E 10 - Harap Bersabar

659 50 2
                                    

Untuk apa Jenna memberi kesempatan kedua pada pacarnya jika dia yakin dia sendiri tak menginginkan itu? Jenna melepas pegangan tangan Manaf pada tangannya dengan begitu keras, pemuda yang dibutakan oleh cinta itu kini meminta simpati Jenna walau seujung kuku. Apa gadis itu tidak dapat melihat kehebatan cintanya yang begitu dalam? Telah banyak hati yang dia tolak hanya demi Jenna, dia menjaga hati Jenna dan mengabaikan hati lain yang ingin akan dia.

"Kamu ngerti Bahasa Indonesia gak? Aku bilang putus, ya putus, titik, gak ada kesempatan apa pun." tegas Jenna dengan satu tarikan napas, sulit memberitahukan Manaf bahwa gadis itu sudah tak punya rasa apa-apa lagi terhadapnya.

"Jenn, kamu ngertiin aku dong sekali ini aja? Aku sudah lakukan apa yang kamu suka, aku sudah berusaha buat kamu nyaman, ini balasan kamu ke aku? Kamu kenapa, sih? Kalau ada masalah tuh ngomong, bukan putus."

"Oh, kamu nyalahin aku?" sewot Jenna, membulat matanya menggambarkan kekesalan terhadap pacarnya yang kini berjalan menjadi mantan.

"Bukan gitu, coba sekali ini aja kamu gak usah egois bisa? Kamu berubah, semakin mencari-cari kesalahanku. Kenapa? Mau buru-buru jadian sama, William, ya? Sadar dong Jenn, dia itu sudah punya seseorang yang dia sayang."

Jenna tidak tahu saja, bahwa, Manaf masih mampu mengingat bagaimana perih pipinya karena ditinju Amanda sebab tawaran kerja samanya yang tidak bermutu.

"Bacot. Gak usah sok tau, deh. Kita putus, putus!" teriak Jenna sambil mendongak untuk melihat wajah Manaf sebagai pacarnya yang terakhir kalinya. Manaf galau, apa lagi yang harus dia usahakan agar Jenna mengerti pada situasi yang tengah mereka hadapi.

"Memang aku kurang apa, sih? Cemburuan? Cowok tolol mana yang gak cemburu kalau ceweknya sering pergi ke cowok lain?" Manaf pergi dari kelas Jenna, mungkin dia akan ke atap sekolah untuk mencoba menenangkan pikiran dengan semilir angin yang hanya dia yang dapat menghirupnya.

"Bisa kolaps aku karena cobaan ini."

***

Rencana pencarian Kehlani berjalan lancar sesuai harapan meskipun hasilnya tak memuaskan. Amanda dan Fusia hampir saja mengelilingi kota hanya untuk menemukan Kehlani yang sampai hari ini, dia tak tahu gadis itu di mana. Amanda dan Fusia bingung, hampir putus asa karena tidak tahu lagi harus ke mana, di tengah kelelahan yang menghampiri, terdengar dering telepon dari ponsel Amanda.

Itu Kehlani, melakukan panggilan video dari aplikasi obrolan dan telepon, ini dia tersangka utamanya, Amanda menerima panggilan video itu. Di sana, terlihat Kehlani yang menebar senyum tanpa dosa, di belakangnya terdapat tampilan bak di balkon apartemen. Kehlani benar-benar tak tahu diri, lihat saja, jika bertemu, Amanda akan melempar buku-bukunya ke arah gadis itu.

"Makasih ya sudah mau direpotkan sama aku, Man. Aku butuh waktu untuk menyelesaikan semuanya, aku gak mau kamu ikut merasakan kesedihanku, taunya, kamu malah makin cemas. Dan Fusia, makasih sudah berkenan menemani Manda, seperti yang kamu lihat, dia itu memang baik, baik banget malah, mukanya aja yang galak. Besok aku sekolah, aku takut, takut dihajar kalian berdua. Oh iya, selamat sore! Pulang sana ke rumah, aku baik-baik aja. Besok aku traktir bakso, deh. Sampai jumpa, Sayang-sayangku!"

Kehlani memutuskan panggilan video, membiarkan Amanda yang rela membanting ponselnya kalau Fusia tak menahannya. Fusia tertawa renyah, lega karena Kehlani baik-baik saja. Tidak ada yang sia-sia, wajah lelah dan tubuh yang minta diguyur air membuat kedua gadis itu cepat-cepat pulang ke rumah dengan tawa yang menghiasi perjalanan sore menjelang malam itu.

Ingatan itu berakhir, Amanda masih tak menyangka, kalau gadis yang dia khawatirkan sudah berada di sebelahnya. Amanda tak melemparkan buku-bukunya ke arah Kehlani, justru, dia malah memandang Kehlani yang terlihat tabah. Amanda harus bisa seperti gadis itu, membiarkan semuanya membaik tanpa keluhan, apa Amanda mampu setegar Kehlani bila Mama dan Ayah demikian? Ah, tidak, bukan dia orangnya.

You're MyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang