Winata
Gue pulang ke rumah lebih larut dari biasanya Pukul sepuluh malem, gue ngaret dua jam.
Gue udah ngabarin mama, semoga aja dia nggak khawatir.
Mama udah tahu masalah yang gue hadapi akhir-akhir ini. Tentang lukisan gue.
Reaksi mama sungguh luar biasa, dia mencak-mencak gak karuan dan nyeplos pengen jambak rambutnya si dosen sableng itu sampai botak.
Gue terkekeh geli. Mama udah berubah ya. Dulu dia punya pemikiran yang sama kaya si Jeffrian-kalau seni gue bisa diperjual belikan denga mudah. Sekarang mama seratus persen dukung bakat gue.
Itu juga yang membuat gue miris. Terhitung dua minggu gue gak pernah lagi mengoleskan cat ke kanvas. Rekor terlama.
Megang kuas aja gue gemeteran. Sumpah, gue nggak pernah ngalamin kaya gini sebelumnya.
Gue tahu, ini efek dari kepercayaan diri gue yang pudar. Gue kembali memikirkan rencana gue tentang berusaha menjadi seniman. Terlalu jauh rasanya. Dan mungkin gak bisa gue gapai.
Lihat kan? Gue gak pernah seminder ini sebelumnya. Bahkan gue cenderung punya kepercayaan diri yang berlebih.
Bayangan papa setiap saat menunggu gue setiap kali gue memegang kuas dan palet selalu terbesit di pikiran gue.
Senyuman lebar pria itu yang nggak sekalipun bisa gue lupakan. Tatapan bangga dan penuh harapnya ke gue menjadi salah satu alasan gue begitu semangat dalam mengejar cita-cita.
"Cantiknya papa mau jadi apa kalau sudah besar nanti?"
"Eumm.."
"Tata suka menggambar?"
"Iya! Tata suka bikin gambar di buku papa! Seruuu!"
"Gimana kalau papa belikan kanvas biar Tata bisa sesuka hati melukis di sana."
"Tata mau gambar pa, bukan melukis."
"Anak papa punya bakat. Nggak seperti papamu yang seorang penulis gagal. Tata bisa jadi pelukis terkenal."
"Iyaa Tata bisaaa!"
Huh, Tata gagal. Maafin Tata pa!
"Akhirnya kamu pulang.." gue kaget pas buka pintu mama ternyata nungguin gue di dalem.
"Kenapa ma?"
Perasaan mama nggak ada nitip sesuatu. Gue langsung cek hp. Bener kan, nggak ada pesan dari mama. Selain percakapan terakhir kita tentang gue yang pulang maleman.
"Ada paket dari Nathan."
"Hah paket ma?"
"Iya mama taruh di dalem kamar kamu... nggak berani mama buka. Gede banget paketnya."
"Nathan sendiri yang dateng ke sini ma?"
Mama ngangguk.
"Kok Nathan nggak mampir ke kafe ya.." gumam gue.
Mama ngikutin gue pergi ke kamar. Gue sangat amat penasaran dengan paket yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession Series 2; Salty and Sweet
Romance❝We fight, we fuck! But, what are we?❞ - by milkymiuw