16 :: Sudut Pandang Lain

15 2 1
                                    

Sejak hubungan Harsa dan Bentala kembali membaik, tentu membawa dampak yang cukup besar untuk orang-orang di sekitar mereka. Seperti Arjuna dan Djanaka yang tak akan lagi malamnya  dihabiskan mendengar keluh kesah Harsa. Tidak ada lagi rasa frustrasi memikirkan cara untuk menghibur Harsa agar melupakan rasa perih yang menggerogoti hati pemuda itu. Namun, agaknya ada satu orang yang sedikit merasa kecewa. Tidak pada kembali harmonisnya Harsa dan Bentala, tapi lebih kecewa akan nasib percintaannya. Orang tersebut adalah Serena yang jadi murung setengah mati karena kembali mendapat sikap dingin Arjuna setelah beberapa saat lalu sempat mencair. Alasannya adalah mereka bekerja sama untuk menyelamatkan hubungan sahabatnya dari ambang keretakan. Ya, meskipun ada Djanaka juga yang berperan di sana, tetapi bagi Serena manusia itu tidak masuk hitungan sebab Djanaka lebih sering mencetuskan ide konyol yang tidak ada bagusnya sama sekali. Seperti pura-pura menculik Bentala dan nantinya Harsa akan jadi pahlawan yang menyelamatkannya. Memang bisa saja itu menjadi cara mereka untuk membalikkan keadaan, tetapi manusia bernama Djanaka itu pastilah tidak memikirkan resiko yang harus dihadapi kalau-kalau terjadi sesuatu. Misalnya Bentala yang bisa saja menjadi trauma akibat penculikan itu atau Harsa yang kecelakaan karena serangan panik. Jadi, ide itu sama sekali tak akan membantu. Oleh karena itu, tetaplah dirinya dan Arjuna yang harus putar otak mencari alternatif.

Namun, dibalik rasa pusing memikirkan segenap cara-cara itu, Serena cukup menikmatinya. Sebab karena di sini Arjuna sedikit mencairkan dinding es-nya. Jadi, Serena bisa curi-curi waktu untuk berdekatan dengan pemuda impiannya itu. Sekadar Arjuna yang berbicara lebih dari satu kalimat saja sudah membuat hati Serena meledak-ledak. Ya, karena Arjuna tak akan mengeluarkan kalimat lebih dari satu ketika berbicara dengan orang lain, apalagi lawan jenis. Namun, kata Harsa itu tak berlaku di tongkrongan mereka juga di hadapan keluarganya. Di tongkrongan, Arjuna memanglah masih sosok yang dingin, tapi tak separah bila di kampus. Beda lagi kalau di hadapan keluarganya terutama sang ibu, Arjuna bisa lebih manja dari Djanaka. Nah, dari info inilah yang membuat Serena semakin jatuh hati pada  Arjuna. Menurutnya sih laki-laki seperti Arjuna ini kemungkinan selingkuhnya kecil dan akan selalu memprioritaskan keluarga. Sungguh tipe idamannya sekali. 

Sayangnya itu semua khayalan Serena saja. Buktinya Arjuna sama sekali tak peduli dengan semua hal yang dipikirkan gadis itu. Walaupun tak dipungkiri hatinya mulai tergerak sedikit demi sedikit. Dari sekian gadis yang mendekatinya, hanya Serena yang segigih dan seberani itu. Gadis itu tak menyerah mengiriminya pesan meski berulang kali dia abaikan, karena prinsip yang dijunjung gadis itu adalah, semakin didiamkan maka akan semakin berulah. Sore ini pun juga begitu, begitu bangun dari tidur siangnya Arjuna langsung diserang seratus lebih balon chat yang dikirimkan Serena, termasuk 30 pesan spam pagi tadi yang sengaja dia abaikan. Terlalu malas menanggapinya, Arjuna lantas menonaktifkan ponsel pintarnya itu. Kenapa tidak diblokir saja? Jawabannya sudah sering dilakukan hingga Arjuna jenuh sendiri. Pasalnya dia ini tipe yang tidak akan ganti nomor selama tidak kena blokir dari operator, alasannya malas saja karena pasti harus menyimpan ulang nomor teman-temannya. 

Mengabaikan segudang pesan Serena, Arjuna keluar dari kamarnya, tujuan utamanya adalah dapur. Perut yang terpahat delapan kotak menggoda iman kaum hawa itu terasa bergetar halus, meraung minta makan sebab sang tuan melupakan makan siangnya. Namun, langkahnya seketika urung ketika lima meter lagi mencapai meja makan. Di meja panjang itu, ada tiga orang yang tengah bercengkerama hangat seraya membuat adonan brownis sepertinya---melihat Jovita menambah bubuk kakao ke wadah berisi adonan tepung itu. Dua di antaranya Arjuna mengenalnya, yakni si Ibu juga adik kembarnya. Akan tetapi, wanita seumuran ibunya yang ikut bergabung menimbulkan tanda tanya dalam benaknya. Meskipun wajah wanita itu tak begitu asing baginya, tapi rasanya keduanya belum bertemu. 

"Eh ... Mas udah bangun?" sapa Jovita yang pertama kali melihat kedatangan putra sulungnya itu. Dua pasang mata yang lain turut mengarah kepada Arjuna. Karena keberadaanya sudah diketahui jadilah Arjuna berjalan mendekat. Pemuda itu menerima segelas air putih yang disodorkan ibunya. 

Symphony Harsa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang