Milikku

1 0 0
                                    

Cinta dan rindu pada diri Shane telah membutakan mata hatinya. Ambisi meluap dengan hebatnya hingga ia kehilangan kewarasannya. Obsesinya bangkit dengan level paling tinggi. Jangan bertanya bagaimana hati dan jiwanya, semua dalam raga Shane seolah tersulut dan berkobar. Ditambah lagi, saat ia mengetahui Hesley berhubungan baik dengan Leon.

Di bangku pesawat pribadinya, kedua mata pria itu masih memerah. Pandangannya jatuh pada awan putih yang berada disekeliling badan pesawat. Tatapan tajam dibalik kaca mata gelap seolah sedang merencanakan sesuatu. Shane kembali ke negara asalnya? Tidak. Ia membawa wanita itu menjauh dari Perancis sampai waktu yang tidak ditentukan. Memanfatkan keadaan Hesley yang sedang pingsan untuk dibawa ke tempat yang diinginkan. Akan lebih baik jika dirinya dan Hesley berada di tempat lain untuk mencari jalan tengah atas perasaannya. Shane melirik jam, kurang lebih satu jam lagi pesawat yang ia tumpangi akan mendarat.

Shane melirik ke samping. Hanya sekilas. Tiga puluh menit sebelum mendarat, Hesley bangun dari pingsannya. Wajah kaget dan panik tentu saja. Seperti mimpi bukan, terakhir di sebuah pondok ujung desa lalu membuka mata berada di atas awan. Shane melemparkan pandangan ke luar jendela, tidak melamun tapi ingin tersenyum miring.

Hesley menjepit pangkal hidungnya sendiri. Rasanya kali ini benar-benar kesal di atas kesal, seperti itulah kira-kira. Ia merutuki kesalahannya sendiri yang tiba-tiba pingsan. Selain itu, gerah melihat wajah tengil kurang ajar Shane yang diam-diam tertawa telah berhasil membawa ke tempat ini. Saking kesal tak bisa dibendung, Hesley menendang jok depannya dengan kuat. Detik selanjutnya ia memutar tubuh cepat menghadap Shane lalu mencekik hingga kedua bola mata pria itu mendelik melotot.

“Mati saja. Kau!” geram Hesley dengan sorot mata iblis yang membulat sempurna.

Sang sopir seketika panik melihat tuan besarnya. Buru-buru menekan pedal rem, lalu turun membuka pintu samping Shane untuk menghentikan wanita bawaan sang bos yang bisa mengirim bos besarnya itu ke tempat Tuhan.

“Nyonya, lepaskan!” pinta sang sopir sambil mencoba melepas tangan Hesley yang mencekik batang leher Shane.

“Kau diam! Biarkan pria sialan ini mati!” teriak Hesley. Kali ini wanita itu seperti kesurupan. Semakin panik sang sopir, sampai bingung apa yang harus ia lakukan.

Tidak ada pengawal yang ikut dengannya, dan Hesley kesal tak terkontrol. Jika ia biarkan bisa mati konyol. Shane tarik tengkuk Hesley kuat, begitu sudah menempel ia lumat kasar tanpa jeda. Meski dirinya sendiri hampir kehabisan oksigen, tapi hanya cara ini yang menyelamatkan nyawanya. Tangan Hesley yang berada di batang leher mengendur dan beralih memeluk leher pria itu.

Si pengawal mendelik kilas lalu segera menutup pintu mobil dan cepat-cepat menjalankan mobil kembali. Tidak lupa ia tutup pembatas kursi penumpang dengan bangku sopir.

Satu tangan berpindah pada pinggang Hesley, satu lagi masih setia menahan tengkuk wanita itu. Ia sesap kuat dan ia nikmati rasa yang tidak pernah tukar dari terakhir ia cicipi di belasan tahun silam.

Menarik diri lalu menyatukan keningnya pada kening Hesley.
“Katakan jika kau mencintaiku, lalu akan ku serahkan nyawaku kepadamu,” ucap Shane dengan nafas terengah pun susah payah.

Satu tumbukkan kuat menghantam hidung mancung Shane hingga mengeluarkan darah dari dua lubang. Tersenyum miring puas. Segera menggeser duduknya untuk berjarak dengan Shane. Ia gerakkan bola mata ke samping, terlihat Shane mengusap aliran darah itu menggunakan jempol. Lalu meraih tisu kering yang tak jauh dari tempatnya. Masih santai dengan wajah datar, ia bersihkan hidungnya tanpa kesal atau apapun.

Spontan ia rebahkan kepala di atas paha Hesley. Wanita itu terpekik singkat. Selanjutnya wanita itu hanya memberontak sia-sia.
**

Kamar mewah yang sangat luas mendadak seperti kapan pecah. Dua puluh menit tidak beralih dari deretan baju yang telah Shane persiapkan karena merasa tidak cocok. Semakin kesal karena pria itu membawa dirinya saja tanpa selembar baju. Ia raih baju seadanya pun rambut yang hanya di gulung asal.

Kaos oblong kebesaran dan celana ketat membungkus tubuh Hesley. Berjalan keluar kamar untuk mencari pria itu, tapi kosong. Manggut manggut lalu ia memutuskan untuk melihat hotel. Tapi, begitu membuka pintu kedua matanya seolah ingin lepas dari tempatnya. Dua pria bertubuh besar menjaga pintu samping kanan maupun kiri.
Hesley berdehem,”Apa kalian akan ikut aku kemanapun?” tanya Hesley dan keduanya serempak menggeleng.

Tak jauh dari hotel, ada pusat belanja yang cukup mudah dijangkau. Satu persatu ia masuki tiap toko. Tersenyum miring dengan paperbag yang memenuhi kedua tangan pengawal. Ini sedikit balasan karena membawa ke tempat jauh tanpa ada satu barang miliknya yang ikut serta.

Di kamar lain yang tak kalah luas, Shane sedang sibuk berdiskusi dengan beberapa rekan bisnis. Beberapa kali denting ponsel berbunyi singkat, tanda sebuah pesan masuk. Ia segera mempercepat rapat, ini sudah cukup lama meninggalkan wanita itu.

Selesai rapat ia segera menyambar ponsel yang tergeletak di atas pulau. Puluhan pesan singkat serta laporan bank ikut memenuhi. Bibir pria itu melengkung ke atas. Bukannya marah tapi malah bahagia.

The Flower GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang