13 :: Perlahan Renggang

17 2 0
                                    

Setelah mengeluarkan beban pikirannya kemarin malam, Harsa merasa jauh lebih baik. Berkat dekapan hangat ketiga kawannya itu, kini dia tak merasa sendiri lagi. Sepulangnya, dirinya disambut dengan pelukan hangat Ratih pula. Dirinya dimanja layaknya bayi yang patah hati karena kehilangan mainannya. Benar, dia tumbuh tanpa figur seorang kepala keluarga, tapi Harsa menyadari dirinya tak merasa kekurangan apa pun. Tidak dengan kehangatan pula kasih sayang. Masalah percintannya bukanlah apa-apa. Benar, dirinya menjalin kasih denga tujuan akan membangun bahtera keluarga nantinya. Namun, sekali lagi itu bukanlah prioritas utamanya. Asalkan ibunya bahagia itu sudah lebih dari cukup. Mengenai fakta apabila dirinya bukanlah putra kandung Ratih tak akan dia ambil pusing. Bagaimanapun dirinya hanya mengenal satu sosok ibu dalam hidupnya. Satu perempuan hebat yang selalu mengusahakan apa pun keinginannya. Seseorang yang kini tengah membelai lembut rambutnya seraya melantunkan nada-nada yang ibunya buat sendiri. Dulu Harsa kecil akan rutin dinyanyikan sebagai pengantar tidur. Seiring bertambahnya umur pemuda itu, lagu itu akan dinyanyikan kala dirinya diliputi resah. Sebab hanya alunan merdu yang keluar dari bibir ibunya pula denga gerakan halus yang membelai surainyalah Harsa mencapai ketenangan. 

Harsa mengulas senyum tipis, netranya terpejam menikmati sensasi tenang tertidur di paha sang ibu. Tidak berapa lama, netra itu terbuka. Langsung bersitatap dengan bola mata Ratih yang memandang putranya lembut. Tangan Harsa tergerak, mengusap pipi Ratih yang lembut. Tiba-tiba rasa sesak menghimpit dadanya disusul bulir air mata. Sore itu, dia tumpahkan air matanya pada sang ibu. Mengadukan segala hal yang membelenggu hatinya. Tentang dirinya yang diliputi resah selama ini. 

Ratih yang melihat putranya menitikkan air mata itu seketika dibuat terenyuh. Dirinya turut merasakan sakitnya. Harsa memang menangis tanpa suara, tapi setiap air mata yang menetes juga tarikan napasnya yang berat seolah memberi tahu sebesar apa beban yang dia pikul. Ratih tahu ada hal lain yang disembunyikan putranya itu. Sesuatu yang lebih besar dibandingkan dengan keputusannya yang hendak memutuskan jalinan kasihnya dengan Bentala. Namun, Ratih enggan menerka, tak juga memaksa untuk bercerita. biarlah putranya tenang dulu. 

"Mas, jangan begini. Bilang sama Ibuk di mana yang sakit, Nak?" tanya Ratih dengan suara tercekat. Tenggorokannya terasa perih menahan isakan. Sebisa mungkin dia kuatkan hatinya agar tak ikut luruh. 

Harsa tak menjawab. Pemuda itu justru menyembunyikan wajahnya di perut Ratih. Pundaknya bergetar semakin hebat. Semua! Semua bagian tubuhnya entah mengapa terasa sakit. Terutama relung hatinya yang seolah diremas-remas oleh tangan-tangan gaib. Perih membakar hatinya. 

Orang lain mungkin berpikir Harsa adalah anak lelaki pecundang yang lemah hanya karena masalah seperti ini. Jangan disangka masalah hati itu sepele. Luka fisik mungkin bisa sembuh dalam tujuh hari, tapi masalah hati setidaknya bisa membutuhkan tujuh dekade untuk berada di tahap mengikhlaskan. Bagi Harsa yang dibesarkan dengan limpahan kasih sayang, selalu ditanamkan akan ketenteraman dan kelembutan hati tentu cukup berat. Ibaratnya satu bebannya belum surut, sudah ketambahan masalah lain. Dirinya belum bisa legowo apabila Ratih bukanlah ibu kandungnya, kini ditambah dengan hubungan asmaranya yang tak baik-baik saja pula. Jangan salahkah Harsa apabila dilanda amarah mendalam malam lalu. Ketika pikirannya tengah berkabut amarah dan disodori percikan api, maka murka dalam dirinya yang tertahan pun akhirnya meluap-luap. 

"Sudah, ya, Nak. Asa anak Ibuk yang paling kuat, paling hebat. Jangan sedih-sedih terus, ya, Nak. Cerita, Nak, sama Ibuk! Apa yang kamu rasakan. Bagi sakitnya sama Ibuk," ujar Ratih. Kali ini air matanya tak lagi bisa terbendung. 

"Siapa Asa di mata Ibuk?" tanya Harsa tiba-tiba. Wajahnya tak lagi dibenamkan, kini pemuda itu memandang Ratih dengan wajah basah. 

"Kenapa tanya seperti itu? Asa anak Ibuk yang paling Ibuk sayangi, melebihi nyawa Ibuk sendiri. Asa adalah kebanggaan dan sumber bahagianya Ibuk," jawab Ratih lembut lengkap denga senyum teduhnya. 

Symphony Harsa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang