Harsa sudah menghabiskan satu jamnya terduduk di panggung gazebo yang tepat mengarah ke pintu gedung B fakultas kedokteran. Menanti pintu kelas B-17 itu terbuka. Dari Serena dia mengetahui bahwa Bentala akan menghadiri kelas pagi ini. Itulah mengapa, Harsa ada di sini meski tak ada kelas hari ini. Tak lain niatnya adalah kembali membicarakan perihal mereka. Orang lain mungkin akan menganggap Harsa adalah orang yang tak tahu diri, setelah perkataannya yang menyakitkan pada Bentala tempo lalu---terkesan membuang gadis yang mengisi singgasana hatinya---justru kini berbalik meminta pengampunan. Lebih tak tahu diri lagi apabila Harsa memintanya kembali untuk mengisi singgasana hatinya.
Dalam penantiannya, Harsa merenungkan beberapa hal. Tentang apakah keputusannya kini sudah tepat. Benarkah dirinya tak akan menyesal nantinya. Sudah cukup dirinya berlaku bodoh sekali, jangan kesalahan yang sama terulang kembali. Ya, setidaknya dia kini telah menurunkan sedikit egonya.
Perhatian Harsa teralih ketika mendengar riuh mahasiswa yang berjalan keluar dari ruang kelas yang begitu menyesakkan. Satu wanita yang menjadi pusat Harsa, yaitu seseorang berambut hitam panjang tergerai berpadu dengan riasan tipisnya yang menawan. Meskipun tak semenawan biasanya, karena dapat Harsa lihat raut murung bersemayam di sana. Wajah yang senantiasa berseri pun seolah lenyap entah ke mana. Harsa tak mampu keluarkan sepatah kata, sekadar memanggil namanya pun mulutnya terasa kelu. Dirinya hanya berharap pada kekuatan matanya yang terus menatap intens si gadis. Berharap gadis itu dapat menyadari seseorang dari kejauhan tengah berusaha menarik atensinya.
Benar saja, Bentala mengenali tatapan itu. Kontak mata diantara keduanya berlangsung beberapa detik. Ada perasaan yang tak mudah dijelaskan dari pandangan keduanya. Ada semacam perasaan rindu tertahan. Atau ungkapan kasih tak sampai. Serena pahami itu semua, maka diraihlah tangan Bentala. Menarik atensi gadis itu dan kini menatap dalam sahabatnya itu. Meski terkejut kontak matanya dengan Harsa terputus, tak urung Bentala kini memerhatikan Serena.
"Jangan kabur lagi, La. Selesaikan dulu masalah kalian. Apa pun keputusannya nanti, ingat masih ada gue yang bisa mengusahakan pelangi hadir di hidup lo," ujar Serena lembut. Pasalnya kejadian ini terjadi bukan hanya hari ini saja. Sudah hampir satu minggu Harsa meminta waktu bertemu dengan Bentala, tetapi gadis itu terus menghindar.
"Na, gue takut," balas Bentala. Dapat Serena liat raut kecemasan dibumbu ketakutan tergambar di wajah Bentala. Gadis itu mengusap telapak tangan sang sahabat dengan halus, mencoba tenangkan resah Bentala.
"Gue yakin Mas Harsa nggak sejahat itu, La. Gue bisa lihat masih ada cinta di mata Mas Harsa buat Lo. Plis, jangan menghindar lagi, kalau Lo menghindar terus, kalian berdua akan lebih sakit."
Maka kali ini Bentala turunkan egonya. Bagaimanapun perkataan Serena ada benarnya, tak mungkin akan terus membiarkan masalah ini berlarut dalam ketidakpastian. Sebab tak ada kata paten yang terucap tentang kelanjutan hubungan mereka. Selama ini Bentala hanya berasumsi sendiri, sebenarnya pun tak dia ketahui isi hati terdalam Harsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Harsa [TERBIT]
Fanfiction[15+] Simponi Harsa mengalunkan melodi sendu bersajak pilu. Tentang rasa sakit yang membelenggu. Putusan takdir tak dapat berubah membuatnya diliputi resah. Akankah dia tabah? ••• Kisah ini tentang Harsa dengan segala kekecewaannya kepada permaina...