" Pah"
Suara panggilan yang terdengar dengan sedikit merintih mampu membuat mata Vino yang sedari tadi terpejam terbuka perlahan, netranya mampu menangkap sang anak semata wayangnya itu meringkuk dengan memegangi dada yang terlihat sangat kesakitan. Dengan segera ia beranjak dari sofa tempat ia tertidur tadi untuk melangkah lebih dekat pada Alana disana.
" Alana kenapa? Apa yang sakit sayang?" tanya Vino dengan nada khawatir yang ketara
Alana masih setia meringkuk kesakitan diatas ranjang," Dada Alana sakit banget pa, tolong pah" inginnya
" Kunci mobil kamu dimana sayang?"
Alana menunjuk gantungan beberapa kunci di samping lemari pakaiannya, Vino mengikuti arah tunjuk Alana, segera ia berlari mengambilnya dan membuka pintu unit kamar putrinya ini agar mempermudah ia dalam membawa Alana dalam gendongannya.
Tak ada yang bisa dimintai pertolongan kali ini, jam berputar tepat di angka dua pagi ini Vino yakin tak ada orang yang matanya terbuka kali ini. Ini gendong Alana sendirian disana menuju basement dimana mobil milik anaknya itu terparkir disana, ia akan membawa Alana ke rumah sakit terdekat.
Ia bawa mobil milik putrinya ini dengan kecepatan lumayan tinggi, dengan bantuan google maps ia sampai di rumah sakit terdekat dengan waktu tempuh sekitar tiga belas menit. Segera ia meneriaki siapapun suster atau pegawai disana untuk dengan segera membawa sang anak dalam bilik untuk segera ditangani.
Dorongan banyak suster terlihat tergesa gesa dalam membawa ranjang anaknya ini menuju ruang perawatan, Vino mengikuti gerak langkah suster suster itu hingga sang anak terlihat masuk dalam ruangan didepannya ini. Kakinya lemas tak berdaya, dirinya ia dudukan pada kursi yang tak jauh dari ruangan itu, nafasnya masih terengah-engah disana, bukan karena ia menggendong sang anak dari unit tadi tetapi karena ketakutannya akan rintihan sang anak yang terdengar sangat menyakitkan itu.
Ia akan memberi apapun itu pada ayah Ashel atau sahabatnya itu karena beberapa tahun yang lalu telah membuatnya sadar untuk menyayangi putrinya itu lagi, keputusan yang sangat tepat bagi Vino karena bisa menemani sang putri yang kini sedang melawan sakit itu.
Vino ingat betul bagaimana ia selama 10 tahun setelah kepergian sang istri tak menganggap putrinya itu anak, masa masa peralihan anak anak pada remaja tak Vino dampingi di sisi anaknya, anaknya tumbuh dengan baik tanpanya, dosa besar Vino yang harus ia tebus pada anaknya itu.
" Tuhan, tolong anak saya"
Mohon Vino dengan penuh harap pada Tuhan.
Ia keluarkan telepon genggamnya dari saku celananya, ia mencari nomor bernama dari kekasih putrinya itu, ia akan menelpon Skala Bumi.
Kekasih putrinya itu akan segera kesini setelah ia menelponnya tadi, kini kepalanya ia senderkan pada dinding di belakangnya ini, netranya menghadap ke arah atas dengan tangan yang terlipat di dada. Bayangan masa kecil sang putri berputar disana, dimana masih ada Shani disampingnya.
" Bunda, Alana mau mam ayam goreng"
Shani tersenyum dan mencubit hidung bangir milik anaknya ini dengan gemas," Oke sayang, Alana duduk di meja makan dulu sama papa ya? Nih bunda goreng ayamnya" ucap Shani pada anak kecil di depannya ini
Alana kecil mengangguk, dengan senang hati ia berjalan dan mulai duduk di kursi meja makan dengan sang papah disana yang sedang membaca koran seraya menanti sang istri selesai membuatkan sarapan untuknya.
" Alana hari ini sekolah mau dianter papa atau sama sopir?" tanya Vino pada anaknya itu
Alana menunjuk Vino dengan semangat," Papa dong, sama bunda juga kan berangkatnya pa?" jawab anak itu
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA DAN LUKANYA (END)
Teen Fiction17 tahun mungkin menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk remaja pada umumnya, tapi tidak dengan dia. Luka yang terlalu dalam membuat ia tidak seperti remaja pada umumnya. Mungkin kesenangan duniawi tidak membuatnya kuat sampai saat ini, tapi salah s...