E 3 - Kilas Balik

684 52 4
                                    

Hari ini Mama sedang menyisir rambut Amanda, dia melakukannya dengan gerakan lembut, memoles cairan yang berfungsi menyuburkan rambut, diikuti cairan lainnya yang berfungsi untuk macam hal. Mama menanyakan masa SMA Amanda sejak kelas 12 semester ganjil ini, Amanda menjawabnya dengan lugas, sesekali tertawa saat mengingat momen lucu di kelas.

"Kamu gak punya sahabat, Dek?"

"Gak butuh validasi untuk menamai suatu hubungan, kalau Manda anggap dia sahabat, dia tidak merasa demikian, percuma. Lebih baik berjalan dengan kenyamanan, maka nama tak perlu ditetapkan." sahut Amanda sambil memainkan rambutnya yang sedang diurus Mama.

Satu-satunya teman sekolah yang pernah ke rumahnya adalah William, pemuda yang tidak ingin Amanda inginkan hadirnya saat bagi rapor semalam, dia hanya ingin sendiri untuk saat ini. William itu anak dari sahabat sang Ayah, orang tua keduanya sangat karib, anak-anak mereka pun demikian.

Di kelas, ada seorang gadis yang dekat dengan Amanda, namanya Kehlani, Amanda senang berteman dengannya, dia tampak tulus dan apa adanya, juga sangat asyik saat bercerita dengannya. Meski Rea adalah teman prestasi, namun Amanda dan gadis itu tak dekat, bahkan bicara bila Rea perlu saja. Amanda tak peduli, tak merasa tak penting juga. Jika Rea ramah, maka dia akan ramah, kalau tidak, ya tidak.

Amanda itu gadis yang misterius bukan, sudah dikatakan sejak awal, kalau warna, gadis itu adalah hitam dan biru tua, dia jarang mengenakan warna primer. Namun saat di rumah, dia tampak manis lagikan cantik nian, seolah warna-warni melekat padanya. Seperti sekarang, dia memakai gaun di bawah lutut berwarna hijau muda pada bagian atasnya, dari pinggang hingga bawah diberi warna parchment dengan motif bunga-bunga kecil.

"Iya, maksud Mama, seseorang yang benar-benar selalu sama kamu ke mana aja. Ajaklah sahabat kamu ke rumah, biar main bareng. Kamu sendiri aja, Mama khawatir kamu kesepian."

Dia takkan kesepian jika ada William, dulu, tepatnya 3 hari lalu, sebelum bertengkar. Dan Abangnya, Abikara. Pemuda yang berkuliah di universitas kota yang sedang duduk di semester 7.

Mama tahu, Amanda adalah putrinya yang tak perlu dia khawatirkan pergaulannya, dia tahu sang anak telah dewasa baik sikap ataupun pikiran, dia sadar bahwa terkadang, Amanda tak apa jika tak ada teman. Putrinya biasa melakukan semuanya sendiri, dia tak pernah meminta putrinya melakukan keinginannya pribadi, semua yang gadis itu lakukan, murni dari ketertarikannya, gadis itu juga mempunyai keahlian komunikasi yang baik, selalu memberitahukan kepada Mama apa yang dia inginkan, untuk beliau tanggapi.

"Itu, kucing baru, Manda. Sasi, Manda menganggap dia sebagai sahabat."

Mama selesai mengotak-atik rambut anaknya, rambut yang panjang sepinggang berwarna cokelat muda itu telah bergaya ala waterfall braid. Amanda cantik sekali, dia terlihat seperti Putri Kerajaan.

"Itu sih peliharaan. Yang manusia dong, Sayang." gurau Mama mencubit pipi anaknya, keduanya tertawa.

"Nanti akan Manda bawakan, sabar, Ma." gadis itu tak tahu apa yang telah dia katakan, dia hanya yakin suatu saat nanti akan ada seseorang yang dia ajak untuk main ke rumah. Kalau mengajak Kehlani, Amanda tak tertarik, jika Kehlani meminta, boleh jadi Amanda menerima.

Amanda berdiri dari kursinya, berjalan menghampiri Sasi sang kucing di tempat tidur yang khusus Amanda siapkan, yang dibelikan Ayah saat putrinya itu merengek minta dibelikan, diberi Ayah pada hari itu juga.

"Siapa ya Tuannya? Pasti kecarian." kata Mama saat melihat Sasi sedang nyenyak dalam tidur, Amanda menunduk, dia sayang sekali pada kucing itu, sedih jika dia akan kembali pada pemiliknya.

"Mama ke bawah ya, mau buat makanan lezat buat kamu." Amanda tersenyum senang, dia membiarkan Mama keluar dari kamar.

Ada yang janggal, Amanda membuka pintu, berdiri di sana mengeluarkan kepalanya untuk melihat Mama yang hendak menuruni tangga.

"William, diakan teman Manda, Ma. Itu artinya, Manda punya teman yang pernah dibawa ke rumah." katanya tersenyum.

"Dia kan kenalan lama kamu, beda sama teman SMA. Dia juga bukan teman, tapi calon." Mama tertawa kecil, menggelengkan kepalanya layak seorang Ibu yang penuh canda terhadap putrinya lantas berlalu ke bawah.

Amanda menuntup pintu, bersandar di sana sambil menatap langit kamar yang tampak seperti langit sungguhan sebab dihias oleh Ayah seperti permintaannya, tampak biru dan awan putih menghiasi kamarnya, seakan semesta menjadi kamarnya.

"Gak mau." ucapnya menyahuti candaan Mama tadi. Ah, dia juga tak yakin jika Mama bercanda.

Amanda pergi ke sebuah ruang dalam kamarnya, ruang yang paling dia suka, perpustakaan pribadi, semua isinya adalah buku yang dia gemari, bahkan terlihat dari sisi kiri terdapat 3 rak lebar nan panjang yang berjajar seluruh buku yang telah dia baca tuntas. Dapat dilihat semua tertata rapi, tersusun sesuai genre.

Dia duduk di sana, mengambil buku yang baru mulai semalam dia baca. Pikirannya tak tenang, dia sedikit tidak nyaman, gadis itu menggigit jarinya, menutup buku dan mengingat kejadian awal dimulanya kesalahpahaman.

Sore itu senja sedang bahagia, bahkan selalu bahagia, yang menyaksikanlah yang tak selalu bahagia sebab ada beribu bahkan berjuta perasaan saat menikmati indahnya. Jingga sekali kala itu, berdebar perasaannya oleh waktu, di sampingnya, duduklah seorang Pangeran Berkuda, begitu anggapnya.

William dan Amanda sama-sama menyaksikan senja di halaman rumah pemuda itu. Mereka duduk di kursi taman rumahnya, bercerita banyak hal terkait sekolah, lingkungan, momen indah, dan lainnya, ah ya, kegemaran William dalam bermain gitar bas juga dibahas. Amanda senang sekali mendengar William memainkan alat musik itu, terdengar in de mode di telinga.

"Besok aku mau ngajak kamu ke toko kue depan kompleks, mau?"

"Mau." Amanda itu tidak hanya cantik rupanya, bahkan sampai hatinya apalagi kesukaannya, semua demikian. William suka gadis manis seperti Amanda, sederhana yang megah, dengan segala kelebihan yang tak pongah. Dia itu pencinta makanan Eropa, tentu saja, mengajak Amanda ke sana adalah ide cemerlang.

"Jam 4 sore bisa?"

"Siap." balas gadis itu, tersenyum lepas, runtuh pertahanan William, dia hampir saja pingsan oleh kesejukan senyuman itu. Apa jadinya jika Amanda tersenyum manis, mungkin berbicara ajal bukanlah hal berlebihan.

"Ayo pulang." William mengantarkan gadis itu kembali ke rumah, di depan gerbang rumah Amanda, dia berkata.

"William ..., maaf ya kalau aku buat salah walaupun mungkin aku gak sadar."

"Gak pernah. Sampaikan salam pada Mama, aku pamit." William mengelus rambut Amanda, Amanda kaget, mereka sama-sama canggung. Ah, saking sayangnya, dia lupa kalau gadis itu tak terbiasa kontak langsung dengan orang. Hanya keluarganya yang selalu membuat dia nyaman, dia memang mudah membuat pertahanan diri, benar-benar dibentengi tembok penghalang.

Sore itu senja seperti semalam bahagianya, bahkan selalu bahagia, yang menyaksikanlah yang tak selalu bahagia, ada beribu bahkan berjuta perasaan saat menikmati indahnya. Jingga sekali kala itu, berdebar perasaannya oleh waktu, bedanya, Pangeran Berkuda tak di situ.

Adalah 2 jam Amanda menunggu kedatangan William ke rumahnya, kesal, dia berjalan menuju rumah pemuda itu untuk memastikan sesuatu, sesampainya di sana dia semakin kesal saja saat Bunda mengatakan William tak ada di rumah. Amanda duduk di kursi taman sendiri, bersama puing momen semalam saat merencanakan kepergian ke toko kue depan kompleks, yang bersangkutan hilang tiada kabar, membiarkan dia menunggu berjam-jam, jalan menghampiri yang dicari namun yang dicari tak ada di sini, dengan sisa senja, Amanda pulang kembali ke rumah.

Dia tak mau mendengar apa pun dari William, dia butuh waktu untuk memberikan William waktu sebab dia yakin pemuda itu akan terus mengganggunya untuk menghilangkan kesalahpahaman. Dalam perjalanan bersama senja yang tenggelam, Amanda menjatuhkan air mata, dia benar-benar kacau.

Amanda menyudahi ingatan itu, menghela napas dan beranjak dari sana. Ah, dia lupa sesuatu, mungkin akan menyenangkan dan kegelisahan terlupakan, saat meminta Mama memberitahukan dia ke mana liburan semester ganjil kali ini.

***

AMANDA

You're MyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang