Aku baru saja menyelesaikan rubik, jujur saja, rubik ini bahkan jauh lebih mudah dipahami daripada perempuan.
Setelah perkataan terakhir ku dengan Embun, dengan Naura juga, mereka berdua seperti hilang ditelan bumi. Ah, atau hanyut di lautan.
Kalau sehari dua hari aku bisa saja memaklumi, ini satu minggu woy. Udah sepekan tanpa kabar, persetan dengan Naura, aku hanya ingin ada pesan satu saja dari Embun.
Aku meninggalkan rubik di atas meja belajar, lantas keluar membawa sepeda dari garasi. Untuk menghindari rasa pusing yang berlebihan, aku mau bersepeda saja.
Di tikungan aku berpapasan dengan laki-laki yang hobi sekali menikung, tapi ini bukan masalah jalan. Bodohnya malah aku sapa, lebih bodoh lagi karena aku kini malah duduk di warkop sama dia.
"Menurut kamu, Jihan gimana?" tanyaku usai menegak air mineral.
Akmal menoleh, jujur saja dia ganteng banget, aku aja yang laki-laki mengakui itu, apalagi perempuan, pantes aja spek nya Jihan.
"Baik, cantik, manis, pintar, banyak lah pokoknya."
"Kamu udah puas?"
"Maksudnya?"
"Udah ngambil dia dari aku." tentu saja yang ini aku ucap dalam hati.
"Ya punya pacar kayak Jihan, kamu puas?"
Dia hanya mengangguk.
"Terus kamu gimana? Udah punya pacar belum?" tanya Akmal.
Aku hanya diam, seakan itu adalah sebuah pertanyaan, dengan wajah so soan pakar cinta dia bersabda.
"Kalau jadi laki-laki jangan ciut, jangan nunggu dia buat kasih feedback ke kamu, kalau kamu suka ya perjuangin terus, kalau dia bilang nggak disitulah baru kamu harus jaga jarak."
Jreng!
Kini kembali ke rumah, aku gak boleh nunggu Embun yang kasih pesan ke aku duluan. Siapa tahu Embun gengsi atau gimana gitu.
Benar juga perkataan tuh buaya menawan.
"Halo," sapanya, saat aku menelpon dia.
"Embun! Kenapa kamu ngilang hampir seminggu ini? Ada apa? Aku ngelakuin kesalahan?" tanyaku, aku hanya ingin meluruskan semuanya, aku ingin kejelasan dari ia, kalau ia marah padaku, karena apa, jawaban itu yang aku mau.
"Aku lagi membiasakan diri tanpa kamu Rafasya."
"Bun, kok kamu kaya gitu sih?" tanyaku jadi was-was.
"Aku mau pergi ke rumah Uwa ku kelas sembilan, aku udah terbiasa sama kamu. Aku gak mau kalau nanti aku jadi sakit hati berkelanjutan gara-gara ninggalin kamu."
"Bun, aku mau hubungin Uwa mu kali ini, mana nomor nya? Aku bakalan ngelakuin segala cara supaya kamu gak jadi pergi."
Ternyata uwa berandalan itu yang jadi penyebabnya.
"Seambis itu? Emangnya, apa alasan kamu buat nyangkal aku? Hm? Aku pergi ke sana, lupain kamu. Hidup tenang di sana, dan kamu bisa kembali sama Jihan. Lagian kamu gak suka aku kan? Maksudnya, secara tulus."
Ada yang salah dengan Embun, ia menganggap aku tidak menyukai nya secara tulus, aku benar-benar suka Embun, sangat.
"Kalau kamu pergi, aku belum sempet ketemu kamu."
"Syukurlah, lebih baik aku gak pernah ketemu kamu Rafasya. Biar aku gak bawa rindu ke sana," ucapnya.
Embun jahat, dia berlagak baik-baik aja waktu bicara itu. Apa beneran dia suka aku? Apa jangan-jangan waktu itu ia bohong?
![](https://img.wattpad.com/cover/316024876-288-k510456.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun
Teen FictionStory *6 by Aris Yulia Spin Off Rafasya. Bisa Dibaca Terpisah! Tidak ada yang namanya kebahagiaan perihal mengakhiri secara tiba-tiba. Tidak ada yang namanya kesedihan apabila telah melakukan suatu hal yang benar. Untuk para perasa hal yang sama...