• ¹⁴ •

620 65 0
                                    

Kaki jenjang milik aji terlihat bergerak tergesa-gesa pada lorong rumah sakit ini. Hatinya tak karuan rasanya, sedari tadi pikirannya hanya tentang istri dan calon anaknya ini.

Netranya mampu melihat keluarganya dan keluarga ashel didepan salah satu bilik di rumah sakit ini. Kakinya semakin ia percepatan untuk segera sampai pada segerombolan orang orang itu.

Nafasnya terengah-engah, cucuran keringat nampak jelas pada pelipis aji. Matanya hanya mampu melihat sang papa dari istrinya ini, iya hanya sang mertua yang ia tatap kali ini.

" Ashel, ashel gimana pa?"

Tak ada jawaban untuk pertanyaannya ini, mertuanya ini hanya menepuk pelan pundak kiri aji.

" Dokternya belum keluar, kita belum tau apa apa"

Rasanya ingin sekali ia mendobrak pintu bilik didepannya ini, ingin sekali ia segera menanyakan bagaimana keadaan sang istri dan calon anaknya ini, ingin sekali melihat kondisi wanita yang beberapa bulan terakhir ini menjadi perhatiannya, ingin sekali aji lakukan itu semua.

Ashel, sang istri mengalami insiden terjatuh dari tangga di rumahnya itu ketika aji sedang bekerja. Ia dihubungi oleh sang ayah jika istrinya ini harus dibawa ke rumah sakit segera. Pekerjaan yang menumpuk, tak aji hiraukan saat itu. Yang aji pikirkan adalah bagaimana kondisi dari wanita yang beberapa bulan belakangan ini menjadi perhatiannya?

Rumah tangga Aji dan Ashel mengalami perubahan yang sangat signifikan setelah Vino berbicara pada Aji pada beberapa bulan yang lalu.

Rumah tangga yang berawal dari keterpaksaan seorang Aji Baskara ini menjadi sangat harmonis ketika usia kandungan Ashel menginjak bulan ke 4. Tak ada lagi dua insan yang enggan tidur dalam satu kamar, tak ada lagi dua insan yang saling tak berkabar, dan tak ada lagi dua insan yang saling tak menghiraukan.

Apakah ia melupakan seorang Alana Gracia? Apakah seorang Aji Baskara mampu melakukannya? Entahlah, hanya aji dan tuhan yang tau tentang bagaimana perasaannya pada Alana Gracia.

Suara pintu terbuka terdengar samar ditelinganya. Pria berpawakan tinggi dengan memakai pakaian khas dokter dengan alat stetoskop di lehernya mampu membuat aji berdiri sempurna dari duduknya.

" Suami pasien apakah ada disini?"

Aji mengangkat tangannya sebelah kanan," Saya suaminya, dok" Ucapnya

Dokter mengangguk paham," Baik, bisa keruangan saya sebentar saja? Ada hal yang harus saya sampaikan kepada anda perihal pasien dan juga calon anak bapak" Jelas dokter

Aji mengangguk, ia segera mengekor sang dokter tadi untuk menuju ruangan dokter tersebut. Entah apa yang akan dibicarakan oleh dokter itu, yang pasti aji sangat takut kali itu.

*****

" Gih masuk, dokter Alya udah nungguin tuh"

Alana menggeleng, ia sangat sangat tak berminat melakukan kemoterapi hari ini.

" Al, lihat aku dulu sini"

Alana menurut

Pria didepannya ini merapikan anak rambut yang sedikit berantakan dikeningnya," Kemarin kan udah janji mau sembuh, udah janji juga kan sama papa?" ucap pria itu

" Ya tapi kan hari ini seharusnya kita jalan, kan kita minggu depan pasti udah sibuk buat daftar kuliah"

Pria didepan alana ini terkekeh kecil," Abis ini kita masih bisa jalan kan? Janji deh abis kamu kemo, aku beliin kamu eskrim. Mau ngga?" Tawar pria itu pada alana

" Oke deal"

Baik alana maupun pria didepannya ini sama sama tertawa, mudah sekali menyuruh perempuan didepannya ini untuk melakukan kemoterapi hanya dengan eskrim? batin pria itu

" Dah sana masuk, biar cepet selesai terus kita beli eskrim"

Alana mengangguk cepat," Tunggu sini ya kal? Kalau bosen ke kantin dulu aja" ucap alana

" Aku ngga bakal bosen buat nunggu kamu disini"

Alana tersenyum, lalu tubuhnya ia ajak untuk segera masuk kedalam ruangan yang beberapa bulan terakhir ini sering ia kunjungi.

Jika tak ada yang tau jalan Tuhan seperti apa, mungkin ini contohnya.

Tak ada yang pernah menyangka jika seorang Skala Bumi mampu menerobos kehidupan seorang Alana Gracia sejauh ini. Tak ada yang menyangka jika dua insan yang tak pernah terbayangkan bersama bisa menjadi sedekat ini, tak ada yang menyangka.

Jangan salahkan siapapun disini, tak ada yang salah. Semua hanya takdir Tuhan, tak ada yang bisa menyangkal hal itu.

*****

" Alana tadi jadinya pergi sama siapa bang? Sama kak Cindy atau Skala?"

" Skala "

Chika mengangguk paham, ia dudukan dirinya pada kursi kosong didepan sang kakak tertuanya ini. Teh yang ia buat tadi, ia sesap dengan suara musik yang mendominasi di rumah kakak tertuanya ini. Chika sedang bersantai hari ini.

" Anak kamu kemana? Kok kayak nyantai banget kamu hari ini"

Chika meletakkan cangkirnya di atas meja," Lagi ikut mas aran ke rumah mamanya, yaudah deh aku kesini. Niatnya mau nemenin alana kemo, tapi ternyata udah sama skala" jelasnya

" Kalah cepet kamu sama skala, dia udah dateng daritadi pagi"

Chika mengerjapkan matanya sebentar," Effort banget, beneran mau deketin alana ya?" tanyanya

Vino mengendikan bahunya tak tahu

" Kalau ngga mau deketin alana, pasti ngga se-effort ini"

Vino meletakkan laptop dipangkunya ini ke kursi samping tempat duduknya," Ya kalau mau deketin juga gapapa, anaknya juga kayak baik gitu" ucapnya

" Aji gimana? Alana emang udah beneran lupa?"

Vino terkekeh," Kalau cuma berputar sama suami orang, nanti alana gimana? Dia juga harus ngelanjutin hidupnya kan?" jelas Vino

Chika mengangguk paham," Bener juga, tapi emang secepet itu?" tanyanya lagi

" Ya kalau cocoknya sekarang ya kenapa ngga?"

Chika terkekeh kecil," Iya deh iya, kalah aku. Kenapa sih abang kayak dukung banget alana sama skala?" tanyanya heran

" Anaknya baik, ngga neko neko, perhatian juga kayaknya, ya pokoknya kayak gitu deh"

Chika menggunakan tangan kanannya untuk tumpuan dagunya ini," Kalau abang tau gimana dulu baiknya aji, abang bakal lebih yes sama dia" ucapnya yakin

Vino terkekeh lagi," Kamu ngira abang ngga tau gimana baiknya aji? Abang tau, chika. Abang ngga peduli sama alana dulu bukan berarti abang lepas tangan sama dia, abang juga masih perhatiin dia walau dari jauh. Aji memang sebaik itu, abang tau. Tapi kalau sekarang udah punya istri mau gimana? Dia juga udah mau punya anak kan?" jelas vino


*****





SEMESTA DAN LUKANYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang