☠︎ᴄ ʜ ᴀ ᴘ ᴛ ᴇ ʀ 8 - Dijemput Pacar

31.1K 1.6K 114
                                    

Karma itu pasti ada, dan saya siap menaggung seberat apa pun hukumannya. Atas bukan adik atau kelaurgaku.

"Elang Cakrawala"

🍂🍂🍂

"Gue kira lo udah mati bunuh diri? Ternyata di sini tempat pelarian lo." Kata-kata sarkas itu tereja tanpa perasaan dari bibir tipis, nan merona dari Rubby.
 

Baru beberapa saat yang lalu, Bu Widi meminta gadis berambut curly itu untuk duduk, dan pilihan tempat duduk pun berada belakang Zhea. Entah takdir seperti apa, menyeret dua insan yang saling menyimpan amarah itu, dipersatukan dalam satu atap, dan berdekatan.

Mendengar kata-kata sarkas itu, tidak membuat Zhea membalas. Tidak etis rasanya masalah internal dibawa ke tempat umum. Bukan tak mungkin, Rubby memancing amarahnya, dan berakhir membongkar aib yang sudah lama tersimpan dengan rapat. Namun, pilihan yang diambil Zhea saat ini, justru memancing rasa benci Rubby yang memang tidak pernah padam.

"You fuckin bitch!" ucap Rubby, pelan tapi menusuk.

Sakit? Tentu saja, penghinaan itu sangat melukai harga dirinya. Tangan Zhea yang berada di atas meja sudah terkepal kuat hingga, urat-urat kebiruan timbul. Desah napasnya pun, mulai tak beraturan, seolah amarah di kepala sudah memuncak dan siap meledak saat ini.

"Rubby, ada apa?" Bu Widi berseru dari depan, melihat Rubby yang belum juga duduk.

Tak ayal, Rubby berbalik badan, dan menggelengkan kepala. "Tidak ada, Bu," jawabnya singkat, lalu berjalan menuju meja tempatnya duduk yang berada dua kursi di belakang Zhea, sambil mengacungkan jari tengahnya, dan berkata, "fuck you!"

Bu Widi pun mulai melanjutkan pembahasannya yang sempat tertunda saat kedatangan Rubby. Tidak hanya petuah-petuah, Bu Widi juga meminta semua siswa untuk memperkenalkan diri di depan kelas. Mengingat seisi kelas berisi dari siswa-siswa berprestasi dengan nilai terbaik digabungkan.

Waktu terus berputar, keseruan di kelas bersama wali kelas mereka yang sangat humble membuat perputaran waktu tidak terasa. Kini, berganti dengan jam istirahat, dan bersenang-senang sebelum besok pelajaran baru dimulai.

"Zhe, ke kantin yuk?" Maura langsung berseru cepat setelah melihat Bu Widi keluar dari kelas.

Zhea yang sedang sibuk mengemasi alat tulisnya di atas meja, langsung berhenti sejenak. Dia teringat, pagi tadi Kafka juga mengajak untuk istirahat bersama. Apa aku tolak, Kafka aja? batinnya bingung. Sebab, selama ini dia sudah sering menolak ajakan Maura, karena Kafka yang selalu memiliki 1000 cara untuk mengajaknya istirahat bersama, atau menemani latihan basket.

"Kenapa, kamu ... istirahat sama Kafka, ya?" Maura langsung menebak, setelah melihat wajah bingung Zhea.

"B-bukan, begitu. Aku nggak masalah kalau kita istirahat be—"

"Hai semua. Aku izin masuk, ya. Mau jemput pacar aku," seru Kafka dengan suara riang. Para sisswa yang masih sebagian berada di kelas pun, langsung bersorak mengejek.

"Silakan, Kang Bucin," ujar Ana sembari tersenyum jail.

"Jangan lupa dikasih minum, bukan dikasih benih," sambung siswa yang lainnya. Namun, hanya dibalas kekehan geli dari Kafka.

Sementara Zhea, hanya diam sembari menatap bingung keadaan yang sedang mengelilinginya. Bisa saja, dia mengajak Maura istirahat bersama, tetapi semenjak dia menjalin hubungan dengan Kafka, Maura lebih banyak menjaga jarak, dan menoleh istirahat bersama.

"Hai, pacarnya Kafka yang paling cantik." Kafka menyapa setelah berdiri di depan meja Zhea. Senyum manis masih belum memudar.

Berbeda dengan Zhea, yang hanya bisa mengulas senyum canggung, tetapi Kafka tidak menyadari akan hal itu. Kafka justru mengelus kepala Zhea yang sudah menjadi kebiasaannya itu.

ELANG CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang