Sepuluh

10 1 0
                                    

"Modus kok lewat double tip sama tip-ex."

🤟🏻🤟🏻🤟🏻

"Gue lihat-lihat, makin kesini makin deket aja lo sama Edo," ujar Laila.

"Iya, dia asik anaknya jadi ya gue respon aja," jawab Ala.

"Kalau lo gak suka dia jangan terus-terusan di respon, nanti dia jatuh terlalu dalam, Al." tutur Laila.

"Gak mungkin, dia punya pacar, gue cuma temennya," Ala menjeda kalimatnya.

"Gue gak ada perasaan sedikit pun ke Edo, gue lebih curiga dia jadiin gue pelampiasan. Gue tahu gimana hubungan dia sama cewenya sekarang, kalau emang gue dijadiin pelampiasan atau second choicenya mending gue ghosting duluan aja dia," jelas Ala.

"Biasanya juga kalau ketemu cowo brengsek gak langsung lo ghosting, lo bales dulu perbuatannya. Kok sekarang gak gitu?" tanya Laila.

"Gue cape, Lai kalau gitu terus. Gue tuh pengen punya cowo satu yang sayang banget sama gue, terus dia nerima gue dan masa lalu gue yang membagongkan itu. Cowo yang beneran serius sama perasaannya ke gue, bukan cuma main-main doang kayak yang sebelumnya," lirih Ala.

"Sabar, gue yakin lo bisa dapetin itu semua." Laila merangkul Ala, mengusap pelan bahunya.

Bel masuk berbunyi, saatnya murid kelas X bertemu lagi dengan proyek p5. Kali ini mereka akan membuat majalah dinding yang akan ditempel di kelas. Temanya masih sama yaitu tentang bullying, Ala ditugaskan Pak Sandi untuk membuat puisi tentang bullying. Teman-temannya yang lain juga memiliki tugas masing-masing, ada yang mencari artikel, menggambar komik, mendesain logo kelas, dan membeli bahan-bahan.

Pak Sandi mengelilingi kelas, memantau pekerjaan setiap muridnya. Beliau juga melihat pekerjaan Ala dan Laila.

"Sudah selesai?" tanya Pak Sandi

"Sudah, Pak," jawab Ala

"Eh, Kanala minta tolong telepon Rizal dong, dari tadi belum balik dia, masa cuma beli kertas asturo sama double tip aja lama," gerutu Pak Sandi

"Lah, Pak. Saya gak punya nomornya Rizal," balas Ala.

"Cari aja di grub." Jawab Pak Sandi.

Ala menghela napas kasar, ia membuka grub kelas dan mencari nomor Rizal. Setelah menemukannya, Ala segera menelepon dan menyuruh Rizal cepat kembali ke sekolah. Tak lama kemudian Rizal datang dengan membawa kantong plastik besar berisi bahan dan alat untuk membuat majalah dinding.

Kini semua murid sibuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Ala sedang menempelkan double tip yang telah diberikan Laila pada salah satu kertas yang berisi karya murid kelas X.

"Lai, mana sini double tipnya." pinta Edo sambil berbisik, Laila pun memberikan double tip dan gunting yang ada di tangannya.

Ala masih fokus dengan kertas yang dipegangnya, kemudian tangannya mengadah seola meminta double tip pada Laila. Edo segera memberikan double tip pada Ala, gadis itu tersadar double tip yang ia dapat berasal dari arah berbeda. Ala menoleh kepada Edo dan melemparkan tatapan datar, Edo membalasnya dengan senyuman, Ala hanya menggelengkan kepala lalu melanjutkan tugasnya.

Setelah selesai, kertas-kertas yang berisikan karya murid kelas X ditempel di papan majalah dinding. Kali ini giliran teman-teman Ala yang bertugas, Ala hanya mengamati kegiatan teman-temannya. Namun perhatiannya teralihkan ketika netranya menangkap gelang hitam berinisial 'S' yang dipakai oleh Edo. Ia jadi ingat kejadian beberapa bulan yang lalu.

Pada saat itu Ala, Edo, dan Sanni satu kelompok dalam tugas bahasa inggris. Tugasnya adalah mengartikan dialog yang telah dibuat oleh Ma'am Binar. Sanni telah mengartikan dialog tersebut, tugas Ala adalah membacakan dialog yang telah diartikan, sedangkan Edo menulis apa yang Ala bacakan.

"Oke sekarang nomor dua, Do. Ini dialog antara Shara dan Micky," ujar Ala.

"Bentar-bentar, yang pertama tadi namanya siapa?" tanya Edo.

"Shara, Do," jawab Ala.

"Tulisannya gimana?" tanya Edo lagi.

"S-H-A-R-A," jawab Ala sambil mengeja.

"Lah kayak nama ayang gue," Edo terkekeh.

"Iya kah?" tanya Ala dengan kekehan kecil.

"Iya, persis banget ini." jawab Edo

Ala merasakan ada benda dingin yang menyentuh tangannya, dan ternyata itu berasal dari Edo yang mencoretkan tip-ex di tangan Ala. Edo berhasil membuyarkan lamunan Ala. Tidak tinggal diam, Ala segera membalas perbuatan Edo, hingga terjadilah perang tip-ex di antara keduanya.

"Gak boleh dihapus sampe pulang ya Ala...." Ucap Edo dengan nada mengejek, kemudian berlalu pergi. Kondisi tangan Ala saat ini penuh dengan warna putih, dan Ala baru menyadari bahwa tip-ex yang dipakai untuk perang dengan Edo tadi adalah tip-ex miliknya.

🤟🏻🤟🏻🤟🏻

Malam harinya Ala berada di rumah sendiri, hanya ditemani oleh penjaga kost. Tadi pamannya langsung pulang setelah mengantarkan Ala, karena ada urusan yang mendesak. Ala membuka kulkas dan menemukan mangga utuh di dalamnya, ia berinisiatif memotong mangga tersebut lalu memakannya. Ala sudah mencari pisau kecil yang biasanya dipakai untuk memotong buah, tapi ia tidak menemukannya. Akhirnya ia memakai pisau biasa yang ada di atas meja.

Ala mulai mengupas mangga tersebut, tapi sayangnya pisau yang Ala pegang berhasil menggores jari telunjuk tangan kiri Ala. Mungkin ini terjadi karena jari telunjuk Ala dan pisau jaraknya terlalu dekat. Ala segera mencuci tangannya yang terluka dengan air, tapi darahnya tetap tidak bisa berhenti mengalir. Akhirnya ia mengambil tisu dari dalam tasnya, lalu membalut jarinya dengan beberapa lembar tisu. Ala membuka kotak obat, berharap menemukan hansaplast, tapi tidak sesuai yang diharapkan. Alih-alih mencari solusi, Ala malah memberi kabar kepada Edo bahwa jarinya terluka. Banyaknya balasan pesan dari Edo menandakan betapa khawatirnya ia kepada Ala.

Setelah membalas pesan dari Edo, Ala melihat Nabila—anak penjaga kost, tanpa pikir panjang Ala langsung memanggilnya. Ala meminta tolong kepada gadis cilik tersebut untuk membeli hansaplast. Kemudian Ala kembali duduk, kepalanya saat ini terasa pusing tujuh keliling. Tiba-tiba ada dering telepon masuk dari Yuza, Ala langsung menggeser tombol hijau di layar ponselnya.

"Kenapa, Bun?" tanya Ala.

"Adek! Kamu habis ngapain? Kok bisa sih tangannya kena pisau?" sungut Yuza di seberang sana.

"Ya aku mau motong mangga, terus kegores. Tenang, gak dalem kok lukanya," jawab Ala santai.

"Ya terus kenapa gak bilang bunda? Ini bunda kalau gak dikasih tahu sama temenmu itu siapa namanya? Edo? Iya, kalau gak dikasih tahu sama Edo bunda gak akan tahu kan?" Ala baru ingat kalau Edo sudah memiliki nomor bundanya, ini semua gara-gara permainan tebak nomor telepon.

"Oh dikasih tahu Edo, pantes. Aku udah minta tolong ke Nabila buat beliin hansaplast," jawab Ala

"Yaudah kalau gitu, gak usah motong apa-apa lagi! Itu pisau yang kamu pakai harusnya buat motong daging ayam, jadi tajam!" Yuza mematikan panggilan secara sepihak.

Bersamaan dengan itu, Nabila datang dengan membawa hansaplast. Ala mengucapkan terimakasih, lalu segera mengganti tisu yang membalut jarinya dengan hansaplast. Kemudian ia membersihkan bercak darah yang ada di lantai. Ada-ada saja tragedi hari ini.

🤟🏻🤟🏻🤟🏻

Hai-hai para readersku...
Gimana nih part sepuluhnya?
Semoga kalian suka yaaa😻
❤Terimakasih sudah mampir❤
Silakan meninggalkan jejak👣

—see u di part selanjutnya—

Mas EdoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang