Chapter 4 - Di mulai

63 23 4
                                    

Suara burung yang berkicau riang menemani sapaan sinar mentari yang mulai menyinari langit. Waktu menunjukkan pukul 06.30 WIB. Dalam ketenangan alam yang mengelilinginya, seorang gadis duduk di depan layar laptop, menelusuri informasi seputar Luna.

"Lho kok?? Kok beritanya udah nggak ada sih! Masa iya dihapus? Bahkan nggak ada sedikit pun jejaknya," gerutu Anya, tombol-tombol keyboard terus ia ketuk dengan kecewa. "Sial."

Tiba-tiba, sebuah ide terlintas dalam benaknya. "Apa gue telp Luna aja kali ya? Tapi kalo dia belum pulih? Percuma." Dirinya sempat ragu sejenak. "Tapi gaada salahnya kalo belum coba." Dia mencoba mengibaskan pikiran negatif tersebut dan segera mencari nomor telepon Luna di kontak.

*Menelpon ponsel Luna yang sudah beberapa kali tidak diangkat olehnya.

Alisnya terangkat satu, dan menimbulkan smirk di wajahnya. Ini adalah ide yang beresiko baginya namun harus diambil.

"Sekarang gue tau apa yang harus gue lakuin." Tanpa berpikir terlalu lama, Anya pergi menemui Bunda di ruang kerjanya, saat Bundanya sedang memperhatikan produk skincare terbaru.

___________________________________________


Setelah bercerita panjang lebar, Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginanku. "Kamu yakin? Bunda rasa tidak perlu ikut campur urusan mereka. Fokus saja dengan kehidupanmu, Anya," kata Bunda dengan lembut, memberikan nasihat.

"Aku yakin 100% Bun. Please, ini permintaan anak Bunda sendiri.. bagaimana pun juga dia itu saudari aku, dan anak Bunda," sahutku menatap Bunda dengan mata yang berbinar-binar.

Bunda mengingatkanku terhadap konsekuensi yang akan datang. "Apa kamu tau konsekuensinya? Kita tidak tau apa yang akan terjadi di masa depan, Nya." Aku menganggukkan kepala sembari memegang tangan bunda. "Aku ga peduli apapun itu Bun, aku bakal tetap lakuin. Selain itu, aku juga akan berhenti renang, Bunda."

Mendengar pengumuman tersebut, mata Bunda melebar. "Berhenti renang? Kamu ga salah bicara kan? Renang itu hobi kamu, Kenapa kamu mau ngorbanin renang??" tanya Bunda dengan wajah yang kebingungan.

"Maaf Bun, aku cuma mau fokus sama masalah ini. Kalo aku terus-terusan berenang, aku nggak bakal bisa buat fokus pada satu arah," jelasku menatap Bunda dengan penuh makna. "Aku yakin kok sama keputusan sendiri."

Melihat Anya yang benar-benar tulus ingin membantu Luna, Bunda akhirnya luluh. "Ya sudah." Bunda memberi restu atas keputusan tersebut sembari memeluk putrinya.

Di menit itu juga, Anya langsung bergerak seperti kilat, menuju tempat jahit untuk dibuatkan seragam yang sama persis seperti seragam sekolah Luna. "Harus sesuai dengan foto ini ya Pak," tekannya diucapan "Sesuai."

"Siap neng, nanti sore sudah bisa diambil ini mah," balas tukang jahit tersebut dengan percaya diri.

Anya membalasnya dengan senyuman manis lalu pergi melangkah keluar dari tokoh tersebut.

Dia lebih suka seragam yang dijahit, karena bisa menyesuaikan ukuran tubuhnya.

*Tring ... Notifikasi dari seorang gadis bernama Natalie.

__________________________________________

___________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________________________________________

Mereka pun bertemu, Anya langsung menceritakan semua kejadian dan rencananya. Natalie dan Leo adalah sahabat dekat Anya. Meskipun penampilan Leo 11 12 dengan Luna, tetapi dia tidak mudah untuk ditindas. Hobinya berhadapan dengan komputer.

"Ya... Jadi gitu ceritanya," ucapnya sambil meminum seteguk dua teguk air karena lelah bercerita.

Nata tersenyum dengan nada suaranya yang antusias sembari menepuk pundak Anya dengan penuh semangat. "Tenang aja Nya, kita di sini selalu support lo, hwaiting! Semoga rencana lo buat ngebongkar siapa pelaku tabrak lari sodara lo cepet kebongkar."

Hampir saja...

"Gila lo! Support mah support aja, ini gue hampir kesedak!" bentaknya memegang dada. Natalie tertawa kecil, antara sengaja dan tidak sengaja, haha.

Namun, suasana riang tersebut tiba-tiba terganggu ketika Leo menanyakan hal yang ambigu kepada Anya. "Segitunya banget ya? Sampe pindah sekolah," kata Leo dengan nada yang tidak jelas, sehingga menimbulkan kesalahpahaman.

Anya menatap mata Leo dengan kebingungan sembari mengerutkan kedua alis. "Maksud lo? Hei, Luna itu kakak gue, ya gue harus turun tangan terhadap kecelakaannya lah. Kenapa sih?" balasnya dengan nada yang sedikit kesal.

Leo menghela napas pendek. "Huft, iya iya sensi amat, santai," jawab lelaki itu dengan suara yang agak terdengar menyebalkan.

Natalie langsung mengambil tindakan yang membela Anya. "Udah lah Le, yang terpenting sekarang kita selalu ada di samping Anya, ngedukung dia," ucap Natalie yang sedang duduk di sebelah Anya.

"Iya Nanatt, gua kan cuma nanya doang ga bermaksud apa-apa," balas Leo mencoba memperbaiki suasana menjadi lebih baik, seperti semula.

Mereka berharap dengan cara ini, mereka bisa mencari tahu siapa pelaku tabrak lari yang telah merenggut kebahagiaan Luna.

___________________________________________

Pada malam hari yang cerah, Anya mencoba seragam sekolah yang baru saja dibuat oleh tukang jahit. Seragam itu berkilauan dalam keanggunan warna dan desainnya. Bahan kain yang lembut tersentuh oleh sentuhan cahaya.

"Gimana? Cakep, nggak?" tanya Anya kepada Natalie, sambil berputar-putar di depan cermin.

"Cakepp banget, Nya! Keren sii, pasti besok mata orang-orang tertuju ke lo sie," puji teman perempuannya sembari memberikan jari jempol dan tersenyum lebar.

Tatapan matanya penuh dengan kepercayaan diri saat menatap diri di depan cermin. "Doain gue supaya berhasil."

"Tentu dong, semangat!" dukung Nata dengan sangat semangat. Dia melirik Anya dengan penuh kekaguman.

Setelah selesai mencoba seragam, mereka turun kebawah melihat Leo yang sedang duduk di sofa rumah Anya. "Udah selesai? Ayo pulang," ajak Leo kepada Natalie sambil menunjukkan ekspresi wajah yang terlihat jelas dia ingin segera pulang.

"Buru-buru banget Le, nggak mau makan dulu nih?" ajak Anya dengan ramah, menawarkan makanan kepada mereka berdua.

Leo berdiri dari sofa melangkah menuju dekat pintu sembari menjawab Anya. "Nggak usah, Nya. Maksud gue tuh ini kan udah malem, nggak enak diliat tetangga."

"Bener, kita langsung pulang aja ya," pamit teman perempuannya yang berdiri di sebelah Anya.

"Yaelah, kayak baru aja. Yaudah hati-hati,"

Setelah Leo dan Natalie pulang, Anya kembali masuk ke kamar dan berbaring di tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar.

"Semoga rencana gue kali ini berjalan lancar, nggak kayak sebelum-sebelumnya."

Dia tahu, ini bukanlah tugas yang mudah. Tapi demi Luna, dia akan melakukan apapun yang bisa dia lakukan.

****************

Jangan lupa vote, komen n follow sebelum lanjut ke bab berikutnya.

--- 🦢🤍 ---

Identitas Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang