapannya. Karena baru ingin coba-coba, Anin sengaja tidak membuat banyak. Takut mubadzir, walau apapun yang ia berikan pada rekan-rekannya pasti akan dimakan dengan penuh suka cita.

Setelah selesai memotong, Anin langsung bergegas mencucinya, lalu meniriskannya. Tak lupa juga ia menyiapkan bumbunya. Anin itu bukan jenis orang yang pelit bumbu saat memasak. Ia lebih suka memasak dengan bumbu yang banyak supaya menunya terasa lebih memanjakan lidahnya.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang