Bel pulang berbunyi, suara yang memacu adrenalin. Bukan untuk apa, kini suara bel itu mengantarkanku untuk segera bertemu dengan Embun.
Hatiku sangat gugup, padahal ini bukan kali pertama aku bertemu dengannya.
"Rafa, pulang bareng yu!" Seru Naura.
"Nggak bisa, aku mau ketemu sama Embun."
Naura menyenggol bahuku, "jadi udah jadian nih sama dia?"
"Do'ain aja, semoga secepatnya."
Aku berlalu, menyisakan tatapan Naura yang sulit diartikan. Mungkin sekarang Naura kesal karena tidak ada bahan cemoohan untukku.
Memang sengaja kami memutuskan untuk bertemu di saat sekolah mulai sepi. Aku langsung menghampirinya saat melihat Embun sudah duduk di kursi depan kelas.
"Aku nggak telat kan?" tanyaku.
Embun menoleh, "nggak, aku cuman dateng lebih awal."
Entah hal indah apa yang ada di sepatunya, hingga ia mengabaikan ku begitu.
Aku kaget ketika dengan tiba-tiba Embun menghadap padaku, baru kali ini aku merasakan ada orang yang melihatku begitu tulus.
"
Mari kita lupakan masa lalu, ini cerita baru kita berdua," ucapku pada akhirnya.
Tidak, masa yang akan datang bagi kita berdua sudah jelas. Aku sudah menemukan orang yang akhirnya aku cintai, tidak usah membahas lagi mereka-mereka yang melukai.
"Iya, Rafasya, hanya ada kita berdua," kata Embun dengan tegas.
"Aku beruntung bisa bertemu kamu," ucapku lagi.
Pandangan Embun terus tertuju padaku, membuat aku salah tingkah. "Aku yang beruntung bertemu kamu, karena kamu, aku gak sedih lagi, menurut aku kamu adalah cinta pertama ku. Perasaan yang datang dengan begitu cepat jatuh ke kamu, mengalihkan dunia aku. Entah berapa juta terima kasih ku untuk kamu, Rafasya."
Dengan kata-kata itu, hatiku menghangat, aku merasa sangat dicintai. Pantas saja seseorang bisa lupa apapun, bisa gelap mata apabila sedang jatuh cinta, karena jatuh cinta terlalu indah untuk dilewati begitu saja, suatu anugerah kenikmatan dunia yang tidak bisa digantikan oleh apapun lagi.
"Kita jalani ini segimana mestinya, aku selalu menyukaimu," ucapku.
Terima kasih Cakra, karena telah membuang Embun dengan begitu mudahnya. Kini, saatnya orang yang tepat untuk menjaga batu berlian ini.
"Kalau dilihat-lihat kamu itu sering berpikir ya, kamu bahkan memikirkan terlalu lama untuk ngucapin sesuatu."
"Aku cuman gak mau, kalau ada orang yang ngerasa kecewa gara-gara ucapan ku."
"Berpikir sebelum bicara bagus, tapi jangan ngebiarin diri kamu terlalu banyak berpikir sehingga ada orang yang menyalip jalan kamu. Agar kamu gak selalu ditindas." Ucapku mengutarakan pemikiran ku, pasalnya Embun butuh beberapa hari untuk memutuskan hal yang sepele sekalipun.
"Aku gak suka liat kamu merasa takut sama temen-temen kamu, kamu jangan merasa kecil dibandingkan orang-orang, tunjukan kalau Embun berubah, Embun yang berani!" Aku menyemangatinya.
Dia mengangguk patuh padaku, aku melihatnya gemas, seperti anak kucing yang menurut pada majikannya agar diberi makan.
"Kamu, kapan pertama kali lihat aku? Dan apa yang ngebuat kamu tertarik sama aku?"
"Waktu pemilihan ketua eskul."
"Ooh."
"Bahasa kamu, puitis juga, ya," ucapku pada akhirnya, karena dengan kata-kata Embun selalu membuat aku tersentuh, jangankan kalimat di dalam pesannya, apabila dia berbicara langsung saja, itu seperti puisi.
Embun terlalu indah dari segi apapun.
"Aku jadi kepikiran pengen jadi penulis, awalnya pengen jadi arsitek, jadi desainer, dan sekarang aku pengen jadi penulis," jelasnya.
"Cita-cita kamu bagus."
"Terima kasih, kamu tau? Aku nulis puisi buat kamu, tapi, aku gak bakalan ngasih tau kamu lebih dulu. Udah beberapa puisi yang aku tulis buat kamu," katanya lalu tersenyum
"Suatu saat, kamu bakalan ngasih tau aku puisi itu?" tanyaku.
Aku tidak menyangka ada yang membuat puisi untukku, akhirnya aku jadi inspirasi seseorang untuk berkarya, aku jadi merasa seperti sosok yang sangat baik untuk itu.
"Aku pasti tunjukin itu ke kamu."
"Terima kasih, karena udah suka sama aku. Aku tau gak ada yang harus dibanggain dari aku, tapi orang yang menyukai ku, adalah orang yang tulus, aku percaya itu. Kamu selalu menerima aku apa adanya kan?"
Aku tidak tahan lagi, aku hanya ingin menggenggam tangannya. Ini sudah boleh kan?
"Aku pasti akan selalu ada, selamanya," lirihnya, "setiap saat, setiap harinya, rasa suka ku ke kamu selalu bertambah dan bertambah. Mungkin aku sudah mencintai mu."
Hening beberapa saat, aku yang bingung harus menjawab apa, dan juga Embun yang terlihat seperti sedang menyiapkan apa yang harus ia katakan selanjutnya.
"Aku cinta kamu."
Aku tidak boleh kehilangan momen ini.
"Embun, mulai saat ini, kamu jadi pacar aku. Kamu gak keberatan kan?"
Awalnya Embun hanya diam sambil memandangiku, entah apa yang membuat ini terasa canggung, ia memalingkan wajahnya dariku. Tapi tangannya masih ada dalam genggaman ku.
Aku mengubah posisi ku, aku berlutut menghadapi ku, kedua tanganku kini menggenggam bahunya.
"Embun?" tanya ku.
Dia mengangguk cepat, ia menyingkirkan tanganku dari bahunya. Apa itu maksudnya Embun menerima ku?
"Kamu mau jadi pacar aku?" tanyaku memastikan.
"Iya."
"Terima kasih, Embun."
Aku tersenyum puas, menjerit dalam hati. Ingin sekali berteriak. "Embun sudah menjadi milikku!"
Kemudian, seperti sudah janjian. Kami tertawa bersamaan.
"Kamu tau? baru kali aku pacaran."
Aku tertawa. "Kalau aku pernah denger sih, anak SMP katanya dilarang pacaran, masih kecil dan belum terlalu mengerti, tapi mau gimana lagi kan? Kalau suka sama orang tapi terus-terusan dipendem malah menimbulkan penyakit."
Aku mengembalikan posisi ku jadi di samping Embun kembali.
Tidak tahu apa yang harus diucapkan lagi, karena aku terlalu bahagia.
Aku hanya ingin menghabiskan hari ini dengan Embun. Kini kepalaku hanya memikirkan Embun, tidak ada lagi.
Melihat pemandangan yang sama dengan Embun, menghirup udara yang sama dengannya. Ingin sekali mengecup pipinya. Tapi aku tahan, karena aku tidak mau terburu-buru dan menjadikan Embun tidak nyaman.
Menggenggam tangan Embun dengan begitu eratnya, aku tidak mau kehilangan orang yang aku cintai lagi. Aku hanya berharap semua ini berjalan dengan baik-baik saja, semesta kini berpihak padaku.
Akhirnya aku merasakan keadilan dalam cinta, Tuhan pasti sudah menyiapkan seseorang untuk dicintai, itu hanya masalah waktu.
Suatu saat nanti, siapapun kamu yang ada di dunia ini, siapapun yang membaca ini nanti, percayalah bahwa cinta itu ada, di manapun tempatnya, siapapun orangnya, itulah anugerah yang Tuhan berikan.
Siapapun yang mengawalinya lebih dulu, siapapun yang mengusahakan dari awal, kebahagiaan itu pasti timbul pada diri sendiri sebagaimanapun apa yang kamu harap dan perjuangkan.
Semangat pada siapapun pejuang cinta, jadikan itu sebagai penyemangat mu. Seberapapun kamu mungkin gagal, tapi keberhasilan pasti akan ada pada setiap orang yang benar-benar berusaha.
»»——⍟——««
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun
Teen FictionStory *6 by Aris Yulia Spin Off Rafasya. Bisa Dibaca Terpisah! Tidak ada yang namanya kebahagiaan perihal mengakhiri secara tiba-tiba. Tidak ada yang namanya kesedihan apabila telah melakukan suatu hal yang benar. Untuk para perasa hal yang sama...