07 :: Kabut Resah

21 3 0
                                    

Typo is manusiawi💅

°°°

Serena dibuat berdecak akibat Bentala yang sedari tadi mengomel tidak jelas. Tontonan di hadapannya jadi tak menarik. Pula dengan suguhan berbagai macam kue kering dan keripik pedas. Sungguh dia kehilangan selera makan, padahal tadinya dia berniat hendak memesan seblak level kematian. Namun, semuanya pupus sejak ia kehilangan nafsu makan karena harus mendengar sahabatnya yang terus menerus mengomel tiada henti.

“Udah ngapa, sih?! Percuma juga Lo ngomel ke gue. Enggak ada pengaruhnya, La!” kata Serena yang mulai jengah. Dia lempar sedotan gepeng yang sedari tadi dia gigiti.

“Ya lagian gue kesel banget sama Mas Asa, Na!” Bentala berjalan gontai menghampiri Serena yang duduk nyaman di atas karpet depan sofa panjang. Menyenderkan kepalanya di pundak sahabatnya itu dengan air mata mulai membasahi pipi.

Sekali lagi, Serena seperti sedang diuji mentalnya untuk menghadapi Bentala mode rewel. Serena mengambil napas dalam-dalam lantas menghembuskannya kuat-kuat. Dia menoleh, menangkup kedua pipi Bentala. Kemudian, mengusap lelehan air mata di pipi gadis itu.

“Ya terus gue harus gimana, Bentala?! Lo ngomel sama gue sampai mulut Lo berbusa juga ga ada pengaruhnya. Lo obrolin aja sama Mas Harsa kalau Lo nggak suka sama sikap dia tadi.”

“Susah, Na. Mas Asa tuh tipe yang mementingkan pendidikan banget. Dia bahkan lebih milih dengerin ocehan dosen ketimbang nge-date sama pacarnya.”

Tidak ada yang bisa dilakukan Serena kali ini. Jelas saja dia bukan siapa-siapa untuk ikut andil dalam drama rumah tangga sahabatnya itu.

“Terus gimana tadi? Beneran diantar sama Mas Harsa?” tanya Serena. Bentala mengangguk kecil—masih sesenggukan.

“Ditungguin juga sampai selesai,” lanjutnya meski tersendat-sendat.

“Ya itu tandanya Mas Harsa masih peduli sama Lo. Gue yakin Mas Harsa juga nahan cemburu, tapi ego dia nggak besar. Sadar kalau pendidikan adalah prioritas tertinggi Lo saat ini, La. Udahlah nggak usah drama!” Serena yang mulai jengah.

Serena kadang tak habis pikir dengan sahabatnya itu. Sudah diberi kekasih se-baik dan se-suportif Harsa, tetapi rasanya tidak bersyukur. Jika dia yang menjadi kekasih Harsa, jelas Serena akan menjadi wanita paling beruntung di dunia. Namun sayang, cintanya terjebak di manusia dingin macam Arjuna Alvarendra.

Akan tetapi, beda pula pemikiran Serena dengan Bentala. Bukannya dia tak bersyukur dengan ditakdirkan menjadi kekasih seorang Harsa Sandyakala, sehingga dia terlihat seperti orang yang haus perhatian. Tinggal jauh dari kedua orang tua. Memiliki orang tua lengkap, tetapi serasa tak memiliki seorangpun membuatnya selalu mendambakan kasih sayang. Inginnya selalu dimanja dan diperhatikan. Semenjak bertemu Harsa dia inginnya diperlakukan posesif seolah Bentala adalah hal yang paling berharga bagi pria itu. Senantiasa dalam dekapan hangat pria itu. Karena itu pula, dia rasanya marah sekali saat Harsa seolah kehilangan kepekaan dengan membiarkannya dekat-dekat oleh pria lain. Menurut Bentala, itu sama saja dengan cinta Harsa yang meluntur padanya.

“Daripada nge-galau mikirin Mas Harsa mending kita order seblak. Gue pengen banget dari kemarin,” celetuk Serena. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan mulai berselancar di aplikasi pesan antar makanan.

“Mau nggak?” Serena mengangkat sebelah alisnya—menatap Bentala—yang dibalas anggukan kecil.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Symphony Harsa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang