Bertahan

1 0 0
                                    

Pertanyaan, ungkapan, jawaban, bahkan pengakuan yang memukul palung hati, hari ini semua telah diketahui. Tidak hanya saat ini, tapi fakta sekian lama tahun berlalu pun ikut pembahasan obrolan Shane dan seorang wanita.

Desir angin malam menerpa dua anak manusia yang duduk di tebing batu. Satu menikmati camilan ringan yang sempat dibeli di minimarket, satu lagi terdiam Sambil menikmati pemandangan hamparan kota malam dari ketinggian.

“Kau tidak akan bunuh diri kan, Sley?” celetuk Flogy sambil mengunyah kripik pun duduk di samping wanita itu.

“Otakku tak sedangkal itu. Aku bukan lagi gadis belasan tahun yang bertindak bodoh,” jawabnya tanpa menatap Flogy.

“Jika kau ingin pulang ke perancis sekarang, aku akan siapkan penerbanganmu.” Tawar Flogy.

“Itu sama halnya aku kembali ke masa lalu dan antara aku dengan Shane kembali menggantung,” jawab Hesley.

“Sley, apa kau kembali padanya?” tanya Flogy serius.

Menoleh ke samping dan tersenyum, “Aku hanya ingin membuka waktu kembali bersamanya. Hanya waktu bukan pada cinta,”

“Tinggal satu rumah dengannya, sama hal kau memberi kesempatan pria itu masuk dalam hidupmu,”

“Aku harus bagaimana? Kabur? Melarikan diri? Atau membunuh dia?” tanya Hesley yang kembali melemparkan pandangan ke hamparan lampu kota.

“Jika kau muak, ya bunuh saja. Aku akan membereskan mayatnya,” sahut Flogy santai.

“Bukankah dia teman sekaligus partner dalam dunia bisnismu?”

“Tapi aku lebih menyayangimu, Sley.”

Terdengar menghela nafas “Satu hari aku pernah merindukan pertemanan kita dulu. Aku, kau, Leon, dan sialan itu,” imbuh Flogy. Menjatuhkan bahu tegapnya setelah mengingat kenangan lama.

“Aku akan baik-baik saja.”

Di tempat itu mereka bertukar cerita. Flogy yang memiliki karakter humoris dan lebih santai membuat suasana hati Hesley jauh lebih tenang. Walaupun usia mereka hanya berbeda beberapa bulan, Leon maupun Flogy selalu memperlakukan Hesley seperti gadis kecil.

“Apartemen milikku juga tidak kalah mewah, keluarlah dari rumah itu,” pinta Flogy membujuk.

“Aku tidak ingin dia tahu kau ada disini,” jawab Hesley.

Kini mereka dalam perjalanan pulang. Sejak kejadian masa lampau yang menerpa Hesley, Leon maupun Flogy memutuskan untuk berpindah negara. Meski begitu, hubungan tetap terjaga baik. Dua pria itu lebih memilih sedikit menjaga jarak dengan Shane dalam dunia pribadi. Berbeda dengan dunia bisnis, mereka tetap menjalin kerja sama yang baik untuk menjaga warisan keluarga dan memang kerja sama itu sudah terjalin sejak berdirinya tiga pemilik perusahaan yang sekarang diteruskan oleh Shane, Leon dan Flogy.

“Sley,” panggil Flogy dengan wajah melas, manja dan penuh permohonan.

Membuang nafas pelan, mengulurkan tangan mengusap sebelah pipi Flogy yang kasar. Memberikan senyum manis sebagai pengganti kalimat ‘semua akan baik-baik saja’.

Flogy tumpangkan telapak tangan besarnya pada punggung tangan Hesley yang masih memegang sebelah pipinya. Terpejam menikmati telapak tangan mungil yang terlihat tegar namun rapuh di dalam. Sungguh, ia rela memberikan dunia terbaiknya untuk wanita yang kini sedang menenangkan kegelisahan hatinya.

“Apapun dan kapanpun kau memanggilku, aku akan selalu datang. Jangan sembunyikan lagi kerapuhanmu seperti dulu,” ucap Flogy pelan dengan kedua mata terpejam.

“Kau terbaik,” sahut Hesley.

Setelah Hesley turun dan memastikan masuk ke lobby, Ia tidak langsung meninggalkan tempat. Tak lama, pintu mobil samping dibuka dan masuk seorang pria. Flogy segera menyalakan mesin untuk meninggalkan gedung besar itu.

“Dia masih bersikeras untuk tetap tinggal,” ucap Flogy.

Terdengar membuang nafas kasar. “Biarkan semua sesuai jalan yang dia atur. Kita harus memahami jika Sley kita sedang mencoba berdamai dengan masa lalu,” ucap Leon. Sambil menyandarkan punggung.

Setelah mengetahui Shane menemukan keberadaan Hesley, sejak saat itulah Leon dan Flogy mengawasi lebih ketat. Semua tentang hari bukan kebetulan, semua telah di rencanakan. Di bagian sudut tertentu rumah Hesley telah terpasang kamera tersembunyi jauh sebelum Shane datang. Mereka juga tahu jika Shane juga meletakkan kamera untuk mengawasi Hesley.
Menempelkan kartu akses untuk membuka pintu. Masih gelap dan hanya lampu dapur yang menyala. Tanpa ia sadar telah ada orang yang masuk ke dalam rumah, karena sebelum dia pergi aliran listrik ia padamkan. Hesley tidak peduli akan sekitar, yang ada dalam otak kecilnya ia tetap pulang ke rumah penjara ini. Langkah gontainya lurus menuju kamar pribadi yang berada di lantai dua. Belum sempat menekan knop pintu tubuhnya dipeluk dari belakang. Sangat erat.

“Kau dari mana?” tanyanya pelan dengan suara yang terdengar bergetar.

Untuk beberapa saat ia menegang dan melotot. Setelahnya ia kembali mengatur raut wajah tenang dan datar. Senyumnya cukup mahal untuk ia persembahkan pada Shane.

“Aku khawatir karena kamera tak kunjung menyala. Aku takut kau terluka,” ucapnya lagi masih dengan suara sama.

“Aku sudah terluka, jadi tidak perlu khawatir jika aku akan terluka,” jawab Hesley datar.

The Flower GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang