"Gimana aku harus bilang sama Bentala, Buk?!" raung Harsa. Ratih tetap bungkam, tak kuasa sekadar memberi sepatah kata. Tangis wanita itu kian menjadi.
"Jangan pukul-pukul, Nak!" sentak Ratih dengan suara bergetar. Tangannya yang juga gemetar itu mencoba meraih tangan Harsa agar menghentikan aksi pemuda itu yang tengah memukuli kepalanya sendiri. Kalap dimakan emosi, tanpa sadar Harsa menyentak tangan Ratih dengan tenaga berlebih sehingga wanita itu mundur beberapa langkah. Ratih sempat terkejut atas perlakuan kasar putranya yang baru dia lihat pertama kali ini. Ditambah mata yang biasa menatapnya penuh cinta itu kini telah menggelap, tenggelam dalam lautan amarah. Harsa masih meraung dengan menjambaki rambutnya sendiri. Ratih berangsur mundur, tak berani sekadar mendekat. Harsa dihadapannya bukan lagi putranya yang manis. Dirinya hanya bisa diam melihat putranya yang perlahan hancur itu.
Di lain tempat, tepatnya di teras depan kediaman Ratih masih ada Jovita yang menunggu kedatangan Ratih dari mengambil air. Ibu dari Arjuna-Djanaka itu tersentak kala rungunya mendengar raungan Harsa lalu disusul suara tangisan yang bersahutan. Berdiri dari duduknya, Jovita lantas menuju suara tersebut berasal. Begitu dekat dengan sumber suara, Jovita dibuat terkaget-kaget kembali. Harsa dengan tampilan kacau tengah memukul-mukul kepalanya sendiri, sedaangkan Ratih duduk bersimpuh dengan air mata yang enggan berhenti. Kemudian, perhatian Jovita tertuju pada dua foto yang bersanding di hadapan Harsa. Apakah semua sudah terbongkar? batinnya. Pasalnya Jovita tahu sekali bagaimana kisah Harsa dimulai.
Pertama, Jovita menghampiri Ratih yang masih bersimpuh dengan tubuh lemasnya. Diraihnya telapak tangan tetangganya itu. "Kamu tenangkan diri dulu, Ra. Biar aku yang jelaskan ke Harsa," ujarnya.
Ratih memandang Jovita dengan perasaan kalut, ada rasa bersalah, sedih, marah, kecewa yang mengisi hatinya saat ini. "Aku jahat banget, ya, Jov," lirihnya, "harusnya aku nggak egois atas Asa. Harusnya aku bisa jujur sama dia lebih awal. Harusnya aku tahu lebih awal kalau Bentala adik kandung Asa. Harusnya ...."
"Sudah, Ra. Semua sudah terjadi. Lebih baik kamu tenangkan diri dulu. Biar aku yang jelaskan semuanya sama Harsa biar bagaimana pun dia harus tahu kisahnya dimulai. Setelah ini biarkan dia yang memutuskan sendiri," tutur Jovita. Istri Johan itu membawa Ratih keluar dari kamar. Kebetulan sekali saat itu Arjuna baru saja memasuki pintu depan kediaman Ratih, maka Jovita percayakan ibu Harsa itu kepada anak sulungnya itu untuk ditenangkan. Kini tugasnya adalah menenangkan Harsa.
Perhatian tiga orang di ruang tamu itu teralih pada Harsa yang raut wajahnya mengeras berjalan tergesa. "Mau kemana, Sa?" Jovita mencekal pergelangan tangan pemuda itu. Tatapan tajam Harsa berikan pada ibu sahabatnya itu, berlanjut dengan menatap tubuh Ratih yang lemas bersandar pada Arjuna.
"Lepasin!" kata Harsa dengan nada dinginnya. Demi Tuhan Harsa tengah menahan sesuatu yang meledak-ledak dalam dirinya. Jangan sampai dia kelepasan.
"Ikut Tante!" balas Jovita menyeret Harsa menuju taman belakang rumah pemuda itu. Tempat di mana Harsa selalu mendapat ketenangan. Jovita menuntun pemuda itu untuk duduk di kursi yang menghadap ke kolam ikan koi. Sementara, Jovita sendiri berbalik ke dapur. Menyiapkan secangkir teh hangat untuk membantu menetralkan emosi pemuda itu.
"Diminum!" Jovita meletakkan secangkir teh hangat di meja bundar itu, Harsa hanya menatapnya sekilas. Wanita dewasa itu kini mengambil duduk di kursi yang sejajar dengan Harsa, hanya dibatasi oleh meja bundar di tengah.
"Tante akan ceritakan semua yang menjadi pertanyaan kamu. Jangan pernah membenci Ratih, Sa, ingat kamu bisa hidup sampai sekarang juga karena Ratih. Meskipun dia tetap salah karena menyembunyikan fakta tentang kamu, tapi percayalah cintanya ke kamu bukanlah kebohongan. Jangan juga menyalahkan orang tuamu. Semua terjadi karena sudah kehendak Tuhan kalau jalan hidupmu akan seperti ini." Harsa berdecih mendengar perkataan Jovita yang sangat naif baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Harsa [TERBIT]
Fanfiction[15+] Simponi Harsa mengalunkan melodi sendu bersajak pilu. Tentang rasa sakit yang membelenggu. Putusan takdir tak dapat berubah membuatnya diliputi resah. Akankah dia tabah? ••• Kisah ini tentang Harsa dengan segala kekecewaannya kepada permaina...