Chapter 15 - Stopwatch

27 4 0
                                    

Aku bisa apa kala hatimu mengkhianati janji tetap setia menemaniku apapun kondisinya, wahai tuan penyembuh sekaligus pemati rasa?
~

Anin menatap sahabatnya satu per satu. Binar bahagia jelas terpancar dari manik para wanita di sekelilingnya. Sedang dua lelaki yang tepat berada di depannya ini tengah sibuk dengan gawainya masing-masing. Anin mendesah pelan, yang membuat Maga dan Lingga kompak mendongakkan kepalanya.

"Kenapa Nin? Capek banget yah?" tanya Lingga begitu melihat raut lelah di wajah Anin.

Anin tak menanggapinya. Tapi maniknya masih tak beralih dari dua sahabat yang sudah lama bersama dirinya itu.

Maga langsung meletakkan gawainya. Mengalihkan perhatiannya sepenuhnya pada Anin. Sahabat wanitanya pun seketika menyangga dagunya siap melihat drama. "Kenapa Nin? Bahagia banget yah lihat gua di sini?" tanya Maga enteng yang langsung ditanggapi dengan kekehan para sahabatnya.

"Kejutan banget yah? Kalian berdua tiba-tiba di sini, dan enggak ngabarin mau pindah sama sekali. Apaan tuh, yang lain dapat oleh-oleh, gua enggak Ga?" tanya Anin menaikkan sebelah alisnya.

Lingga dan Maga, yang sama-sama suka dipanggil Ga oleh Anin, langsung bertatapan satu sama lain. Sedang Dalva langsung terbahak melihat raut wajah Anin.

"Demi apa Nin, keberadaan gua di sini enggak cukup jadi hadiah buat lo?" tanya Maga retoris, yang langsung dihadiahi lemparan bantal. Maklum, saat ini mereka tengah berkumpul di rumah Esha seperti biasanya.

Anin langsung mendengkus, membuat Maga menarik kedua sudut bibirnya setelahnya. "Oleh-oleh dari gua privat banget. Jelas, enggak bisa ada yang lihat kecuali lo Nin."

"Hilih, cringe amat Ga," komentar Zanna sebelum terkekeh menyadari sahutannya.

Esha dan Dalva tak sedikit pun bersuara, malas menanggapi sahutan Maga yang selalu tak pantas didengarkan.

Anin langsung mengibaskan tangannya. Menengadahkan tangannya ke hadapan Lingga tanpa aba-aba. "Lo enggak mungkin ngingkarin janji kan, Ga?" tanya Anin sekali lagi, yang disahuti Lingga dengan kekehan diiringi gelengan kepala.

Membalikkan badannya, Lingga membuka tasnya di detik berikutnya. Mengambil apa yang sudah ia janjikan pada Anin dengan senyuman menawan. Yang tentu tak akan berpengaruh bagi sahabat wanitanya.

Senyum Anin seketika tersungging. Maniknya seketika berbinar kala melihat lukisan yang terbentang ditangannya. "Wasya, lo memang jago banget Ga. Makasih," ucap Anin tulus dengan senyum menawan di wajahnya. Membuat Maga langsung menyangga dagunya supaya bisa melihat Anin dengan lebih leluasa. Apalagi binar takjub saat melihat lukisan pasangan fenomenal yang melatarbelakangi terbentuknya Candi Prambanan, hasil karya Lingga sendiri, Maga tak bisa mengalihkan pandangannya.

"Maga, biasa aja dong lihat Aninnya. Nanti cinta loh," ujar Dalva iseng sembari menarik tangan Maga, yang untungnya tidak membuat Maga oleng dari posisinya.

Maga seketika mendelik. "Biasa aja dong Va. Kalau enggak suka tuh bilang," protes Maga kemudian.

"Iyah. Gua enggak suka lo pindah ke sini. Balik aja sana lo ke jogja. Bikin sepet aja lihat tingkah lo yang alay gini tahu. Sadar enggak?" sahut Dalva cepat yang membuat Maga langsung tergelak.

Dalva langsung mendengkus. Dan yang lain seketika tertawa melihat respons Dalva.

"Eht yah, gua kemarin lihat Bang Ruha loh. Sejak kapan dia balik ke sini?" tanya Lingga melihat sahabatnya satu per satu.

Anin langsung terdiam. Meletakkan lukisan yang diberikan Lingga di atas meja, dan mengambil gawainya kemudian.

Zanna langsung berdeham. Membuat para wanita langsung pura-pura sibuk dengan kegiatannya yang lain.

Devolver (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang