Chapter 4 - Langkah Pertama

69 8 0
                                    

Mau bertanya mengapa aku baru melangkah sekarang? Harusnya kamu paham mengapa aku diam semenjak datang dengan dalih kecanggungan karena baru mengenal.
~

"Iyah, ini ada yang lagi nungguin juga kok," sahut Anin mencoba meyakinkan sang kakak agar tidak memaksanya untuk pulang bersama. Yang benar saja. Ia mana mau jika harus menunggu sang kakak yang jam pulang kerjanya sangat tidak menentu.

"Beneran loh ya dek enggak lagi bohong biar bisa pulang telat?"

Anin seketika mendengkus. Membuat Ade sempat tertawa di seberang sana. "Enggak kak. Maganya udah pulang jadi enggak bisa ngajakin jalan," sahutnya yang Anin tebak langsung membuat Ade justru berdecak. Mengingatkan akan perdebatan mereka kemarin pagi yang membuat Anin mendiamkan sang kakak hingga sekarang.

"Kalau udah sampai apartmen kabarin ya."

Anggukan mantap langsung Anin berikan walau Ade tak mungkin bisa melihatnya. Setelah mengiyakan permintaan sang kakak, Anin langsung memutus panggilannya kemudian. Memperhatikan layar gawainya yang menampilkan catatan pesanan klien yang baru ditemuinya.

Anin menghela napas. Langit sudah semakin menggelap, dan bus yang ditunggunya belum juga lewat di depan mata. Perhatiannya seketika beralih pada beberapa orang yang juga menunggu di kursi yang sama dengannya. Anin memang merindukan moment seperti ini. Saat di mana ia masih menggunakan angkutan umum saat bepergian ke mana pun. Apalagi saat masa abu-abunya.

Senyumnya seketika tercipta, membuat seseorang yang tengah memastikan apakah yang dilihatnya di kursi halte itu benar atau tidak ikut tersenyum saat itu juga. "Anin."

Manik Anin langsung terperanjat begitu melihat siapa yang tengah mengikis jarak di antara mereka. Sebisa mungkin ia mengontrol ekspresinya agar Daffin tak terkejut saat melihat responsnya ketika mendapati Daffin berada di tempat yang sama dengan dirinya..

"Dari mana? Kok di sini?" tanya Daffin sembari mendudukkan dirinya di samping Anin, yang kebetulan kosong tidak berpenghuni.

Kedua sudut bibir Anin seketika tertarik. "Habis meeting Daf. Lagi nunggu bus lewat nih."

Kernyitan penasaran langsung muncul di dahi Daffin. Seingatnya Anin ini terbiasa membawa kendaraan pribadi, mengapa sekarang Anin justru tengah duduk manis bersama orang asing?

"Kok tumben?" tanya Daffin tak sedikit pun menutupi rasa penasarannya.

Anin jelas menangkap itu. Walau sebelumnya ia tak terlalu dekat dengan Daffin, tapi Anin cukup paham dengan ekspresi terbuka yang biasa Daffin berikan. "Lagi enggak bawa motor," jawabnya singkat yang membuat Daffin menganggukkan kepalanya paham. "Kok ... lo di sini Daf?" tanya Anin sedikit sangsi, mengingat ia tak pernah mau berbasa-basi pada Daffin sebelum ini.

Daffin langsung mengalihkan perhatiannya. Memperhatikan Anin yang kali ini menggunakan blus dan rok simple dengan jilbab navy yang menyempurnakannya. Jangan lupakan kacamata yang bertengger manis di atas hidung mancungnya. "Nyamperin lo. Kirain tadi lagi sama seseorang, ternyata sendirian. Jadi tepat, kan tindakan gua?" tanyanya menaikkan sebelah alisnya yang membuat Anin langsung terdiam di tempatnya. "Kenapa enggak meeting di cafe lo sendiri? Kan lo enggak perlu keluar gini," lanjutnya yang membuat Anin tersadar dari lamunan tak wajarnya.

"Enggak tega. Ibunya ini udah jadi langganan dari pertama gua buka cafe. Udah lumayan berumur, jadi mending gua aja yang nyamperin." Pandangannya tanpa sadar mengikuti pergerakan orang-orang yang sudah beranjak dari duduknya. Dan ternyata bus yang mereka tunggu sudah berhenti di depan sana.

Melihat Anin yang langsung menyampirkan sling bag di bahunya, Daffin paham apa yang akan Anin lakukan. Tanpa sadar, ia langsung mencekal lengan Anin yang ingin beranjak, membuat Anin langsung menatapnya dengan tatapan kaget yang tak ia sembunyikan sedikit pun.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang