Hari Jumat ini mungkin akan menjadi hari di mana untuk kali pertama aku menampakkan diri di depan Embun.
Pagi-pagi sekali, aku sudah datang dengan percaya diri. Aku seperti laki-laki yang paling ganteng dan keren di sekolah.
Membayangkan Embun datang sambil menggenggam tanganku membuat aku sedikit merasa gila. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat.
Aku terlalu fokus dengan diriku dan khayalanku, sampai aku tidak sadar sepasang mata tajam menghunus dadaku, membuat aku terdiam ketika si pelaku berteriak.
"Rafasya! Anjir lo!"
Aku mengerlingkan bola mata, Naura keparat itu sudah merusak pagi ku yang indah.
"Apa?" tanyaku seraya berbalik menghadap Naura.
"Udah dari hari senin ya kamu kaya gini!" Naura marah, melipatkan tangannya di depan dada.
"Maksudnya?"
"Masih nanya maksudnya apa lagi, kamu gak tau salah kamu apa?" dahi Naura bertaut, mengunciku dalam pandangannya, ia menuntut ku untuk bertanggung jawab.
"Dih, aneh." Aku berlalu pergi.
Naura mengikuti, berjalan lebih cepat berusaha menyamakan langkahnya dengan ku.
"Udah dari hari senin ya, kamu gak pergi atau pulang bareng sama aku. Malah sendiri aja gitu sambil nyelonong gitu aja."
"Kamu kan udah ada gandengan, kenapa terus ngerecokin aku sih!"
Aku berlalu pergi meninggalkan Naura yang masih saja ngerasa kesal.
***
Bel pertanda istirahat kedua berbunyi, biasanya anak laki-laki berhambur ke masjid sekolah untuk sholat jumat, sedangkan perempuan pergi ke aula untuk keputrian.
Keluar dari kelas, aku langsung berlari ke kantin untuk membeli es krim susu. Es krim paling populer karena sangat enak, banyak, dan tentunya murah.
Sebenarnya aku yakin Embun pasti sering memakan es krim ini. Tapi ada yang lebih membuat aku yakin. Embun pasti akan lebih suka karena ini aku yang kasih.
Di mode bucin seperti ini, tips ku sebagai laki-laki yang gagah, perbanyaklah percaya diri. Ditolak atau diterima itu urusan belakangan.
Karena waktu untuk menuju sholat jumat masih cukup lama, aku putuskan untuk menunggu Embun sekarang saja. Sebelumnya juga aku sudah memberitahu Embun untuk datang di jam istirahat kedua saja, agar lebih banyak waktu.
Aku menunggu Embun, tidak ada juga, ah, mungkin dia sedang makan siang. Aku tetap saja menunggu, tanganku mulai basah karena rintik air yang muncul dari lelehan es.
Aku menyapu sekitar, tidak ada tanda-tanda keberadaan Embun. Lima belas menit lagi menuju bel berbunyi, aku harus segera ke masjid.
Aku terhenyak saat seseorang menepuk punggungku.
"Bisa tolong bantu sebentar?"
Perempuan itu adalah Jihan, sebenarnya aku ingin menghindari dan kalau bisa tidak melihatnya saja.
"Aku harus siapin ini buat presentasi di keputrian nanti." Sial, aku malah berdiri. Itu berarti aku menyetujui untuk membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun
Teen FictionStory *6 by Aris Yulia Spin Off Rafasya. Bisa Dibaca Terpisah! Tidak ada yang namanya kebahagiaan perihal mengakhiri secara tiba-tiba. Tidak ada yang namanya kesedihan apabila telah melakukan suatu hal yang benar. Untuk para perasa hal yang sama...