Malam begitu gelap, rintik hujan masih berjatuhan. Aroma tanah basah menyeruak ke hidung. Kafka baru saja pulang dari rumah sakit menjenguk Zhea.
Motornya melaju begitu lamban, membiarkan rintik hujan membasahi tubuhnya. Jalanan menuju rumah terbilang cukup sepi, lampu jalanan tidak merata cahayanya. Semakin malam pengguna jalan tidak begitu banyak. Namun, belum pernah terjadi kejahatan di tempat ini.
Pikirannya masih sangat kacau, memikirkan Zhea koma karena menyelamatkan Elang. Perkataan Rubby tempo hari tentang Zhea yang memiliki hubungan dengan Elang seolah makin membuktikan semuanya.
Kafka menghela napas berat, mencoba menepis apapun pikiran tentang Zhea, dan Elang. Tubuhnya cukup lelah. Di tengah jalan, tiba-tiba ponselnya berdering.
Terpaksa Kafka menepikan motornya di sisi jalan, dan mengeluarkan benda pipih tersebut dari dalam saku celana. Keningnya berkerut saat melihat Rubby. Namun, belum sempat dia menerima panggilan tersebut, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di samping motornya.
Dalam waktu yang sangat singkat, tiga pria misterius turun dari mobil, lalu membekap mulut Kafka, dan orang lainnya menahan tubuhnya. Kafka semakin tidak berdaya, ketika tubuhnya dimasukkan ke dalam mobil, mata ditutup dengan kain, bibir mulut diikat.
Waktu terasa begitu cepat, mobil yang membawanya itu berhenti. Sama seperti sebelumnya. Tubuh Kafka ditarik dengan kasar keluar dari mobil.
Memberontak pun, Kafka seolah tidak diberikan kesempatan. Seluruh tubuhnya dikendalikan oleh tiga orang.
"Bos, kami sudah dapat!" Suara seruan itu, jelas di telinga Kafka. Tak lama kemudian, tubuhnya dipaksa bersimpuh.
Suara gelak tawa seorang pria terdengar mendengung di telinga Kafka. Pikirannya mulai menerka-nerka, siapa yang menculiknya? Apa mungkin seorang pembunuh bayaran?
"Buka penutup kepalanya?" perintah pria itu dengan suara berat.
Kafka merasakan jantungnya berdetak tak menentu. Entah siapa yang berada di depannya nanti, dia harus siap. Terasa kain yang mengikat mata, serta mulut dibuka. Namun, untuk beberapa saat dia masih merasakan pandangannya mengabur.
Berulang kali Kafka mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya di depannya. Sampai akhirnya dia bisa melihat pria berjaket hitam, sedang duduk di kursi yang terbuat dari kaleng cat. Bukan hanya pria itu, tetapi jajaran pria mengelilingi.
Kafka menelan kasar air liurnya. Seumur hidup dia tak pernah sedikit pun berurusan dengan orang-orang seperti ini.
"K-kalian siapa?" Kafka tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.
Bukannya menjawab, lelaki yang dipenuhi coretan tato di seluruh tubuhnya terkekeh bak psikopat yang sedang melihat ketakutan dari wajah musuhnya.
"Lo Kafka, pacarnya Zhea," ucap pria itu, membuat Kafka melebarkan bola matanya.
"Ahh, tidak perlu terkejut seperti itu." Dia bangkit dari tempatnya duduk, lalu melangkah di depan Kafka. Kemudian bersimpuh dengan satu lutut menyentuh lantai di depan Kafka. Satu tangannya bertumpu di lutut.
Kafka bisa melihat dengan jelas ketampanan pria di depannya. Mata tajam, dan penuh karisma.
"Kenalkan gue Marco Nataniel. Lo gak perlu takut sama gue." Sudut bibir Marco tertarik, dan hal itu sangat menakutkan bagi Kafka.
"Aku gak ada urusan apapun sama kalian. Kita tidak saling kenal." Kafka mencoba menekan rasa takutnya.
Tangan Marco terulur memegang pundak Kafka. Namun, refleks membuat Kafka terlonjak takut. Alhasil Marco terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG CAKRAWALA
TeenfikceFOLLOW DULU BARU BACA🔪 Follow IG: @astrisd_official FB: Author Astrisd *** "Ternyata lo masih perawan. Gue pikir perempuan seperti lo seperti sampah jalanan!" ujar Elang sarkastis. *** "Sama seperti slogan gang motormu. Darah dibayar darah. Nyawa d...