"Malam, Bro Sa!" Sapaan demi sapaan membanjiri begitu Harsa sampai di angkringan Lik Bos. Hari ini tak banyak anak Pamor yang kongkow karena tengah musim ujian juga. Ya, meski dibilang mereka ini tergolong anak bandel yang banyak menghabiskan waktu untuk nongkrong, masalah pendidikan tak lantas diabaikan. Satu pun dari anggota geng Harsa itu yang pernah tersandung masalah baik di kampus atau masyarakat. Bahkan bisa dibilang mereka termasuk murid-murid teladan. Hanya saja minusnya mereka suka brutal apabila menyampaikan aspirasi-aspirasi anak muda setiap ada demo. Jadi, tak sedikit ada yang memusuhi.
"Sepi, ya, Lik?" tanya Harsa seraya mengambil duduk di bangku bambu yang berhadapan langsung dengan meja yang di atasnya berbagai macam gorengan, sate-satean, juga sebakul nasi kucing. Harsa mengedarkan pandangannya, dari sekian banyak pembeli di warung Lik Bos malam ini hanya beberapa wajah yang dia kenali. Djanaka dan Arjuna yang datang bersamanya, Mahesa dan lima anak Pamor.
"Musim ujian, Sa. Kemarin Chandra ke sini minta doa biar lancar ujiannya katanya, terus temen-temennya ditraktir nasi kucing sebungkus." Perkataan Lik Bos itu mengundang tawa renyah.
"Mas, gue besok juga ujian, nih. Tolong traktir gue nasi kucing biar lancar ujiannya. Soalnya gue bokek mau traktir, jadi minta traktiran aja." Ini suara Damar, adik tingkat Harsa yang tingkah tengilnya sekelas Chandra.
"Ya, kalau besok ujian kenapa malah nongkrong bocah?" sahut Djanaka, tidak habis dengan kelakuan Damar.
"Suntuk, Mas, kalau belajar mulu," balas Damar yang diangguki empat temannya yang lain.
"Dih minta Mahes, dong, sebagai perayaan skripsinya udah selesai. Siapa tahu kalian nanti ketularan pinter," tukas Harsa. Ini alibi saja agar tidak diminta menraktir.
Mahesa yang namanya diseret lantas melayangkan tamparannya ke lengan Harsa. "Kenapa jadi gue?!"
"Plis, dong, Mas. Gue doain nanti pas wisuda dapat cewek cantik, terus cepet dapat kerja di tempat enak dengan gaji banyak biar bisa traktir adek-adekmu ini," ujar Raka yang mulai mengeluarkan bujuk rayunya.
Mahesa berdecak. "Iya, deh, ambil aja. Ingat, ya, masing-masing nggak boleh lebih dari dua puluh ribu. Bisa bokek beneran gue."
Kelima bocah itu langsung kegirangan dan mulai menyerbu dagangan Lik Bos. "Dih gue juga pengen ditraktir sama Mas Mahes, dong," kata Harsa dengan suara mendayu nan centilnya.
"Pangkat elite, beli kopi sulit!" seru Mahesa setengah menyindir Harsa yang posisinya adalah seorang leader.
"CHUAKS!!" sahut Djanaka dengan semangat empat lima.
"Asa lagi nabung buat beli cincin itu," tukas Arjuna.
"Lah, lu mau lamaran, Sa? Sama Bentala?" tanya Mahesa setengah terkejut.
"Iyalah, pacar gue cuma satu," jawab Harsa, "makanya kopi hari ini bayarin dulu."
Mahesa masih menatap tak percaya. Tiba-tiba sekali pikirnya. "Lo beneran mau lamaran? Maksud gue, ya, nggak pa-pa, sih, cuma kalian kan masih kuliah juga. Nggak mau fokus pendidikan dulu aja?" tanya Mahesa hati-hati.
"Kalau ditanya seriusnya, sih, gue udah serius banget, ya, Hes. Sependapat juga sama yang Lo omongin. Cuma di sini gue nggak kayak yang lo pikirin. Gue cuma mau ngikat Bentala secara personal dulu, memastikan mau berkomitmen jalanin hubungan lebih erat sama gue. Ya, intinya gue minta kepastian kalau dia mau gue ajak nikah suatu saat nanti, sebelum lamaran resmi di depan orang tua kita. Sebenernya untuk pernikahan gue belum ada pandangan ke sana apalagi di jangka waktu dekat ini. Nikah nggak cuma modal cinta, yang namanya jalani hidup, ya, butuh uang, apalagi jalani rumah tangga yang pasti mental harus setangguh baja," jelas Harsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Harsa [TERBIT]
Fanfiction[15+] Simponi Harsa mengalunkan melodi sendu bersajak pilu. Tentang rasa sakit yang membelenggu. Putusan takdir tak dapat berubah membuatnya diliputi resah. Akankah dia tabah? ••• Kisah ini tentang Harsa dengan segala kekecewaannya kepada permaina...