Hampir semua orang bersuara, seperti yang sedang arisan saja. Padahal ini adalah momen pemilihan ketua, harus rahasia, tidak boleh didiskusikan dengan teman. Walaupun tidak ada sistem coblos, seru juga dengan menulis nama pilihan di kertas kosong yang hanya secuil ini.
"Waktu sudah selesai ya, tidak perlu ada yang didiskusikan. Semua peserta harus memilih siapa yang akan menjadi ketua, tiga menit dari sekarang kalian harus mengumpulkan kertas yang sudah digulung ke meja ibu."
Suasana perlahan hening, dengan tertib satu per satu anggota maju untuk menyimpan kertas yang sudah ditulis dengan nama pilihannya masing-masing.
"Baik semuanya, jumlah kertas sudah tujuh puluh enam, tujuh puluh lima peserta dan satu adalah ibu. Jadi sudah lengkap, ya, mari kita mulai penentuannya."
Aku terkejut dengan jumlah anggota yang ada, seluruhnya sama dengan dua kelas, tapi memang hanya sebagian kecil saja anggota laki-laki di sini. Aku memang pernah dengar desas desus bahwasanya adiwiyata termasuk salah satu ekstrakurikuler yang sangat populer di sini, jadi keterkejutan ku ter-filter dengan fakta itu.
Dua orang perempuan yang tidak aku kenal maju, yang satu menyebutkan nama yang ada di balik gulungan kertas, yang satu lagi menulis garis-garis untuk menunjukkan jumlah orang yang memilih kandidat di papan bor.
"Embun." Satu garis di kolom dia. Sejauh ini embun baru mendapatkan lima, Via sepuluh, dan Ratna sepuluh.
Lima kertas telah dibuka, dan kelimanya berisikan nama Ratna. Aku jadi khawatir, apakah Embun akan menang? Aku menggelengkan kepala, gak gak mungkin, dia presentasi paling bagus diantara mereka. Tapi, jika sampai Embun tidak terpilih, sungguh terlalu orang-orang.
"Embun!"
"Embun!"
"Embun!"
Aku tersenyum bahagia ketika nama Embun terus disebut. Sayup-sayup terdengar, "aku milih téh Embun, banyak orang yang pilih dia juga, gak mungkin kalau dia sampai kalah."
Aku terkejut juga bangga ketika sampai sekarang, nama Embun lah yang terus disebut, semua orang bahkan sudah bertepuk tangan, tinggal satu kertas tersisa, jikalau isi kertas itu bukan nama Embun, tetap, Embun lah yang akan menjadi pemenangnya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatan Embun.
"Embun!" Ucap pembaca itu dengan antusias, semua orang yang berada di ruangan ini_terkecuali Embun sendiri_bertepuk tangan pertanda gembira.
Pandanganku sangat lekat pada Embun, tidak ada barang sedetikpun aku berpaling. Entah aku salah prediksi atau apa, tetapi mengapa aku melihat Embun seperti yang sedang tertekan? Ah, mungkin dia sedang menahan nangis bahagia, pikirku lagi.
Embun menang dengan perolehan suara sebanyak lima puluh, sedangkan Via lima belas, dan di posisi ke tiga ada Ratna sebelas poin.
"Selamat Embun, karena telah terpilih menjadi ketua adiwiyata. Semoga menjadi pemimpin yang amanah, untuk wakilnya silahkan tentukan sekarang. Kamu mau ajak siapa?" tanya ibu Fatimah.
Embun terlihat mengedarkan pandangannya, seperti kebingungan memilih siapakah yang pantas untuk menjadi rekan bekerjanya.
"Cari yang ganteng aja!" tiba-tiba saja kata-kata itu lolos dari mulutku. Sebagian orang yang menyadari itu aku langsung melihat kepadaku. Hampir semua orang tertawa. Aku jadi malu setengah mati, aku spontan mengucapkan itu, aku tidak sadar.
"Aku pilih Via, Bu."
Aku mengangguk seakan paham dengan ada yang dipikiran Embun. Via adalah pemenang kedua di sini, dia pasti percaya pada Via akan menjadi rekan yang baik untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun
Teen FictionStory *6 by Aris Yulia Spin Off Rafasya. Bisa Dibaca Terpisah! Tidak ada yang namanya kebahagiaan perihal mengakhiri secara tiba-tiba. Tidak ada yang namanya kesedihan apabila telah melakukan suatu hal yang benar. Untuk para perasa hal yang sama...