Nathan
"Haha Nathan beneran ditolak sama Winata. Gue yang menang taruhan kalau gitu!"
"Anjing lah! Padahal gue yakin si Nata bakalan mau-mau aja. Cewek miskin kayak dia harga dirinya tinggi juga ternyata."
"Wah wah padahal kalau sampai bisa tidur bareng, lo bakalan dapet mobil baru Nat!"
"Cek-cek, jadi gimana rasanya tertolak wahai saudara Nathan Dirgantara?"
"Bangsat! Minggir lo semua!"
Gue marah, emosi, kesal menjadi satu. Barusan gue ditolak sama Winata Adiba?
Yang bener aja anjing! Selama ini gue rasa udah cukup baik sama dia. Apa kebaikan gue masih kurang?
Nebeng, jajan, jalan-jalan. Meskipun gue sedikit memaksa dan Nata di akhir selalu bilang mau ganti uang yang gue keluarin.
Apa semua itu belum cukup? Kurang gentle apa gue di depan dia?
Gue ditolak, dan ini pertama kalinya dalam hidup seorang Nathan Dirgantara di tolak mentah-mentah kayak gini.
Kenapa gue sakit hati gini padahal cuma ditolak sama cewek miskin bin udik? Dada gue sakit banget anjing, padahal bukan anak presiden yang nolak gue.
Winata Adiba. Namanya selalu terukir dihati gue. Satu bulan, dua bulan, satu tahun gue berusaha ngelupain dia.
Sialnya takdir seolah mengikat kita. Dia pindah, jadi tetangga gue. Dan kita berkuliah di tempat yang sama — fakultas yang sama pula. Setiap kali berpapasan sama dia, sesuatu di dalam dada gue selalu terusik.
Rasa sakitnya masih membekas ternyata.
Sialan ta!
"Cewek cantik diangakatan kita siapa tuh namanya?
"Siapa? Yang dari jurusan seni rupa itu?"
"Kayla?
"Bukan yang satunya, yang penampilannya agak tomboy."
"Nata? Winata?"
Mata gue melebar. Lihat! Gue selalu antusias saat temen-temen gue membicarakan tentang Nata.
"Nah iya si Nata! Sok jual mahal banget anjir. Gue denger dia baru aja nolak kating. Tuh kating katanya asdos."
Gue jadi berpikir. Selera lo yang kayak apa sih ta?
"Nata tuh udah miskin belagu, gak mampu bayar UKT disuruh jual diri nggak mau."
"Sok jual mahal dia. Lagian kalau dilihat-lihat body juga biasa aja, modal tampang sama dempul doang. Ukuran dada sama pinggang jelas Kayla yang menang."
Gue pasti sangat brengsek karena diam-diam merasa bahagia saat temen-temen gue menjelekan-jelekan Nata.
Nata cantik. Dimata gue dan gue yakin semua orang juga berpikiran hal yang sama. Make up, gue rasa Nata nggak terlalu mencolok. Dia justru terkenal karena terlalu natural.
Body? Nggak ada bedanya seperti saat SMA. Nata demen banget menggunakan pakaian oversize.
Sayang banget, tubuhnya disia-siakan gitu aja. Gue jadi penasaran, dibalik hoodie dan sweater monokrom Nata kira-kira ada isinya apa.
"Lo sebagai tetangganya... gimana pendapat lo Nat?"
Dia satu-satunya cewek yang nggak bisa gue miliki! Sialnya sampai sekarang gue nggak bisa ngelupain dia!
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Series 2; Salty and Sweet
Romance❝We fight, we fuck! But, what are we?❞ - by milkymiuw