Kata orang rasa kehilangan akan terasa setelah sudah tidak lagi melihat sosoknya berada di sekitar kita. Seperti itulah yang Zhea rasakan.
Ketika sadar dari koma, ingatannya hanya terfokus pada kejadian sebelum dia tak sadarkan diri. Sejak bangun bibirnya terus melontarkan pertanyaan mengenai Elang, tetapi sang ibu tidak memberikan jawaban, dan hanya memintanya untuk tidak banyak berpikir.
Nyatanya waktu terus berputar, hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Cuaca pun turut berubah-ubah, sudah tiga bulan berlalu sejak dia pulih, pikirannya tak pernah lepas dari sosok Elang.
Sejak keluar dari rumah sakit pun, dia masih melanjutkan pengobatan mental akibat trauma dengan penyerangan saat itu. Sehingga selama itu dia hanya berdiam diri di panti, dengan melakukan hal-hal positif, tanpa gadget serta televisi.
Beruntung, selama itu pihak sekolah pun memberikan izin kepada Zhea.
Namun, karena rasa bosan yang sudah menyerang, ditambah dengan pikirannya tak pernah henti berisik memikirkan Elang, dan nasib pria itu setelah penyerangan masih tanda tanya. Tak ada seorang pun yang ingin berbagi jawaban padanya.
Zhea memutuskan untuk kembali ke Desa yang menjadi tempat dia bersekolah dan tinggal. Meski sempat mendapat tentangan dari Ibu panti yang masih trauma dengan kejadian waktu itu.
Sampai akhirnya Zhea berhasil meyakinkan sang ibu, ditambah lagi informasi dari pihak sekolah sudah menginformasikan perihal ujian sekolah akan dilakukan sekitar dua minggu lagi.
Tepat di hari Senin, Zhea baru masuk sekolah. Seisi kelas pun menyambut kedatangan Zhea dengan meriah. Suara terompet, dan teriakan menggema, membuat Zhea tersenyum bahagia. Dia sangat merindukan momen ini.
"Welcome to Zhea Maheswari ...." Semua orang berteriak kompak. Kemudian memeluknya satu persatu.
Hingga pelukan itu, berhenti pada Alleta—sahabat karibnya.
"Sayangku, My Honey Bunny Sweety." Aletta memeluk dengan erat tubuh ramping Zhea saking rindunya. "Aku rindu banget, ihh! Ngilang gak bilang-bilang."
Zhea yang nyaris tidak bisa bernapas pun langsung melepas paksa pelukannya. "Aku abis dirawat di rumah sakit, kalau kamu meluk aku kaya tadi, bisa-bisa aku masuk kembali ke rumah sakit," protes Zhea, membuat gadis berambut panjang itu tertawa.
"Maklum, orang rindunya sudah segede gunung, pasti tekanan laharnya makin besar," canda Aletta sambil memperagakan dengan tangannya.
Zhea pun lantas memukul lengan Aletta sambil ikut tertawa.
Setelah itu, Aletta segera membawa Zhea ke tempat duduk milik Zhea yang memang tidak pernah di isi selama ini. Namun, baru saja sampai di bangkunya Zhea terdiam melihat kursi Rubby yang berada tepat di belakangnya sudah diisi dengan siswa cowok.
Aletta yang menyadari tatapan Zhea pun, langsung menepuk pundak Zhea. "Rubby sudah tidak sekolah di sini lagi."
Zhea menoleh ketika mendengar hal itu. Keningnya berkerut, penuh tanya.
"Dia sudah pindah, tapi kami tidak tahu pindah ke mana. Karena emang dia tidak pamitan sih," beber Aletta.
"Sejak kapan?" Zhea masih diliputi tanya.
Aletta tak langsung menjawab, tetapi berguman cukup lama, sambil mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Emm, kalau gak salah, pas kamu masih koma, deh."
"Apa dia buat masalah?"
Aletta menggeleng, tetapi juga mengangkat kedua pundaknya. Sebuah jawaban yang tak pasti.
"Aku kurang tahu, Zhe. Yang pasti menghilangnya Rubby, bersamaan dengan hilangnya ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG CAKRAWALA
Roman pour AdolescentsFOLLOW DULU BARU BACA🔪 Follow IG: @astrisd_official FB: Author Astrisd *** "Ternyata lo masih perawan. Gue pikir perempuan seperti lo seperti sampah jalanan!" ujar Elang sarkastis. *** "Sama seperti slogan gang motormu. Darah dibayar darah. Nyawa d...