☠︎ᴄ ʜ ᴀ ᴘ ᴛ ᴇ ʀ 40 - Jurang Kematian Elang

10.9K 515 237
                                    

"Sesakit apapun perlakuannya, jika kamu mencintainya. Maka rasa tidak ada celah untuk membencinya. Kamu telah mencintai rasa sakit itu."

---Zhea Maheswari---


"Kamu yakin, Zhe?" tanya Aletta, suaranya sedikit ragu.

Dia berharap Zhea berpikir kembali untuk mendatangi lokasi kejadian Elang meninggal. Bukan saja karena lokasinya yang agak jauh, tetapi tempat itu dijuluki tempat angker, dan beberapa gosip menyebar, jika arwah Elang terys bergentayangan.

Hanya membayangkan saja, bulu kuduk Aletta sudah berdiri.

Zhea tengah berdiri di depan motornya langsung mengangguk, matanya berbinar dengan tekad yang tak tergoyahkan. "Aku harus ke sana, Al. Aku harus melihatnya dengan mataku sendiri."

"Gak ada apa- apa di sana, Zhe. Palingan hantu, Elang. Iiihhh ...." Aletta kembali bergidik ngeri, membuat Zhea langsung berdecak sambil menepak motor Aletta.

"Kebanyakan nonton horor kamu."

Aletta lantas mencebikkan sudut bibirnya. "Bagaimana kalau beneran ada hantu kakanya Rubby?" selorohnya.

"Ya, tinggal kutanyain, siapa yang bunuh dia?" Zhea menjawab dengan santai. Tak ayal, Aletta hanya bisa menghela napas berat.

Meskipun agak berat hati, Aletta akhirnya mengangguk. Sebagai sahabat sejati, dia tak mungkin membiarkan Zhea pergi sendirian. Ia pun meraih helmnya dan mengenakannya, lalu menaiki motor matic-nya.

"Aku akan menemanimu," kata Aletta, "tapi janji ya, kalau ada hantu, kamu yang berdiri paling depan!" tukasnya mengingatkan.

"Iya, bawel!"

Tanpa buang waktu lagi, Aletta membawa motor matic merah muda kesayangannya itu, menuju jembatan tua. Sengaja dia membawa motor dengan kecepatan tinggi, agar sampai di sana tak kemalaman, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul empat sore.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, akhirnya mereka sampai di lokasi kejadian. Jembatan tua itu menjulang di atas jurang yang dalam, seolah-olah menjadi saksi bisu atas tragedi yang terjadi.

Di dekat jembatan, pepohonan menjulang tinggi, akar-akarnya mencengkeram tebing jurang dengan kuat. Udara terasa dingin dan lembap, membawa aroma tanah dan dedaunan kering yang sedikit menusuk hidung. Zhea bisa merasakan bulu kuduknya berdiri, meskipun dia berusaha untuk tidak menunjukkan rasa takutnya.

Tanpa ragu, Zhea setelah turun dari motor dia  langsung berjalan menuju pinggiran jurang. Sementara Aletta mengikuti dari belakang, sama halnya dengan Zhea, gadis cantik itu tak kalah merasa takut, bahkan dia bisa merasakan jantungnya berdebar kencang, seperti drum yang dipukul dengan keras.

Zhea mulai menyusuri setiap pinggiran jurang, matanya menatap tajam ke dasar jurang yang gelap. Ia bukan mencari mayat Elang, melainkan  hanya ingin membayangkan apa yang terjadi pada saat pria itu dilempar dengan kejam setelah ditembak. Hati Zhea terasa ngilu, meski hanya membayangkan saja.

"Dia pasti sangat ketakutan waktu itu, Zhe," gumam Aletta, suaranya bergetar.

"Dia tidak takut mati, Al. Dia lebih takut adiknya terluka."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELANG CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang