“Besok aku sibuk, jangan keluar rumah. Jika kau mau, datang saja ke apartemen,” pesan Flogy kepada Hesley sebelum wanita itu keluar mobil.
“Kenapa harus ke apartemenmu? Tidak ada bedanya dengan rumah yang ku tempati saat ini. Lagi pula, aku hanya sekedar melihat kota.”
“Sudah, jangan membantah.” Pangkas Leon di balik kemudi.
“Ck!” decak Hesley. Kemudian turun dan membanting pintu.
“Hei! Sialan sekali kalian!” umpat Hesley. Leon melesatkan mobil setelah Hesley turun beberapa detik.
Sambil menggerutu Hesley meninggalkan area lobby menuju lantai paling atas. Jujur, ia tidak pernah siap melihat wajah Shane. Semua ini karena paksaan dari dirinya sendiri. Selama di dalam lift berulang kali menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Denting lift berbunyi dan terbukalah menampilkan pintu kayu besar dengan ukiran unik. Masih gelap, itu artinya Shane masih ada di kantor. Ia buka lampu dapur dan lorong menuju kamar.
Terdiam begitu membuka pintu kamar lebar. Satu buket besar bunga mawar putih dan beberapa kotak bertumpuk menghiasi ranjang besar. Satu lembar kertas tertulis ‘Sorry’.
Meninggalkan pintu lalu melangkah perlahan menghampiri ranjang. Meletakkan tas di lantai dekat nakas. Duduk di tepi ranjang yang kosong lantas Ia raba tumpukkan bunga putih yang dirangkai sangat cantik pun dengan ukuran raksasa. Lalu beralih ke tumpukkan kotak yang tidak tahu apa isi di dalamnya. Satu persatu ia buka kotak itu. Setiap kali membuka kotak satu dan yang lainnya, hanya wajah datar.
Ranjang yang tadinya rapi, kini berantakkan oleh pita, kertas pembungkus, tutup kotak, plastik. Hesley pandangi isi semua kotak itu. Mungkin jika semua masih baik-baik saja semua yang ada di hadapannya saat ini adalah sesuatu yang bernilai melebihi intan dan permata. Akan tetapi, semua telah berubah. Semua malah membuatnya sesak dan berpikir menyesal telah bertemu dengannya. Ponsel di atas nakas berdenting, satu pesan masuk.
Mungkin kau muak melihat semuanya, karena aku tidak tahu apa yang kau sukai sekarang.
Ia bingung harus membalas bagaimana. Akhirnya ia memilih untuk tidak membalas. Mungkin besok pagi ia harus berbicara langsung dengan Shane. Semua ini harus segera selesai dan ia kembali menjalani kehidupannya sendiri.
Rumah sederhana yang terlihat sangat bersih dan tertata rapi dari luar ternyata hanya tempat untuk segala penghilang jejak. Ruang tengah rumah itu terdapat tangga yang menjorok ke bawah. Tangga yang merupakan pintu satu-satunya ruang bawah tanah.
“Lepaskan! Atau aku akan teriak!” ancam seorang wanita yang terikat di tiang.
“Ck! Teriaklah. Teriak sekuat yang kau mampu,” ucap Leon dengan suara dingin.
“Leon! Kau bedebah!” Maki wanita itu.
“Aku akan menghancurkan bisnis!” imbuhnya.
Leon manggut-manggut. Melangkah perlahan mendekati. Memutari tubuh wanita itu yang terikat. Ia amati dari atas hingga jempol kaki dengan tajam.
“Yakin sekali kau akan bisa keluar dari tempat ini,” ucapnya santai namun terdengar mengerikan.
“Seseorang akan segera datang,” jawabnya enteng dengan senyum miring.
“Benarkah? Ah, mungkin akan datang melihat jasatmu.” Sahut Flogy setelah menghembuskan asap rokok ke atas.
Pria itu bangkit dari kursi kayu yang sejak tadi menyamankan bokongnya. Ia jepit rokok di ujung bibirnya, melangkah gontai sambil mengeluarkan dua pil dari botol kecil. Kemudian ia sumpalkan dua pil itu ke mulut si wanita. Ia tutup rapat mulut itu dengan satu telapak tangan besarnya cukup lama. Tapi sial. Wanita itu menyemburkan keluar. Flogy segera menancapkan jarum lalu menekan ujung suntikkan agar cairan masuk ke dalam tubuh wanita itu.
Untuk beberapa menit ke depan, wanita itu tidak sadarkan. Buru-buru mereka bawa naik dan menutup ruang bawah tanah. Mereka lempar kasar ke ranjang. Tak berselang lama seorang pria datang.
“Apa dia akan menjadi milikku?” tanya pria itu.
“Hm,” singkat Leon menjawab.
“Bawa jauh dari keluargaku dan kau mendapatkan tander yang kau inginkan,” sahut Flogy dingin, tegas.
“Sekali saja dia kembali mengusik keluargaku, akan ku buat kau menjadi gelandangan.” Flogy menekankan ucapannya. Wajah tegas, serius, dingin yang mematikan.
Pria itu mengangguk lalu menghampiri si wanita yang tak berdaya. Memasang borgol di tangan dan kaki agar tidak lari. Kemudian memanggil pengawal untuk membawa pergi.
Di teras berpegangan dengan pagar kayu putih, Leon dan Flogy menyaksikan kepergian.“Dia berada di tempat yang tepat,” ucap Flogy sambil mematik api di ujung rokok.
“Bagaimana jika dia kembali?” tanya Leon dengan pandangan masih ke depan.
“Jika dia kabur, maka dia siap tenggelam di laut,” jawab Flogy setelahnya terkekeh rendah.
“Sebuah pulau yang berada di ujung timur, disitulah rumahnya.” Imbuhnya.
“Sialan! Bagaimana bisa kau mengenal baik dengannya?” Umpat Leon sambil menumbuk bahu Flogy.
“Dia sepupuku,” jawabnya enteng.
Mereka pun ikut meninggalkan tempat itu menuju satu tempat lain. Lebih cepat mereka bergerak, maka akan lebih cepat semua kembali seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower Girl
RomanceKetika kamu kembali dipertemukan dengan cinta disaat hatimu telah lumpuh untuk merasakan rasa itu lagi. Memilih untuk meninggalkan negara tercinta lalu menetap di sebuah desa dan memutuskan mendirikan toko bunga serta mengolah lahan, justru memperte...