E 25 - Tentang 'Kita' dan Dia

134 21 19
                                    

Hidup kalau tidak wacana ya bercanda. Entah di mana keberadaan pemuda yang berjanji pulang sama itu, dia meninggalkan Amanda sendiri. Amanda malas balik ke kelas, dia juga tidak mau pulang ke rumah karena tidak mau bertemu William di tengah jalan. Namun, dia tidak bisa terus-menerus berdiri di sana, 'kan?

"Apa dia pergi sama, Jenna?" dia mengentakkan kakinya dengan marah menuju kelas Bahasa bila dugaan itu benar.

"Belum pulang, Man?" tanya seorang pemuda yang seingat Amanda dia adalah anggota di ekstrakurikuler yang sama dengan William.

Apa sih bacot banget?

"Ini mau pulang." timpal Amanda sambil terus berjalan menuju kelas, namun urung sebab dia ingin ke taman saja dan sialnya dia tidak jadi ke mana pun sebab bertemu Baskara.

"Sasi?" tanya Baskara heran karena seharusnya gadis itu sudah berada di tempat lain bukan? Seolah semesta menjalankan tugasnya, apakah dia ditakdirkan untuk bersama Baskara menyelesaikan urusan kucing?

"Aku cari kamu dari tadi. Urusannya entar aja." celetuk Amanda dan dia malu setengah mati saat melihat ekspresi Baskara yang menahan senyum. "Mau ambil Sasi sekarang?" sudah terlanjur karena lebih baik lanjutkan dan urusan mereka beres.

"Gak ganggu, nih?" tanyanya skeptis padahal senang bukan kepalang.

"Aman. Ayo!" tiba-tiba gadis itu jadi lebih semangat seolah William terlupakan seakan tak terjadi apa-apa.

***

Baskara gugup sekali sampai-sampai keringatnya mengalir dari dahi, kehangatan Mama dalam menyambut kehadirannya membuatnya semakin percaya diri.

Pasti di-acc sih kalau jadi menantu doang mah.

"Kok Adek gak ngasih tau Mama sih kalau temannya mau datang? Ih gak seru!" goda Mama pura-pura merajuk.

"Teman sekelasnya Sasi, Tante." ujar Baskara setelah menyebutkan namanya, kemudian menyalam Mama saat memperkenalkan diri.

"Benaran cuma teman? Panggilannya Sasi pula, pasti ada sesuatu." mereka salah tingkah.

"Memang teman, gak lebih, Mam." kilah Amanda, bahkan berat menganggap Baskara adalah temannya karena sejak kapan Amanda menyetujui hal tersebut?

"Gak usah malu-malu. Mama ngerti, kok. Dulu waktu muda Mama juga seperti kalian." Amanda hendak muntah, dia tidak pernah berharap bahwa Baskara akan menjadi seseorang yang lebih dari sekadar teman sekelas.

Amanda membawa Baskara menuju kamarnya lebih tepatnya hanya sampai depan pintu, karena lihatlah Sasi si kucing, seolah pemuda itu adalah babu sejatinya, dia menyadari hadirnya Baskara dan berhambur ke dalam pelukan Baskara.

"Ih gemes banget! Dia tanda sama kamu!" tunjuk Amanda melompat kegirangan.

"Aku lega, kirain dia bakalan lupa. Apalagi kan yang ngerawat cewek kayak kamu." timpal Baskara yang kini menggendong Sasi, kucing itu manja sekali.

"Memangnya aku cewek kayak apa?" Amanda melipat tangannya seraya memperhatikan Baskara yang terguncang sembari mengelus Sasi setelah mendengar pertanyaan di luar prediksi itu.

"Penyayang." timpal Baskara dengan nada meyakinkan, "berada di dekatmu juga membuat nyaman." lanjutnya. Bila itu Rea maka boleh jadi gadis itu akan mentraktir satu kelas, namun itu adalah Amanda, sudah pasti, gadis itu akan mual.

"Sori, tapi itu basi banget." apakah ada yang pernah menyakitinya sehingga dia menganggap segala perkataan Baskara hanyalah gombalan belaka?

"Dek? Ayo ajak Baskara makan!" pinta Mama dari bawah lantas keduanya bergegas menghampiri beliau.

"Amanda senang sekali sepulang dari makan malam di rumah kamu. Tante mau deh kapan-kapan ketemu sama Mama kamu, mau ngobrol banyak hal." Baskara yang hanyut dalam cita rasa masakan Mama, tersadar saat Amanda menginjak kaki pemuda itu sehingga membuat Mama tergelak.

"Maaf Tante, masakannya enak banget. Jadi pengen main lagi." Amanda melotot dan Mama malah bertepuk tangan kegirangan.

"Boleh! Pintu Tante terbuka kapan aja buat kamu." sahut wanita itu, memperhatikan sepasang remaja yang tampak serasi di depannya.

"Saya yakin beliau gak akan nolak, justru dia sangat senang. Tinggal atur waktu ketemunya aja, Tante. Nanti saya sampaikan." ucapnya dengan tenang.

Kok Baskara berani dekatin Adek yang super galak? Adek banyak yang naksir juga rupanya.

***

Berjalan bersama Amanda seperi sore itu adalah keinginan Baskara untuk meminta waktu berputar lebih lama dari biasanya.

"Gak biasanya mukanya jutek gitu." ungkap Baskara setelah kembali berjalan tegak, tadi membungkuk badannya saat memperhatikan wajah Sasi si kucing.

"Gimana gak kesal? Kamu biarin dia jalan kaki! Digendong dong, Baskara, digendong!" omel Amanda sembari terbahak-bahak, dia paham isi hatinya sebagai sesama Sasi.

Mereka berjalan bertiga yang kanan dan kirinya berdiri rumah megah, di depan mereka terdapat matahari yang menyorot semburat jingga hendak tenggelam, bayangan mereka jelas, berjalan mengikuti langkah kaki.

"Justru dia senang kalo soal jalan kaki, makanya bisa sampai ke rumah kamu. Yang iya, dia ngambek sama aku karena gak akan ketemu kamu lagi." timpal Baskara seolah tahu isi hati kucing betina itu.

"Aku akan sering main ke rumahmu!" celetuk Amanda sampai menghentikan langkah dan berdiri mendongak menatap Baskara. "Sasi gak perlu khawatir, kami bisa main terus, kok!" imbuhnya dengan nada rendah.

Kayaknya dia sih yang bakalan mual?

"Ma-maksud aku ... Sasi bisa ke rumah kalau memang mau main bareng." ralat Amanda guna menghilangkan kesalahpahaman Baskara. Pemuda itu menahan tawa, membuang muka agar Amanda tak salah tingkah lalu malu dan tiba-tiba menonjoknya.

"Iya aku paham. Aku senang kalau kamu sering ke rumahku, senang sekali." ucapnya lembut dengan intonasi stabil, terdengar syahdu di telinga Amanda sehingga dia menjadi gugup.

Ah bego ..., aku kenapa, sihhh?

"Maaf, aku gak maksud." Amanda kembali berjalan kemudian Baskara menyusul, mereka berjalan bersebelahan, Sasi berada di depan.

Keduanya sama-sama diam, langkah kaki menjadi pemecah keheningan, Amanda merasa kikuk, mengapa dia seperti itu? Ke mana wajah datar itu?

"Aku tau ini tiba-tiba. Tapi aku mau kamu tau."

"Santai aja, kita udah ngobrol lama. Soal apa?" Amanda tidak akan terjebak oleh suasana mereka, dia akan selalu berdiri tegak menghadapi Baskara si pemuda menyebalkan yang selalu membuatnya kesal namun sialnya hari itu malah telihat manis nian.

"Aku sayang kamu. Sejak dulu, tapi memang kelihatan kayak bercanda karena selama ini bingung cara ungkapinnya, mungkin karena kamu orangnya susah terbaca."

Amanda mematung bahkan hati-hati bernapas agar Baskara tidak sadar bahwa dia berada di sana. Apakah pemuda itu sungguh-sungguh? Apakah wajah Amanda tampak ramah untuk diajak bercanda seperti sekarang? Berkedip saja dia tak mampu bahkan dia yakin detak jantungnya yang ada di dalam sana kini terdengar oleh Baskara.

IH JAHATTT, MEMANGNYA AKU GAK BISA BAPER? SIAPA PUN, BAWA BASKARA KE LAUT!

"Aku ..." bahkan dia kehilangan kemampuan berbicara.

"Maaf soal itu. Kamu gak perlu balas apa-apa. Aku cuma mau kamu tau." Baskara tersenyum, hari itu, Baskara mampu menjadi seseorang yang tak Amanda kenali sama sekali yang sialnya, menjadi sosok yang berhasil dia dambakan.

Mereka melanjutkan langkah menuju rumah Baskara, hari mulai kehilangan cahayanya, agak biru tua, hendak menghitam. Di perempatan, Amanda kaget bukan main saat melihat William di depan mereka. Amanda mematung tidak nyaman, perasaannya kalut entah karena menafikan kehadiran William di momen yang tidak tepat, atau justru masih kecewa karena tadi William tak menepati janji. Baskara menunduk melihat Amanda dan merasakan ketidaknyamanan gadis itu, kemudian pandangannya beralih menuju William dengan tidak bersahabat.

***

AMANDA

You're MyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang