Kau dan Aku

4 1 0
                                    

Rey, pria itu kembali.” Ucapnya setelah bersendawa panjang kemudian menangis sejadi-jadinya.

“Kita akan segera sampai,” Reyna menenangkan. Yeah, kalian tau jika itu percuma.

Sejak di restoran Hesley sudah berbicara ngelantur. Sumpah serapan, mengumpat segala umpatan kepada Shane. Dia benar-benar mabuk hingga tak mampu menyangga tubuhnya sendiri. Tapi sayangnya, tidak ada hal penting yang bocor.

“Dia sudah teler saja tidak ada informasi penting yang keluar. Kita harus bagaimana untuk membantu mereka akur?”

“Jadi penonton.” Zil menjawab dengan enteng.

“Jika tidak ada drama, ini semua sangat membosankan,”

“Akan ku pikirkan bagaimana tercipta drama,” jawab Zil lalu memainkan kedua alis naik turun melalui kaca kecil yang mengarah ke belakang.

Masih di tempat sama, tapi kali ini berbeda. Balkon itu ia sulap menjadi tempat kerja. Tidak banyak, hanya meja dan kursi. Sekalipun sedang memperjuangkan seseorang, ia tidak lupa akan kewajibannya menstabilkan perusahaan. Tatapan fokusnya ke laptop beralih saat mendengar suara riuh di halaman rumah Hesley. Ia sampai berdiri dan mencondongkan separuh tubuhnya ke luar pembatas untuk menajamkan penglihatan.

“Asisten penghianat!” desis Shane dengan rahang mengetat.

Dari tempatnya berpijak, sangat jelas jika Reyna dan Zil bersama Hesley. Itu artinya mereka makan malam bersama. Jika Reyna memang tidak akan berpihak padanya. Tapi Zil, dia orang kepercayaannya. Shane membuang nafas kasar lalu segera turun menemui mereka untuk meminta penjelasan.
Shane melangkah tergesa menghampiri ketiga orang. Saat jarak semakin dekat, langkahnya memelan tapi hanya sejenak.

“Kenapa dengannya?” tanya Shane serius. Ia mengambil alih posisi Zil yang membantu Reyna memapah Hesley.

“Dia mabuk?” tanya Shane tajam pada keduanya bergantian.

Tanpa menunggu jawaban kedua orang itu, Shane menggendong tubuh Hesley ala bridal style. Sangat yakin jika wanita ini terlalu banyak minum dan setahunya, Hesley bukan orang yang kuat minum. Wajahnya ikut panik.

“Rey! Tolong mandikan dia!” perintah Shane setelah meletakkan Hesley ke dalam bak mandi.

Setelah keluar dari kamar Hesley, Shane menarik kerah baju Zil dan menyeretnya hingga halaman depan lalu menghempaskan ke tanah.

“Apa yang sedang kalian rencanakan,huh!” marah shane sambil menunjuk wajah Zil.

“Ini tidak seperti yang kau lihat..”

“Aku melihat kalian bahagia di atas kesedihanku!” potong Shane dengan suara cukup tinggi.

“Aku tidak tahu, jika dia akan ikut bersama kami.” Bantah Zil. Pun dengan suara naik satu oktaf.

“Oke. Aku bisa terima kalian makan bersama, tapi saat Hesley mabuk seharusnya kau menghubungiku, Zil!” Shane berteriak dan sebegitu murka.
“Berapa banyak dia minum?” Bertanya dengan suara rendah pun datar. Tapi raut wajahnya menahan amarah.

“Lima botol...”

“Bodoh!” Potong Shane cepat, melontarkan umpatan kepada Zil.

“Dia bisa celaka. Pergi! Panggil dokter!” teriak Shane seperti orang kesurupan.

Shane kembali masuk ke dalam rumah Hesley. Munggu di sofa depan tv dengan gelisah. Dalam otaknya telah ia persiapkan diri, inilah waktunya untuk menyelesaikan masalah diantara mereka. Ia berjanji akan menerima semua luapan kebencian dari wanita itu.

“Aku tidak tahu, apa yang belum selesai diantara kalian. Aku berharap ini tidak berlarut,” ucap Reyna datang dengan minuman. Kemudian duduk di sofa seberang Shane.

“Bertahun-tahun aku mencarinya. Dia mengganti nomor ponsel, aku mengirimkan pesan melalui surel satu pun  tak ada yang dibalas. Bahkan, keluarganya bungkam tentang keberadaannya di sini,” ungkap Shane.
“Ajak dia bicara. Kau juga harus terima keputusannya jika dia tak ingin kau ada di dekatnya,” ujar Reyna prihatin.

“Aku menyayanginya, aku tidak akan sanggup lagi jauh darinya,” ungkap Shane.

“Tapi, kehadiranmu beban dalam dirinya,”

“Demi rasa yang kau miliki kepadanya,  aku ingin dia hidup seperti sebelumnya.” Tegas Reyna. Kemudian Shane setujui.

Malam itu, Shane memutuskan untuk menjaga Hesley. Di sofa panjang dekat jendela, ia memangku laptop. Fokus pada apa yang sedang ia kerjakan meski waktu telah menunjukkan pukul tiga pagi. Sesekali ia melihat ke arah ranjang tempat Hesley tidur dengan damai. Rasa penyesalannya meluap saat wanita itu menghilang dari kehidupannya. Hampa, kosong, sepi, itulah yang ia rasakan untuk wakti yang tidak sebentar. Mengusap sudut mata yang berair dan siap jatuh. Kali ini, ia tidak mau lagi jauh dari wanita itu. Akan ia upayakan segala hal agar wanita itu kembali dalam pelukan.
**

Tirai putih yang menutupi jendela telah tersibak, sorot mentari pagi yang kian naik mulai menerobos kaca, sinar yang menyorot wajah mulai mengusik tidur Hesley. Berat kelopak itu dipaksa untuk terbuka, ia angkat telapak tangan untuk menghalangi cahaya yang menyilaukan.

“Aku baru saja akan membangunkanmu,” celetuk Shane yang baru saja datang bersama nampan berisi sarapan. Tubuh besarnya menghalangi cahaya yang menyorot ke arah Hesley.

“Siapa yang mengizinkan kau masuk ke dalam rumahku..ssssttt” sembur Hesley. Setelahnya ia mendesis sambil memegang sebelah kepala yang terasa sangat pusing. Tidak hanya itu, tubuhnya seperti remuk. Ia bergerak sedikit saja sakit.

Shane membuang nafas pelan. Keras kepala adalah karakter permanen wanita itu. Ia abaikan ucapan wanita itu yang mengusirnya, duduk di tepi ranjang lalu memotong pancake yang masih panas. Ia tiup dan disuapkan kepada Hesley.

“Makan!” titahnya tanpa ekspresi pun tatapan mata dingin.

“Tidak perlu mengusirku. Setelah ini kau harus minum obat lalu kita bicarakan dengan tenang. Kita bukan anak kecil yang bermain petak umpet,” ucap Shane sambil terus menyuapi Hesley.

“Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan,” jawab Hesley dingin.

“Jangan menjawab. Segera habiskan sarapan ini,”

“Aku kenyang,”

Shane meletakkan garpu dan pisau. Beralih mengambil beberapa obat dari dokter kemudian menyodorkan kepada Hesley beserta air mineral.

“Kalau ingin marah, marah saja. Tidak perlu minum banyak untuk menyiksa tubuhmu yang tidak salah,”

“Aku hanya minum sedikit...”

Ucapannya terpotong karena Shane membungkam bibir Hesley dengan bibirnya. Ia salurkan perasaannya pada wanita keras kepala itu. Mencekal tangan yang memukul dadanya lalu menekan tengkuk wanita itu, ia nikmati kerinduan yang sejak lama menikam diri Shane. Menyampaikan rasa rindu yang menumpuk.

The Flower GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang