Best Friend Forever

2 0 0
                                    

“Aku ikut!” seru Leon begitu melihat Flogy sudah rapi dengan outfit santai. Hanya kemeja bermotif ramai dan celana jeans pendek berwarna putih.

“Tidak boleh. Bukankah kau sendiri yang ingin mengawasi dari jauh,” cegah Flogy.

Setelahnya meninggalkan Leon sendiri. Tidak, ia yakin pria itu juga akan menguntit. Pria itu lebih cocok menjadi detektif atau mata-mata, bukan CEO.
Dress putih sebatas paha,rambut tergerai dan hanya sedikit dipasang penjepit ke belakang dan tas anyaman ukuran sedang, melengkapi penampilan Hesley siang ini. Duduk di bangku kayu taman menunggu kedatangan Flogy. Disela memainkan ponsel melihat sosial media, tiba-tiba panggilan masuk. Dengan malas Hesley geser layar hijau lalu menempelkan di samping telinga.

“Emm....” lama Hesley menunggu kelanjutan hingga sedikit menjauhkan ponsel melihat jika sambungan masih tersambung atau terputus.

“Kau mau mengatakan apa?” sosor Hesley.

“Em. Ya. Maksudku, tidak.”

“Kau ini kenapa!” marah Hesley. Cuaca sedang panas dan kesabarannya setipis tisu dibelah tujuh pun takut Flogy keburu datang.

“A-aku hanya bertanya, mau dibelikan apa?” tanya Shane gugup.

“Pikirkan pekerjaanmu saja. Aku sedang keluar.” Ketus Hesley menjawab.

“Ke-keluar? Kemana? Aku akan menyusul,” seru Shane.

“Tidak perlu. Aku butuh melihat hal lain selain dirimu. Tidak cukup kah, aku berada di rumahmu?” cegah Hesley cepat.

“Bagaimana jika ada polisi yang menangkapmu?”

“Kau lupa? Ayah Flogy siapa? Tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku,”

“Baiklah, jika kau ingin dijemput hubungi aku. Aku tutup dulu,”
Tepat panggilan itu terputus, Flogy datang bersama papan seluncur. Kemeja pria itu dibiarkan terbuka melambai-lambai terkena terpaan angin yang cukup kencang.

“Kali ini aku diperhatikan langsung oleh wanitaku,” ucap Flogy sambil menaik turunkan alis begitu sampai di depan Hesley.

“Aku ada di sana!” tunjuk Hesley.

“Um.”

Flogy meninggalkan Hesley dan berlari ke arah ombak. Pria itu siap berselancar bersama ombak yang akan ia taklukkan.

Sedangkan Hesley sebelum menikmati berjemur memutuskan membeli sesuatu yang ada di seberang jalan. Es lemon dan beberapa kaleng minuman dingin juga ia beli. Terlebih ia tidak sendiri, siapa tahu Flogy akan membutuhkan penyegar tenggorokkan. Wajah bahagia menyusuri tepi jalan untuk kembali ke tepi pantai. Satu tangan menenteng tas berisi camilan dan minumana yang tadi ia beli, satu tangan lainnya memegang gelas plastik berisi es lemon.

Sebuah mobil melaju kencang saat Hesley menyeberang. Tak bisa lagi ia menghindar karena kecepatan mobil itu cukup kencang dan kedua kakinya bergetar hebat. Menutup rapat kedua mata bersamaan gelas plastik itu jatuh ke aspal. Sangat kuat  tubuhnya dihantam, kemudian melayang dan jatuh berguling di aspal panas.

“Katakan jika kau baik-baik saja,” suara berat serta degup jantung yang bersetak lebih kuat terdengar jelas di samping telinga Hesley yang masih terpejam erat.

Membuka mata cepat lalu mendongak. Tatapan mata mereka bertemu. Hesley hanya mampu berkedip beberapa kali tak percaya. Satu kecupan yang mendarat di pucuk kepala menyadarkan Hesley dalam keterpakuan.

“Leon,” ucapnya lirih.

Tidak menjawab. Leon mendekap semakin erat. Demi Tuhan! Jantungnya hampir lepas jika mobil itu menyentuh tubuh Hesley jika ia terlambat beberapa detik saja. Bahkan sampai saat ini, jantungnya masih terpompa kuat. Sebenarnya ia tidak ingin menguntit hari ini, tapi entah mengapa langkah kakinya tetap ingin melihat meski dari kejauhan. Apa jadinya jika ia tidak ada di tempat ini dan terlambat beberapa detik itu.

Selanjutnya, tubuh pria itu bergetar dan punggungnya terlonjak. Lalu disusul isakkan kecil. Hesley mengusap punggung bergetar Leon yang kian menjadi. Masih di tepi jalan dengan posisi memeluk.

“Aku tidak apa-apa. Terima kasih,” ucap Hesley menenangkan.

“Aku hampir terlambat,” ucapnya parau nan berat.

“Kau tepat waktu. Lepaskan dan kita bangun, aspal ini sangat panas,” ucap Hesley. Bukan karena aspal tapi ia tidak nyaman dilihat beberapa orang yang lewat.

Terpaksa melerai pelukan dan bangun. Menepuk-nepuk bagian tubuh yang kotor meski hanya sedikit.

“Apa ada yang sakit? Katakan saja,” tanya Leon memastikan.

Kini mereka berada di sebuah restoran yang tak jauh dari tempat kejadian. Selain makan siang, pun mereka butuh tempat teduh untuk menenangkan.

“Tidak. Apa kau ada yang terluka?” tanya Hesley sambil memeriksa bagian tubuh Leon dengan wajah khawatir.

Melengkungkan bibir ke atas, lalu memeluk Hesley. Ia hirup dalam wangi rambut wanita itu. Tidak peduli jika punggungnya sakit, asal bisa melihat Hesley baik-baik saja itu lebih dari cukup.

“Selama kau bahagia dan sehat, maka duniaku baik-baik saja,” jawab Leon.

Menangislah Hesley dalam pelukkan Leon menumpahkan rasa haru. Leon adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuknya, menyayangi tanpa syarat. Flogy juga sama, tapi Leon memberikan lebih dari Flogy. Bagi Hesley, keduanya juga terbaik meski tetap Leon yang memiliki kedudukan sedikit lebih tinggi.

“Kemana Flogy? Mengapa kau ditinggal sendirian?” tanya Leon. Ia tidak tahan untuk ingin tahu.

“Berselancar,” Hesley menjeda ucapannya. Memicing kepada Leon, bagaimana bisa pria itu tahu jika ia bersama Flogy.

Merasa ditatap dan diminta penjelasan, lantas Leon meletakkan sendok dan garpu. Ia harus mengatakan jujur sekarang.

“Iya, aku membuntutimu,” ucapnya. Mengakui dengan bibir manyun seperti bocah kecil yang mengakui kesalahan.

“Sejak?” tuntut Hesley.

“Sejak kau tiba disini,” jawabnya lirih.

“Hei! Kau disini!” seru Flogy yang tiba-tiba datang dengan celana pendek tanpa kaos. Lalu mendelik ke arah Leon.

“Kalian bersekutu? Kau menyaksikan aku sendiri kesepian?” tuduh Hesley kepada dua pria itu bergantian.

“Aku menemanimu sejak kemarin,” sanggah Flogy.

“Dengarkan, kita hanya memastikan kau baik-baik saja. Bukankah kemarin Flogy telah menawarimu untuk pulang, tapi kau menolaknya.”

Mengehela nafas, “Aku hanya ingin berdamai dengan masa lalu,” jawab Hesley sambil menunduk.

Flogy menarik Satu kursi lalu mendaratkan bokong di samping Hesley. Tanganya terulur memegang bahu Hesley, meremas pelan untuk memberikan ketenangan.

“Lakukan, apa yang ingin kau lakukan,” timpal Leon pun memegang sebelah bahu. Hesley mengangguk dengan kedua mata berkaca-kaca.

Mereka pun makan siang bersama di restoran itu. Cukup lama mereka tidak berkumpul karena kesibukkan masing-masing.

Satu hal yang harus kalian tahu, Tuhan selalu punya cara untuk mempertemukan. Entah dalam keadaan sulit atau bahkan tragedi paling tragis sekalipun yang menjadi jembatan cahaya terang tak terduga.

The Flower GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang