||Menerima sertifikat
***
Pov Hana.
Di saat semua orang mengucapkan selamat kepadaku, hanya Luna yang tidak mengucapkan dan terlihat tidak senang atas pencapaianku.
Ini saat aku mendapatkan sertifikat Olimpiade NMC IX matematika sepulau Jawa. Aku pun tidak tau kalau di acara sanlat (pesantren kilat) akan disuruh maju ke depan untuk menerima sertifikat.
"Ada 3 orang yang mewakili sekolah dan alhamdulillah menang mendapatkan sertifikat, jadi yang punya sertifikat ini bisa masuk sekolah mana aja melalui jalur prestasi." Suara Pak Nio selaku waka kesiswaan MTsN 1 Mulia, yang tiba-tiba mengalihkan perhatian semua siswa-siswi kelas 8 yang sedikit ricuh setelah selesai sesi mengaji bersama.
"Ada Naina Elshanum yang masuk 10 besar, Juna Arshaka dan Hana Arahma yang masuk 5 besar, silahkan maju ke depan untuk mengabil sertifikat," ucapan yang keluar dari mulut Pak Oni itu mutlak, wajib, dan pasti. Tidak boleh ada penolakan dan memang tidak bisa ditolak sedikit pun, lagi pula siapa yang akan menolak saat ada yang ingin memberimu sertifikat Olimpiade matematika? Dan kau akan maju ke depan dengan perasaan bangga.
Aku pun melihat Naina dan Kak Juna sudah berada di depan setelah Pak Nio selesai bicara.
Sedangkan aku masih memikirkan untuk maju atau tidak. Mengapa? "Kan kalau maju tapi bukan saya yang di panggil kan malu." Pikirku.
"Itu Pak Nio menyebut namaku salah ya? Kan yang ikut lomba itu memang tiga orang, berarti itu memang saya." Batinku seraya bangkit dari duduk.
"Permisi," ucapku sopan pada teman seangkatanku yang sedikit menghalangi jalan.
"Iya," jawab orang tersebut dengan nada lembut.
"Itu mau lewat,"
"Kasi jalan,"
"Awas,"
"Minggir,"
"Itu kasi jalan,"
"Geser,"
"Mau lewat tu,"
Begitulah ucapan-ucapan yang kudengar dari teman seangkatanku saat aku hendak maju ke depan.
Saat sesi foto
"Mau siapa dulu?" Tanya Pak Nio.
"Lady first." Sahut Kak Juna singkat.
"Kamu saja dulu Nai," timpalku.
Naina pun menghampiri Pak Nio yang berada tak jauh dari tempatku dan Kak Juna berdiri, kemudian dia berdiri di samping Pak Nio.
"Siapa namanya?" Tutur Pak Nio.
Naina tersenyum kemudian berkata. "Naina Pak,"
"Naina Elshanum peringkat 10 besar." Ungkap Pak Nio, lagi.
Setelah itu bunyi saat kamera ponsel dipakai pun terdengar.
'Cekrek'. Begitulah bunyinya.
Saat Naina tersenyum ke arah kamera dan memegang sertifikat, aku pun ikut tersenyum. Senyuman simpul lebih tepatnya.
Saat Naina sudah selesai dengan sesi menerima sertifikat dan berfoto untuk dokumentasi, kini giliranku pun tiba.
Kakiku melangkah mendekat ke tempat Pak Nio yang berada tak jauh dari kami, sementara Naina berjalan menghampiri dan berhenti di tempat yang tadi kutempati.
"Siapa namanya?" Tanya Pak Nio basa-basi.
"Kenapa 'Tanya Pak Nio basa-basi.'? karena Pak Nio itu sudah kenal Hana, dan sudah menjadi ciri khas Pak Nio kalau menyebut nama Hana itu lebih satu huruf di nama belakang Hana." Jelas author panjang kali lebar.
"Hana Pak," jawabku sopan sambil tersenyum tipis.
"Hana Arahma peringkat 4 besar." Ujar Pak Nio yang sengaja berbicara dengan lantang.
"Jangan berkecil hati ya." Ucap Pak Nio setengah berbisik kepadaku.
Wajahku yang tadi terlihat senang sekarang berubah menjadi datar setelah mendengar perkataan Pak Nio barusan.
Aku pun refleks mengernyitkan kening heran. "Lah saya kan masuk 4 besar Pak, seharusnya Bapak bilang seperti itu ke Naina, kok malah ke saya??" Ucapku bingung dalam hati.
Aku tidak membalas ucapan dari Pak Nio. Aku terdiam sejenak lalu senyuman manis terpatri di wajahku. Setelah sesi fotoku selesai, aku pun segera mengeluarkan sertifikat dari paper bag dan segera mengecek nama yang tertera di kertas tersebut.
Aku pun bernapas lega saat membaca bahwa nama di sertifikat itu benar, Hana Rahma.
Setelah aku kembali ke tempat duduk semula. Teman-temanku pun mengucapkan selamat atas pencapaianku, tetapi tidak dengan Luna. Luna malah terlihat tidak suka dan diam saja di sepanjang obrolan.
"Wii selamat ya," ucap salah satu teman sekelasku.
"Iya, terima kasih," tuturku lembut.
"Lombanya pas kapan?" tanya salah satu teman sekelasku yang lain.
"Pas selesai ujian lisan," ungkapku.
"Ohh," sahut temanku yang tadi bertanya.
"Mau liat boleh?" ujar salah satu teman sekelasku yang lainnya.
"Boleh," kataku singkat sambil tersenyum tipis.
"Hebatt," pujinya.
"Iya kerenn," timpal teman sekelasku yang lain.
"Hehe, terima kasih." Tuturku dan senyumku pun perlahan mengembang.
Begitulah ucapan selamat dari teman-temanku, hingga aku pun masi mendengar pujian-pujian lain yang di lontarkan untukku.
"Hana hebat ya?"
"Iyaa,"
"Kerenn,"
"Ih saya pengen deh kaya Hana,"
"Iya, saya juga pengen pinter."
"Ya kalo mau pinter belajar lah!"
"Tapi saya males. Gimana dong??"
"Gatau lah!!,"
Kira-kira begitulah sedikit dari banyak pujian yang ada untukku.
Pov Hana End.
Look? sudah dibilang bahwa tidak sedikit yang menunjukkan ingin hidup menjadi seorang Hana Rahma.
-🦋-
"Tidak ada manusia yang diciptakan sempurna, semua manusia pasti memiliki kelemahan dan juga kelebihan masing-masing. Kita tidak bisa membandingkan kelemahan dan kelebihan antara satu orang dengan orang lain."
Jumat, 28 April 2023
---
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara klik tanda bintang ya, supaya aku semangat terus.
Terima kasih yang sudah membaca ♡!
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibuku Sahabatku (On Going)
Teen FictionApa yang ada dipikiranmu jika mendengar "Gadis Cupu"? Gadis yang diam saja dan pasrah saat dibully, namun disisi lain dia juga menjadi salah satu siswa berprestasi dan mengharumkan nama sekolah. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang membullynya? M...