Setelah perbincangan dengan Shane tadi malam, tidak satu menit pun Hesley bisa terlelap. Menangis? Tidak. Ia telah berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan ada lagi air mata untuk semua yang berkaitan dengan pria itu. Selama ini kehidupannya sudah normal dan sangat bahagia, tidak akan ia warnai hari-harinya kembali gelap. Seperti pagi ini, ia sibuk di dapur melakukan apa yang diinginkan. Di mulai jam empat pagi pergi ke supermarket terdekat lalu berkutat di dapur. Tepat jam tujuh wangi khas kue kering dan kue bun memenuhi dapur.
“Cantik sekali kalian,” puji Hesley pada deretan kue dalam loyang.
Butir coklat yang ditata di tengah leleh membentuk sebuah senyuman. Inilah Hesley sekarang, tidak peduli seberapa remuk di dalam sana, akan ia persembahkan senyuman untuk dunia. Tuhan pemilik dan pengatur segala hidupnya, lalu untuk apa ia harus meredup hanya karena sebuah ikatan semu dari makhluk ciptaannya.
Menarik kursi pantri dan memasukkan satu persatu kue kering itu ke dalam toples yang telah ia siapkan. Sengaja ia membuat lebih dan membeli dua toples. Satu akan ia berikan pada Flogy, itu yang ada dalam otaknya. Sejak ia menyatukan bahan, bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman.Ingatannya jatuh pada Leon dan Flogy. Setiap kali mereka mengunjungi, dapur akan berubah seperti pabrik roti. Candaan receh mereka yang selalu memecah suasana dan lebih heboh. Ia raih ponsel, memotret satu toples kue kering yang telah siap dan mengirimkan gambar ke Flogy dan Leon.
Di rumah lain, Flogy dan Leon yang telah bangun masing-masing sibuk dengan layar laptop mereka dengan di temani secangkir kopi hitam. Dua ponsel yang tergeletak di meja sama, berdenting kompak. Cepat mereka sambar karena tahu nada spesial itu adalah pesan dari Hesley. Kompak mereka memperlihatkan pesan ke lawan. Kompak juga mereka tertawa.
“Sepertinya, dia merindukan kita menumpahkan tepung atau menjatuhkan telur,” ucap Leon.
“Tidak, dia merindukan kue gosong andalan kita,” timpal Flogy. Sontak mereka terbahak keras.
“Lihat!” Flogy menunjukkan pesan baru dari Hesley yang mengatakan ingin bertemu untuk memberikan kue kering buatannya.
Seketika wajah Leon cemberut. “Tidak adil. Kenapa aku tidak dapat?”
“Dia pikir kau di Italia,” Jelas Flogy.
“Kalau begitu, akan ku katakan jika aku berada disini.” Leon cemburu karena setoples kue kering.
“Hei! Kita dalam misi.” Flogy mengingatkan dan Leon menjatuhkan bahu lesu.
“Kue itu lezat,”
“Nanti kau juga makan,”
“Kau itu rakus. Bisa saja kau habiskan seketika,” sahut Leon cepat.
“Tidak.”
“Awas saja, jika kau habiskan!” ancam Leon sambil menggerakkan tangan memotong leher.
“Iya. Aku akan menyisakan sedikit untukmu. Sekarang, diam. Ini harus selesai sebelum jam 12.” Flogy memutus perdebatan itu.
Kembali pada Hesley. Wanita itu masih sibuk menata kue kering sambil tertawa kecil melihat balasan dari dua pria yang ia pikir berada di belahan berbeda. Satu pesan penuh semangat dan satu lagi emoji sedih, menangis, lesu, karena tidak dapat menikmati. Kali ini dapur dan kue berantakkan pada umumnya. Sedikit berbeda yang ia rasa tanpa dua pria Yang biasanya menghancurkan dapur.
Selesai dengan kue kering, lantas ia beralih mengisi kue bulat itu dengan krim rasa vanilla. Dua kue buatannya yang paling disukai para sahabatnya.Sejak tragedi itu, ia masuk kursus memasak dan aneka kue. Keadaannya yang terpuruk semakin membuatnya lebih sibuk mengikuti berbagai dunia baru. Hanya beberapa menit telah selesai dan ia masukkan ke dalam kotak lalu menyimpan di kulkas. Hanya menyisakan beberapa untuk pemilik rumah.
Derap langkah semakin terdengar jelas. Hesley menoleh ke arah tangga, disana Shane telah rapi dengan setelan formal. Seperti biasa, tampan dan berwibawa. Sedikit berbeda pagi ini, tidak ada sapaan atau sepatah kata dari Shane. Pria itu diam dan seolah berusaha tidak terjadi apa-apa.
“Aku membuatkanmu teh!” seru Hesley.
Shane yang siap meraih sepatu membeku. Menegakkan tubuhnya yang sempat membungkuk. Jujur, ia masih malu dan sangat bersalah ketika berhadapan dengan Hesley.Menghampiri meja makan, menarik satu kursi lalu mendaratkan bokong. Secangkir teh mint disodorkan kepadanya, lalu disusul satu piring berisi sandwich dan krim puff buatannya.
“Aku membuatnya sendiri, tidak seenak di toko roti langgananmu tapi aku ingin kau mencicipi hasil buatanku,” ucap Hesley yang ikut duduk di depan Shane.
Shane menatap yang ada di hadapannya. Sangat mengesankan, itulah yang ada dibenak. Masih sangat malu untuk sekedar berucap, dengan ragu ia raih dan ia cicipi.
“Boleh aku bawa ke kantor?” tanya Shane pelan.
“Um. Tentu. Sebentar,” Hesley segera berlari ke dapur mengambil kotak bekal. Melirik ke satu toples kecil berisi kue kering, ia raih juga.
“Aku juga membuat kue kering. Jika tidak enak, kau boleh membuangnya,” ucap Hesley sambil memberikan paperbag kepada Shane.
“Aku akan menghabiskan, kau sudah susah payah membuat. Terima kasih,” ucap Shane melengkungkan senyum sebelum keluar dari rumah.
Sampai di dalam mobil, Shane membuka toples untuk mencicipi kue buatan Hesley. Di luar dugaan, kue buatan Hesley sangan enak. Semua takaran terasa pas di lidah Shane. Kembali menutup dan segera melajukan mobil ke kantor dengan senyum yang terus melebar. Hesley harus kembali ia dapatkan, bagaimanapun caranya. Wanita itu selalu menakjubkan di matanya.
Berbeda dengan Hesley. Wanita itu segera menghubungi Flogy. Mempersiapkan semua yang akan ia bawa. Piknik. Itulah rencananya hari ini. Bekal yang ia berikan kepada Shane adalah sebuah alat untuk menyuap agar pria itu tidak bertanya macam-macam jika hari ini ia pulang terlambat. Sengaja tidak pamit secara langsung, baginya membatasi komunikasi itu akan lebih baik. Jadi, ia memutuskan untuk mengirim pesan saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower Girl
RomanceKetika kamu kembali dipertemukan dengan cinta disaat hatimu telah lumpuh untuk merasakan rasa itu lagi. Memilih untuk meninggalkan negara tercinta lalu menetap di sebuah desa dan memutuskan mendirikan toko bunga serta mengolah lahan, justru memperte...