Halaman 16

0 0 0
                                    

Cahaya di pagi ini tidak terlalu cerah, Cahaya di pagi ini terlihat sangat muram dan kesal. Peluhnya berkeringat deras sekali, menenteng tas yang seharusnya ia gendong. Ingin sekali menghampirinya sekarang, tapi aku tidak akan kuat dengan teriknya amarah yang ia semburkan nanti apabila ia merasa terusik.

Jadi aku memilih untuk pergi ke UKS aja untuk ngadem. Aku menoleh ke belakang kala aku merasa pundakku kekar ku ini ada yang menyentuh.

"Please deh ya, aku baru aja dihukum gara-gara telat, kamu gak usah merhatiin aku dengan pandangan iba kayak gitu, najis."

Aku menatap Cahaya malas, lagian kalau emang iya tatapan aku keliatan kaya tatapan khawatir, aku bukan khawatir tentang dia, tapi tentang teman kakak kelasnya itu.

"Istirahat aja sana."

"Eits, kamu jangan mulai mancing-mancing ngasih perhatian ke aku. Nanti lama-lama kamu nyaman, aku gak bisa berkhianat pada kakak ku atau teteh ku tercinta."

Tadinya aku mau pergi saja, tapi dia yang mancing-mancing duluan ngebahas Embun.

"Cahaya Embun kemana ya? Kok, udah lama gak on WA," tanyaku mengajak Cahaya serius.

Cahaya yang mungkin saja merasakan hawa berbeda langsung membuang tampang becandanya.

"kamu tau gak kenapa? Kalau ketemu tolong bilangin ya ke dia, buka WA."

"Aku juga udah ada seminggu gak chat sama dia, dia juga gak ada kabar apa-apa ke aku. Aku jadi takut sebenernya dia sakit."

"Aku juga udah lama gak liat Embun di sekolah, tolongin aku ya sekali aja, kalau ketemu dia tolong bilangin ke dia kalau Rasanya nanyain."

Cahaya mengangguk. "Aku gak yakin kalau harus chat atau telepon Kak Embun, kayaknya aku bakalan samperin dia langsung aja."

"Makasih ya, Cahaya."

"Kamu kenapa gak langsung pergi aja nemuin dia, toh dia baik, gak akan gimana-gimana juga."

"Aku belum siap aja."

***

Sehari setelah percakapan antara aku dan Cahaya belum ada hasil apapun, tapi tak apa aku hanya menunggu.

Kini aku paham faktor kebanyakan anak SMP patah hati, atau gagal dalam masalah cinta. Ya, diumur segitu, mental masih lemah, perasaan malu, takut menjadi penghalang. Maka dari itu sebagian besar manusia pasti kehilangan cinta pertamanya.

Aku salah satu yang sedang mengalami itu, tidak, aku sudah kehilangan Jihan sebagai cinta pertamaku. Tapi kali ini aku tidak boleh gagal.

Hari kedua masih sama, aku  masih mengerjakan semua kegiatan ku walaupun di kepala penuh dengan Embun.

Barulah di hari ketiga, rasanya aku ingin salim pada Cahaya. Untuk pertama kalinya aku ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang terdalam untuknya.

"Kata Cahaya kamu nanyain aku, jadi aku telepon kamu."

Dengan tangan yang gemetar aku bicara, "kamu udah baca semua chat aku?"

"Udah."

"Aku nunggu balasan kamu."

"Rafasya kamu ada waktu besok?"

EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang