Senja mulai datang, dan pekerjaan Hesley telah selesai. Bibir yang terus melengkung ke atas menghiasi wajah cantik wanita itu sepanjang jalan. Sambil mengayuh sepedah ia tenggelamkan diri pada sekitar, menikmati setiap jalan yang dilalui. Keranjang depan penuh dengan barang yang akan ia butuhkan. Sesekali menyapa para petani lain yang masih sibuk di ladang.
Ladang bunga yang luas tanpa pemilik, tempat Hesley berada. Kain putih persegi ia jadikan alas untuk merebahkan tubuhnya. Tinggi batang bunga yang ada di sekitar, seolah menyembunyikan tubuh mungil Hesley. Tatapannya lurus ke arah matahari di ujung timur, namun pikirannya melayang pada pria yang selama dua hari ini mengusik hari tenangnya. Solusi dari ketidaknyamanan Hesley adalah keinginan pria itu. Sungguh, hatinya tidak merelakan lavender miliknya dibeli. Di dalam otaknya sangat ingin menyerahkan dan hidupnya kembali damai. Tapi hatinya menolak keras. Entah kejanggalan yang bagaimana sehingga sangat sulit untuk sekedar berkata “iya”.
Mentari telah bersembunyi dan ia pun segera bergegas untuk pulang. Santai ia kayuh sepedahnya, sampai di jalan yang tak lagi jauh dari kediamannya ia turun. Jalannya sedikit menanjak jadi lebih baik ia berjalan sambil menuntun sepedah.
“Dia lagi,” dengus Hesley ketika memasuki halaman rumahnya.
Mengabaikan keberadaan Shane yang telah lama menunggu di teras rumahnya. Menyimpan sepedah ke dalam garasi lalu menyalakan kran untuk menyirami beberapa jenis sayuran yang ia tanam di kebun kecil samping rumah. Ia juga mengambil sedikot sayuran untuk dijadikan menu makan malam.
“Sampai kapan kau akan sekeras ini kepadaku?” celetuk Shane tak jauh dari tempat Hesley. Berdiri tegak dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku, menatap Hesley yang sibuk memetik sayur dan mencabut wortel.
“Transportasi menuju Sault jam enam pagi, anda bisa mendapatkan jenis Lavender yang jauh lebih bagus dari ladangku,” jawab Hesley tanpa berhenti dari kesibukkannya pun tanpa menoleh ke belakang.
“Untuk apa aku pergi jauh, jika di tempat ini aku telah menemukan,” kekeh Shane pada keinginannya.
“Setiap petani memiliki tempat pengepul, sangat tidak mungkin jika aku menjual kepada anda. Sedangkan orang yang terdahulu telah membayar di muka,” tidak, Hesley bohong tentang uang dimuka itu. Memang sudah ada yang akan menampung hasil panennya dengan harga yang cukup bagus, tapi ia tidak belum menerima uang muka itu.
“Aku akan mengembalikan uang dimuka itu tiga kali lipat,” sahut Shane.
Cukup dengan beberapa sayur, lantas Hesley bangun. Kini ia pertemukan tatapannya pada tatapan Shane. Sebenernya sangat membosankan berdebat seperti ini, Hesley juga telah menyarankan kepada Shane untuk mendapatkan jenis lavender terbaik. Namun, usulnya ditolak. Pria itu tetap kekeh ingin lavender miliknya.
“Maaf, hari mulai malam. Aku butuh istirahat,” ucap Hesley dengan senyum tipis yang sebenarnya ia paksakan.
Detik berikutnya ia meninggalkan Shane. Baru satu langkah, ia harus berhenti karena lengannya dicekal kuat oleh Shane.
Melihat kilas lengannya yang sedikit ngilu lalu beralih ke wajah Shane, “Aku tidak mengenal anda. Tolong, lepaskan!” ucap Hesley dingin.
“Kalau begitu, mari kita saling mengenal.” Dingin, rendah suara Shane menimpali perkataan Hesley.
“Aku tidak berniat mengenal orang asing manapun. Orang sekitar sudah cukup,” setelah mengatakan itu, Hesley menarik lengannya sekuat tenaga agar terlepas dari cekalan kuat Shane.
“Aku tidak berniat jahat kepadamu,” jelas Shanr meyakinkan.
Hesley pergi begitu saja tanpa menanggapi apapun. Tidak lupa mengunci pintu rapat-rapat dan memeriksa seluruh jendela pun pintu samping. Selanjutnya ia segera merubah bahan yang didapat dari kebun menjadi makanan lezat.
**
“Jika kau bertanya kepadaku, lebih baik kau berikan saja. Dengan begitu hidupmu kembali damai,” ucap Reyna sambil menikmati pie apel buatan Hesley.
“Leon pasti menggantungku Rey, perusahan itu lebih membutuhkan. Bertahun-tahun kualitas parfum kurang bagus. Kau pikir, apa yang membuatku mau lelah mengurus lavender selama ini. Berkembangnya perusahaan itu juga memperbaiki saldo rekeningku,” jelas Hesley. Ia memijat pelipis pelan. Sungguh, ia pusing bukan main.
“Tapi, pria itu menawarkan harga lebih tinggi. Kau bisa pergi ke Sault untuk mencari penggantinya,” usul Reyna.
“Tidak bisa Rey, lavenderku hasil percobaan dari percampuran jenis lain,”
“Sudahlah. Mungkin saat panen tiba, aku harus melarikan diri untuk beberapa minggu,” sambung Hesley dengan menghembuskan nafas lelah.
“Toko bagaimana?” tanya Reyna dengan kedua mata melotot.
“Kau yang mengurusnya selama aku tidak ada,” jawab Hesley enteng.
“Tapi, jika pria itu datang menghancurkan toko bagaimana?”
“Tutup saja. Pembeli langganan tahu dimana mereka bisa mendapatkan bunga saat toko tutup,”
“maksudmu?”
“Pelanggan tetapku akan datang ke rumah jika aku belum buka atau tutup lebih awal,” jelas Hesley.
“Sudah larut malam, lebih baik kita istirahat. Aku tidak tahu sampai kapan menginap di rumahmu, hidupku sekarang tidak aman,” imbuh Hesley memohon izin. Lalu ia menarik selimut hingga batas dada.
“Sley, kau baik-baik saja?” tanya Reyna pelan pun sedikit cemas jika menyinggung.
“Pertanyaan macam apa itu. Tentu aku baik-baik saja,” jawab Hesley penuh keyakinan.
“Tapi kau terlihat tertekan,” batin Reyna menyahut.
“Aku akan selalu baik Rey, sekalipun hal menyakitkan itu menimpaku. Aku harus tetap tersenyum untuk orang disekitarku,” batin Hesley melanjutkan. Jujur, ia belum mengantuk meski malam sudah sangat larut. Tapi ia paksa kedua mata untuk terpejam.
Di tempat lain...
“Biarkan dia menjalani hidupnya dengan tenang, besok kita akan ke Sault mencari jenis yang lebih bagus,” ucap Zil sambil menuang Wine.
“Aku hanya menginginkan lavender dari kebun wanita itu,” ucap Shane tanpa berbalik. Tetap berdiri menatap lampu kota dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana dan satu tangan lain menggoyangkan pelan gelas berisi Wine.
“Dia tidak nyaman, Shane.”
“Bukankah lebih bagus? Dengan begitu, dia akan menyerahkan.”
“Itu sama artinya kau menindas seorang wanita. Atau, kau menyukai gadis itu?” sambar Zil cepat.
“Lebih baik kau diam dan kembali ke kamarmu. Selesaikan pekerjaanmu,” putus Shane.
“Aku berharap, kau tidak menggunakan perasaan wanita itu hanya untuk mendapatkan Lavender,” setelah mengatakan hal itu, Zil keluar dari kamar Shane.
Separuh hidupnya telah bersama Shane, ia sangat tahu bagaimana egois dan ambisius yang ada dalam diri Shane. Jika banyak wanita yang menginginkan bersanding dengan Shane, itu bukan atas dasar hati. Melainkan pengembangan bisnis. Semua tahu jika Shane adalah pria yang tidak mau rugi. Tentang yang terjadi saat ini, ia tidak mau menerka apapun, memang ia sendiri tahu ada sesuatu yang sedang Shane sembunyikan. Jika menyangkut soal Lavender terbaik, itu meragukan untuk dipercaya. Pasalnya, bunga jenis sama seperti milik wanita itu masih ada di satu daerah lain yang tidak begitu jauh dari kota ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower Girl
RomanceKetika kamu kembali dipertemukan dengan cinta disaat hatimu telah lumpuh untuk merasakan rasa itu lagi. Memilih untuk meninggalkan negara tercinta lalu menetap di sebuah desa dan memutuskan mendirikan toko bunga serta mengolah lahan, justru memperte...