Harsa masih duduk di kursi yang sama. Termenung dia menatap ikan-ikan Koi yang mulutnya terbuka meminta makan. Genjrengan gitar yang biasanya menemaninya telah absen berganti gemericik air kolam. Panorama senja yang selama ini dia agungkan juga telah terbenam. Jatuh dalam buaian rembulan malam. Semilir air hangat yang biasa membisik lembut, berganti angin malam yang menghembuskan sensasi dingin. Tidak ada pula secangkir kopi hitam atau batang rokok yang dia seludupkan, hanya sisa teh herbal yang masih setengah di cangkir hasil kerja tangan Jovita sore tadi. Wanita itu undur diri kala azan magrib berkumandang setelah mengingatkannya untuk tidak melalaikan kewajibannya kepada Sang Pencipta.
Dalam kesendiriannya, Harsa pandangi lamat-lamat cincin putih yang dia perjuangkan setengah mati untuk mendapatkannya. Cincin yang akan dia gunakan untuk mengikat gadisnya malam ini. Ya, harusnya begitu, sebelum disadarkan bahwa itu hanyalah angan semu yang tak mungkin dia wujudkan. Pandangan Harsa beralih ke rembulan malam yang bersinar terang. Bulatan cahaya di langit hitam itu tengah menduduki fase sempurnanya. Jauh lebih menawan dibanding kecantikan senja yang selama ini Harsa agungkan. Secepat rasa cintanya yang meluntur pada senja, seharusnya rasa cintanya pada Bentala juga begitu, bukan? Dirinya sudah tidak ada lagi hak memiliki gadis itu, tidak bahkan dengan posisinya saat ini.
"Sa!" Suara Arjuna yang berjalan mendekatinya. Anak sulung Jovita itu mengambil duduk bersisian dengan Harsa. Pemuda itu menatap Harsa prihatin, bagaimana tidak kala pemuda yang biasanya ceria itu tak ubahnya sebuah patung. Hanya duduk diam, tak melakukan pergerakan apa pun, pandangan mata kosong, bahkan gairah hidupnya menurun drastis. Satu yang membuatnya masih bisa dikatakan manusia, yakni helaan napas samar yang dihembuskan pemuda itu.
Arjuna melirik kotak beludru yang berisi cincin putih bermanik permata biru di tangan kanan Harsa. Harusnya hari ini menjadi hari yang membahagiakan untuk Harsa, tetapi segudang fakta menggempur lebih cepat. Tanpa antisipasi hingga menimbulkan kesakitan berarti. Namun, bukankah akan lebih fatal bila gempuran itu datang sedikit terlambat?
"Kenapa hidup gue selucu ini, ya, Jun?" ujar Harsa tanpa intonasi, datar. Netra pemuda itu masih terpaku pada air di kolam yang berada di hadapannya. "Kalau ending-nya bakal begini, gue lebih milih dihanyutkan di sungai waktu bayi."
"Sa!" sentak Arjuna.
Harsa terkekeh pelan. "Iya kan, Jun. Kenapa gue harus hidup kalau gitu? Salah apa sih sebenarnya gue di masa lalu? Sampai takdir gue sebercanda itu. Harusnya malam ini, gue bahagia merayakan anniversary gue sama Tala yang ke-5, tapi gue malah kebanjiran fakta. Lucu banget, ya, Jun?"
"Sa, gue tahu pasti berat banget buat, Lo. Tapi gue mohon jangan karena ini Lo nyerah sama hidup Lo. Jangan tutup mata, Sa, nggak cuma Lo yang sakit di sini. Tante Ratih, Bentala, orang tua kandung Lo pasti juga sakit terlepas perbuatan dia ke Lo dulu. Setiap datang ke rumah, Tante Delia selalu cerita kalau dia kangen sama anak sulungnya, yang dia kenal sebagai Harvey. Dia selalu banggain gimana pinternya anaknya itu bahkan saat dia masih umur tiga bulan."
"Percuma, Jun, semuanya nggak bisa menutup fakta dia pernah hampir bunuh gue."
Arjuna terdiam. "Terus gimana, Sa?"
Harsa menggeleng kecil. Dia pun masih tak tahu keputusan mana yang akan dia ambil. Dia masih terlampau terkejut.
"Lo nggak lupa sama Bentala, 'kan?" Harsa menoleh ke arah sahabatnya itu, dengan sorot mata yang tak bisa diartikan.
***
Sementara di belahan bumi yang lain, Djanaka tengah uring-uringan. Berulang kali pemuda itu melirik jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah lewat sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan, tetapi Harsa belum hadir juga. Entah sampai kapan mereka harus menunggu. Mahesa yang juga sudah siap dengan gitarnya ikut merasakan resahnya. Dia menghampiri Djanaka yang mondar-mandir di tanah berpasir itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Harsa [TERBIT]
Fanfiction[15+] Simponi Harsa mengalunkan melodi sendu bersajak pilu. Tentang rasa sakit yang membelenggu. Putusan takdir tak dapat berubah membuatnya diliputi resah. Akankah dia tabah? ••• Kisah ini tentang Harsa dengan segala kekecewaannya kepada permaina...