Chapter 7

44 18 4
                                    

Anya melanjutkan menjelajahi area sekolah, memikirkan segala informasi yang sudah didengar. Saat berjalan, seorang lelaki memanggil namanya dengan suara berat, "Anya."

Gadis itu menoleh ke arah suara tersebut dengan ekspresi bingung. "Ohh, hai?" sahutnya, diiringi senyum tipis di bibir.

"Kenalin nama gue Samuel, temen kelas lo," kata Samuel sambil mengulurkan tangannya.

Dia hanya memberikan senyum singkat dan tidak merespons uluran tangan Samuel. "Oke, gue Anya."

Samuel mengeluarkan napas berat dan menarik kembali tangannya. "Lo keren, selama ini jarang ada yang berurusan sama circle mereka," pujinya sembari berjalan pelan dengan Anya.

Anya mengangkat kedua alisnya sambil menyeringai sedikit. "Thanks. Kalo gue boleh tau, kenapa ga ada yang berani? Apa karna dia anak kepala sekolah?" tanyanya sembari mempelankan suara di kata "kepala sekolah."

El mengangguk pelan. "Hebat juga, baru masuk tapi udah paham. Selain itu, pasti lo udah tau dari gesturnya, mereka pembully. Cuma ya gitu, sekolah ini selalu aja tutupin kasusnya," jelas Samuel dengan ekspresi geram. Dia melanjutkan, "Biasa lah anak kepsek. Saran gue..." ucapannya terpotong oleh Anya.

"Jangan berurusan dengan mereka. Itukan yang mau lo bilang?" sambung Anya, memalingkan bola matanya.

Samuel hanya tersenyum tipis. Kemudian, Anya langsung bertanya sesuatu kepada lelaki yang sedang berjalan di sampingnya.

"Oh iya, kalo gue boleh tau, siapa aja yang dirundung Shintya dan temennya yang lain?" tanyanya dengan rasa penasaran mendalam.

Lelaki itu berhenti melangkah ke depan. Ia menoleh ke sampingnya, Anya. Dia menyipitkan kedua mata dan mengerutkan keningnya.

"Salah kah? Gue cuma mau tau doang. Kalo emang lo nggak mau kasih tau sih ya gapapa, nggak maksa juga," balas Anya dengan matanya yang berbinar.

Samuel menghela napas kecil sembari memulai bicara. "Salah satunya teman kelas kita, Luna. Dia yang paling sering dimanfaatin oleh Shintya," jawab Samuel sambil menundukkan pandangan sedikit ke bawah.

Anya sebenarnya sudah menduga semua itu. Dia mengangguk dan memahaminya. "Terus, gimana caranya Shintya bisa manfaatin Luna?" tanya Anya lagi, semakin penasaran.

Samuel berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan Anya. "Biasanya, Shintya dan perintilannya sering suruh dia buat kerjain tugas mereka, gali informasi, dan hal-hal semacam itu," ungkapnya, menjelaskan secara singkat.

"Okay... Ada main fisik juga?"

El menganggukkan kepalanya sambil menatap Anya dengan lembut.

"Kalo lo tau, kenapa nggak lo bantu?" Sorotan matanya penuh dengan kekecewaan dan dendam yang terpendam dalam.

Bel masuk berdering.

"Udah bel, ayo," ajak Samuel tanpa menjawab pertanyaan Anya sambil berjalan menuju kelas.

Setelah mendengar apa yang dikatakan Samuel, amarah meluap dalam diriku. Mereka hanya berdiri menonton, tanpa ada yang membantu saudariku sama sekali.

Setelah pulang sekolah, aku memutuskan untuk singgah sebentar ke rumah Luna. Aku berusaha mengetuk pintu rumahnya berkali-kali, tapi tidak ada yang merespon. Ketika aku akan berbalik, seorang wanita membukakan pintu.

"Tante?" sapaku dengan nada suara penuh harap.

"Mau apa lagi kamu ke sini? Sudah berapa kali saya bilang, jangan dekat-dekat dengan keluarga saya," ujar Tante Nita dengan ketus.

Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika berhadapan dengannya. "Saya datang kesini cuma mau ngeliat kondisi Luna, Tan."

"Luna butuh istirahat," jawabnya, menekan kata "istirahat" sembari menutup pintu rumah.

Anya mengumpat pelan dan berjalan meninggalkan rumah tersebut dengan kecewa. "Gue bakal kembali lagi kesini, nanti."

Setelah sampai di rumah, Anya menyusun foto-foto tersangka yang mencurigakan baginya di depan cermin. Salah satunya adalah Shintya dan juga kedua temannya, Kayla dan Gea.

Dia meletakkan foto beserta biodata mereka masing-masing untuk membuktikan apakah benar jika pelaku tabrak lari Luna adalah orang terdekatnya (Luna).

___________________________________________

Sementara itu, di pihak Shintya, dia sangat kesal terhadap perilaku dan sikap Anya, anak baru itu.

"Awas aja, gue nggak akan biarin hidupnya tenang selama sekolah di sini," gumam Shintya dengan sangat kesal.

Gea memegang bahu Shintya sembari berkata, "Santai Shin, ada kita juga di sini yang selalu siap bantu lo."

Kedua temannya tersenyum sambil mengangkat satu alis, menunjukkan reaksi angkuh.

****************

Identitas Tersembunyi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang