E 17 - Genggaman

302 25 11
                                    

Oleh karena William dan Amanda telah berbaikan, maka William tak perlu berlari untuk menghampiri gadis itu ke rumahnya. William menghirup udara di hari Jumat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya, sungguh bahagia hidupnya bila dia dan Amanda baik-baik saja.

"Amanda, cuma kamu yang berhasil membuatku memberi hati ini padamu, love you." dasar anak basket yang buta akan cinta, cakap sekali gadis kutu buku itu, mampu menarik William ke dalam pesonanya.

Alangkah indah harinya, seperti hati William yang dipenuhi bunga bermekaran sebab yang dia inginkan telah memberinya maaf. William sampai di rumah Amanda tepat pada saat itu terlihat Mama dari arah ruang tamu. "Manda ada, Tante?"

"Nak William? Kemari, sarapan bersama." ajak Mama, menghampiri William yang tersenyum ala pemuda sejati.

"Kebetulan sekali memang belum sarapan." jangan sampai Bunda mendengar hal ini dari Mama.

"Ah, bagaimana bunda, masa, anak ganteng seperti ini tidak disuruh sarapan?" Mama mengacak rambut William dan keduanya berjalan menuju meja makan.

Urusan sakit perut mah belakangan, makan aja dulu.

Ketika William melihat Amanda yang makan saja cantik nian, jantung William berdetak lebih cepat. Apa jadinya jika dia melamar Amanda di depan Ayah? Untung saja mereka sudah kenal. Semoga saja lamaran itu diterima, alih-alih ditolak karena Amanda sering dibuat kesal oleh dirinya.

Cantik banget. Ungkap William saat melihat gadis itu, ketika Amanda mengikat rambutnya dengan pita berwarna mazarin.

Lucu banget woi pacar siapa sih dia?

"Ayo, Nak William, gabung." ucap Ayah memberi silakan, tampak Amanda yang menaikkan pandangan dan menemukan wajah William di sana. Tanpa diduga, gadis itu memberi senyuman, benar-benar rezeki anak saleh.

"Kita marahin aja nanti si Hanum, Yah, masa, William belum sarapan?" seloroh Mama sembari menawarkan William semua hidangan yang ada di meja makan.

"Pasti. Nanti akan Ayah rapatkan sekalian sama si, Gibran." pantas saja suami istri, rupanya cocok dalam segala sisi. Meja makan itu dihiasi oleh tawa dari seloroh yang mereka bahas, membuat Amanda dan William tertawa canggung karena joke bapak-bapak yang di luar perkiraan cuaca.

"Nanti sampai sekolah, palingan William bolos jam pertama."

"Kok gitu, Dek?"

"Karena mulas." pantas saja Adikara dan Arinda melahirkan Amanda, karena rupanya, joke itu dipahami oleh satu keluarga. Will, Will, betapa beruntung dirimu, sebab Amanda yang terkenal tidak peduli apa-apa, begitu paham akan engkau.

***

Ketika Amanda dan William di perjalanan menuju sekolah yang kanan dan kirinya tampak rumah-rumah tetangga, setelah selesai mengobrol banyak hal, sampailah pada topik, "Sasi, suka sekali dengan kalung barunya. Aku pernah melepas kalung lama, dia gak selera makan. Tapi ketika aku berikan kalung dari kamu dan menyimpan kalung lama, dia terlihat baik-baik aja."

"Nah," ucap William terlalu bersemangat, "dia aja setuju soal kita, Man, masa kamu enggak?"

"Maksud kamu?"

William menerbitkan senyum damai, jika Amanda tahu maksudnya, maka gadis kutu buku itu akan merajuk kembali. Jika sudah merajuk, maka William akan mogok berinteraksi dengannya. "Maksud aku, soal kita temanan. Teman kan?" semoga Amanda mempercayai William dengan senyum selebar tanah Ayah, semua akan kacau bila itu gagal.

"Iya. Kan memang teman." balas Amanda tersenyum sedikit, tampak kecewa dengan yang William nyatakan.

Benaran hanya teman?

You're MyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang