Sinar matahari dari luar mampu membuat netra alana terbuka, ia mau tak mau harus bangun dari tidurnya yang nyenyak ini.
" Ayo bangun al, nanti kamu telat sekolah gimana?"
Alana mengerjap, ia mulai mendudukkan dirinya di atas ranjang miliknya ini.
" Tumben kesini pagi banget tan? Kenapa?"
Chika menoleh pada alana. Ia mulai mendudukkan dirinya disamping tubuh alana diatas ranjang alana ini.
" Tidurnya nyenyak banget tante liat liat, tadi malem obatnya diminum kan?" tanya chika
Alana mengangguk cepat
Chika tersenyum," Pinter, dah sana mandi! Udah siang nih, ntar telat ke sekolahnya" titah chika seraya berdiri dari duduknya
" Aji udah dateng btw" bisik chika pada telinga alana
Alana membelalakkan matanya," TANTEEE! KENAPA NGGA BILANG DARITADI?!" teriak alana
Chika terkekeh kecil," Sengaja, biar kamu panik dikit" jawabnya dan langsung keluar dari kamar keponakannya ini
Dengan langkah cepat kakinya ia bawa ke kamar mandi didalam kamarnya ini. Alana melakukan segala aktivitas persiapannya pergi ke sekolah dengan sangat cepat, ia tak mau sang pacar menunggunya terlalu lama.
Kaki jenjangnya itu ia langkahkan cepat ketika menuruni anak tangga rumahnya ini. Sorot matanya mampu melihat seorang yang sangat ia kenali sedang duduk di ruang makan dan sedang bersarapan dengan papahnya. Langkahnya sempat terhenti ketika melihat pemandangan ini di pagi harinya. Seperti tak ada angin ataupun hujan, bagaimana bisa pacarnya itu bisa bersarapan bersama dengan papahnya?.
Kakinya ia mulai bawa kembali ke segera menuju ruang makan, " Yuk berangkat ji" ajaknya pada sang pacar
Aji mengangguk dan mulai berdiri dari tempat duduknya," Saya izin untuk mengantar alana ya om, saya janji ini untuk terakhir kalinya" ucapnya
Alana mengernyitkan keningnya dengan menatap sang empu yang berbicara kepada papahnya ini. Sorot mata alana terus meminta jawaban atas apa yang baru saja aji katakan ini. Namun bukan jawaban yang alana dapat, tarikan halus dari aji ke pergelangannya membawa untuk segera keluar dari rumah ini.
Aji terus membisu, tak ada satu katapun yang aji lontarkan untuk menjawab seribu pertanyaan dari gadis disampingnya ini.
Mobil berjalan dan ikut berbaur dalam kemacetan ibu kota hari ini, namun aji masih enggan untuk menjawab pertanyaan yang masih terus saja dilontarkan oleh alana.
" Jangan diem kayak gini, ji! Papah nyuruh kamu buat apa?"
Aji masih tetap diam, air matanya yang ia tahan semenjak tadi mengalir begitu saja dihadapan kekasihnya ini. Mobilnya ia hentikan dipinggir jalan begitu saja, kepalanya ia tundukan dengan tumpuan stir didepannya. Ia benar benar tak kuat kali ini, ia benar benar kehilangan energinya kali ini, ia benar benar lemas tak berdaya kali ini.
Alana masih diam, matanya terus menatap kekasihnya yang sedang tak berdaya disampingnya ini. Tangannya terus terulur dan mengusap pergelangan tangan aji dengan pelan, ia berusaha menenangkan walaupun dirinya tak tau apa yang sedang terjadi kepada kekasihnya ini.
" Aku ngga tau apa yang papah omongin sama kamu sampe kamu nangis kayak gini. Ji, kalau emang papah nyuruh kamu buat pergi dari aku, jangan mau ya? Aku ngga bisa tanpa kamu, aku selalu butuh kamu, aku ngga bisa ji"
Aji menoleh, kepalanya yang ia tundukan tadi kembali tegap dengan sorot matanya yang beradu pandang dengan kekasihnya ini.
" Aku ngga sebaik yang kamu kira, al"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA DAN LUKANYA (END)
Teen Fiction17 tahun mungkin menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk remaja pada umumnya, tapi tidak dengan dia. Luka yang terlalu dalam membuat ia tidak seperti remaja pada umumnya. Mungkin kesenangan duniawi tidak membuatnya kuat sampai saat ini, tapi salah s...