Note: Bab ini tidak ada Elang, ya . Tapi ada di bab besok. Happy reading ELZA'VERS💜
***
Hari yang Zhea jalani cukup baik tanpa hambatan. Pulang sekolah, langsung ke tempat kerja, dan kebiasaan itu dijalani Zhea sudah hampir tujuh bulan. Dia begitu menikmati waktunya, bukan saja karena pekerjaan serta penghasilan yang cukup, tetapi karena suasana lingkungan pekerjaan yang begitu nyaman salah satunya perlakuan para senior yang ramah, dan tidak segan untuk mengajarinya, ditambah juga suasana pantai yang berada di dekat cafe, membuat kenyamanan luar biasa.
Ada satu tempat di pantai yang menjadi tempat favoritnya kala memiliki waktu senggang. Ujung jembatan yang terbuat dari kayu mahoni kokoh. Selain langsung menikmati birunya laut dari bawah, di sana Zhea sering duduk sendiri sambil menuliskan setiap perjalanan hidupnya di dalam buku diary. Atau kadang kala, Kafka ikut menemani.
Ya, lelaki berparas tampan, bertubuh tinggi semampai itu, tak pernah lelah menunggunya di cafe. Entah apa yang menjadi alasan kuat hingga lelaki itu tak pernah lelah berada di cafe. Pernah sekali dia bertanya, tetapi jawaban Kafka sama persis dengan remaja pada umumnya, yakni cafe tersebut tempat paling nyaman. Sepulang sekolah, Kafka akan menemani Zhea berjalan kaki, menuju cafe, begitu pun saat malam hari ketika Zhea pulang bekerja, dia juga akan mengantar Zhea di kontrakan sampai memastikan Zhea dalam kondisi baik.
Meskipun, semula Zhea merasa risi, bahkan tak suka dengan Kafka yang terus berada di cafe hampir setiap hari, kecuali tidak sedang latihan basket. Namun, seiring berjalannya waktu, Zhea merasa nyaman dan terlindungi. Bagaimana tidak? Hingga saat ini, Kafka tak sekalipun menyentuh tangan Zhea, mengingat terakhir kali Kafka tak sengaja menolong Zhea yang terjatuh di tengah lapangan sekolah, karena terkena lemparan bola basket yang tidak sengaja dilakukan temannya, bukannya bahagia seperti wanita lainnya, Zhea justru membeku di tempat, ditambah keringat dingin membanjiri wajahnya, detik kemudian tubuhnya mendadak gemetar. Semenjak saat itu, Kafka paham Zhea merasa takut disentuh oleh siapa pun, meski sejujurnya dia tak tahu alasan apa yang membuat gadis itu tidak ingin di sentuh oleh seorang pria.
"Hai, Calon ist—auhh" Rayuan Kafka terhenti tatkala botol minum milik Zhea melayang di lengannya, meski tidak terasa sakit, tetapi mengeluh adalah reaksi spontanitas.
"Awas aja kalau kamu masih bilang aku calon istri. Bikin malu aja kalau ada yang dengar," ujar Zhea tegas. Dia tidak ingin seisi sekolah heboh hanya karena candaan Kafka.
Kafka tersenyum lebar, hingga terlihat deretan giginya yang rapi. "Iya deh, Calon Pacar," jawabnya cepat, lalu menghindar sebelum botol minum Zhea melayang.
"Btw, hari ini jadwal libur kamu di cafe kan?" lanjut Kafka bertanya.
Namun, bukannya menjawab. Zhea justru mengerutkan kening. "Kok kamu tahu aku libur hari ini. Apa ... jangan-jangan kamu—auuhh." Zhea tak menyelesaikan tuduhanya tatkala rambutnya di tarik kasar oleh Kafka. "Dasar, gila. Main jambak-jambak aja!" umpatnya seraya mengelus kepala.
"Makanya jangan nuduh-nuduh orang. Aku tahu kamu libur hari ini, yaa ... karena kamu yang bilang sama aku. Lupa kamu!" Kafka mencebik sinis, membuat Zhea tertawa.
Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya, dia melihat wajah kesal Kafka, bahkan menunggikkan sudut bibirnya seperti layaknya perempuan. Namun, perkataan Kafka barusan, tak menepiskan rasa bingungnya.
"Emang iya, aku bilang gitu tadi pagi?" tanyanya memastikan. Sebab, seingatnya dia tidak mengatakan apa pun.
"Dasar pelupa," ejek Kafka. "Makanya terima pernyataan cintaku. Karena tanpa kamu sadari kita itu fix sudah jodoh. Kamu pelupa, aku pengingat. Emm ... kita itu ibarat kalender. Kamu tanggal hitam, aku tanggal merahnya, selalu mengingatkan pada si hitam, tangan merah hari minggu akan segera tiba," lanjutnya berkata panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG CAKRAWALA
TienerfictieFOLLOW DULU BARU BACA🔪 Follow IG: @astrisd_official FB: Author Astrisd *** "Ternyata lo masih perawan. Gue pikir perempuan seperti lo seperti sampah jalanan!" ujar Elang sarkastis. *** "Sama seperti slogan gang motormu. Darah dibayar darah. Nyawa d...